Mohon tunggu...
Sigit Eka Pribadi
Sigit Eka Pribadi Mohon Tunggu... Administrasi - #Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#

#Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#Menulis sesuai suara hati#Kebebasan berpendapat dijamin Konstitusi#

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Zaidan...

24 Januari 2020   21:39 Diperbarui: 24 Januari 2020   21:37 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Zaidan...

Tokoh utama : Zaidan, mamanya Zaidan, Papanya Zaidan.

Tokoh pendukung : Eyang kung laki Zaidan dan eyang kung putri Zaidan.

-----

Siang itu kudapati zaidan pulang dari sekolah dengan terisak, dan langsung memeluk erat diriku, dengan derai air mata bercucuran dan sesenggukan dia bertanya padaku.


"Mah, kata teman teman disekolah, papahnya Zaidan orang jahat, koruptor itu apa sih mah, kenapa papah dibilang jahat mah, terus kenapa papah ditangkap pak polisi mah, kenapa papah dikurung mah, kenapa papa gak boleh pulang mah, kenapa mah, kenapa?"


Bak petir disiang bolong, ketika aku harus menerima kenyataan ini, ketika Zaidan tetiba akhirnya harus bertanya secara beruntun seperti ini tentang papanya. Pertanyaan Zaidan begitu mengiris hati dan perasaanku.

Sebenarnya ingin kujawab dengan jujur apa yang ditanyakan Zaidan, tapi lidah ini terasa kelu dan mulut serasa terkunci, untuk tetap menjawab dengan jujur misteri yang tersimpan dibenak Zaidan tentang papanya.

Bagaimana mungkin aku tega semakin mnghancurkan hati dan perasaan Zaidan  menjawab perihal tentang papanya, yang memang melakukan kekhilafan terjerat kasus korupsi ditempatnya bekerja.

Sungguh tak sanggup rasanya kuceritakan ini kepada Zaidan yang baru berusia 7 tahun, dengan terpaksa aku harus melawan nurani untuk menjawab semua pertanyaan Zaidan.

"Zaidan, papah itu gak jahat, papah yang lagi dijahatin orang, papah itu orang baik Zaidan, jadi Zaidan jangan sedih, Zaidan harus kuat, kalau temennya Zaidan ntar terus begitu, gak usah didengerin yah, diemin ajah gak usah ditanggapin".

Sebenarnya jawaban ku ini hanya sekedar membesarkan hati Zaidan saja, karena aku tau, besok, ataupun lusa dan hari hari berikutnya Zaidan pasti akan terus menghadapi bullyan teman temannya disekolah dan dilingkungan rumah. Zaidan pasti masih belum puas dengan jawabanku ini, tapi hanya itu jawaban yang bisa menguatkan Zaidan.

"Tapi mah, kalau temen temen Zaidan terus terusan begitu, lama lama Zaidan gak tahan mah, kalau nanti temen temen terus ngomongin papah Zaidan orang jahat".

Benarkan perkiraanku, Zaidan pasti akan menanyakan itu, semakin miris rasanya hati ini, betapa dilema ini terjadi diantara cobaan keluargaku ini, tapi aku harus kuat, apapun yang terjadi, masa depan Zaidan harus ku selamatkan.

"Zaidan sabar dulu yah, ntar kita jenguk papah dulu, kita ngomong sama papah dulu. Nah sekarang mamah tanya ke Zaidan dulu, kalau Zaidan sekolahnya pindah di kampungnya eyang kira kira Zaidan mau nggak, ditempat eyang anaknya baik baik loh."

"Mmm,,,mmm,,,tapi beneran kan mah di tempat eyang, temen temennya pada baik baik kan mah, ndak kayak disekolah Zaidan yang sekarang kan mah".

"Iya Zaidan, mamah janji sama Zaidan".

"Tapi tanya papah dulu yah mah, kalau papah bolehin, Zaidan mau aja mah".

Pilu rasanya, tapi cobaan ini memang harus aku hadapi, aku tak bisa lari dari realita ini, aku harus menyelamatkan masa depan Zaidan, aku tak ingin mental dan jiwanya rusak.

-----

Hari ini begitu cerah, ku lihat banyak kupu kupu bercumbu mesra dengan aneka bunga bunga ditaman rumahku, yang perlahan memekar menyambut mentari pagi dengan senyuman.

Entah kapan aku dan Zaidan bisa bertahan dirumah dengan berjuta memori ini, karena aku tau, akan tiba waktunya rumah ini dan juga mungkin segala isinya akan disita sebagai barang bukti kasus korupsi.

Rencananya hari ini aku mau menjenguk papahnya Zaidan di rumah tahanan, terpaksa juga hari ini Zaidan ku mohonkan izin untuk tidak masuk sekolah.

-----

Ruang tunggu rumah tahanan pagi ini cukup ramai dengan orang orang yang pastinya niatnya sama denganku, menjenguk keluarganya yang tersangkut dengan kasus hukumnya masing masing.

Jam besuk sudah tiba, kini aku dan Zaidan tinggal menanti kedatangan papanya Zaidan, terlihat juga Zaidan sudah tak sabar berjumpa papanya, nampak Zaidan sangat kangen sama papanya.

Tak seberapa lama, sosok yang kunanti bersama Zaidan perlahan mulai mendekati, sosok yang menguratkan wajah penuh rasa penyesalan, dan rasa bersalah itu, berjalan dengan gontai tak bersemangat.

Zaidan yang sudah begitu kangen pada papanya langsung menabrak papanya dengan pelukan dan langsung menangis, mengadu, tentang beban yang dirasakannya pada papanya.

Aku yang juga merasakan betapa rinduku sudah tak tertahankan dan ingin mencurahkan segala bebanku pada papa Zaidan turut menangis sejadinya jadinya memeluk suami tercintaku. Sesaat suasana perjumpaan kami bertiga  penuh dengan isak tangis dan mengharu biru.

"Zaidan, papah dengar, katanya mamah sekarang Zaidan makin pinter yah".

"Iya dong pah, Zaidan gitu loh, oh iya pah kapan papah pulang kerumah pah, Zaidan tiap hari kangen loh pah, nungguin papah terus, tapi papah lama banget gak pulang pulang, kenapa pah, oiya pah kata mamah, Zaidan mau sekolah ditempatnya eyang aja di kampung, gimana pah kira kira, soalnya temen temen sekolah Zaidan yang sekarang ngolokin Zaidan terus pah, katanya papah orang jahat, tapi beneran kan pah kata mamah, papah gak jahat kan pah".

Sesaat aku dan suamiku sempat hanya saling bertatap mata, mendengar curahan hati Zaidan yang sebenarnya sangat menyesakkan dada, hati dan perasaan kami berdua, tapi mau bagaimana lagi, memang ini adalah realita hidup kami.

"Boleh dong Zaidan, papah pasti bolehin dong, mamah bener tuh, dikampung eyang memang baik baik temennya, papah juga gak jahat kok, temen temen sekolah Zaidan aja yang gak tau, kan papah disini juga sekolah, cuma sekolahannya papah lama, gak sama kayak sekolahannya Zaidan, soalnya papah gak boleh pulang dulu kalo belum belum selesai belajarnya".

"Ooohh, gitu kah pah, jadi papah ini sekarang lagi sekolah, jadi memang salah dong temen Zaidan itu, dasar juga gak tau main olokin Zaidan ajah, tapi pah sekolahannya papah bener bener gak bolehin papah pulang gitu biar sebentaaaar ajah pah."

"Zaidan mesti sabar nunggu papah selesai sekolah dong, papah janji sama Zaidan kalo papah sudah selesai sekolahnya, papah janji gak akan ninggalin Zaidan sama mamah lagi kayak sekarang, tapi Zaidan juga harus janji, sabar nungguin papah, setuju".

"Setuju paahh, kalo gitu yuk bikin janji, sini mah pah jari kelingking mamah sama papah.

Tiga jari kelingking tangan kanan kami saling berkait mengukir janji yang diprakarsai oleh Zaidan.

Sesaat sebelum suamiku kembali ke ruang tahanannya, kami sempatkan ngobrol sebentar, sengaja kami berucap dengan agak berbisik dengan tujuan agar Zaidan tidak mendengar apa yang kami bicarakan.

"Mas, cobaan ini akan kami jalani dengan tabah, tapi kamu juga harus kuat mas, semua ini ada hikmahnya mas, aku tau kamu pasti sangat menyesal mas, aku tak akan pernah marah padamu, aku yakin semua ini akan menjadikan pelajaran yang berharga bagi keluarga kita mas, Tuhan masih sayang dengan kita mas, aku dan Zaidan mungkin akan jadi jarang menjengukmu, ini demi kebaikan Zaidan juga, aku tak ingin dengan semakin bertambah matang pikiran Zaidan maka semakin tau juga dia tentang papahnya, belum waktunya dia tau apa yang menimpa papahnya".

"Iya dek, aku janji, demi Tuhan aku tak akan lagi berbuat seperti ini lagi, maafkan aku ya dek, kamu dan Zaidan harus menderita akibat perbuatanku ini. Nanti setelah aku bebas, kita buka lagi lembaran baru yang indah, sampai tiba waktunya kita bisa berkumpul kembali".

-----

Hari, bulan dan tahun dengan berbagai kisah suka dan dukanya, mengiringi realita perjalanan hidup keluarga kami. Zaidan semakin besar dan sudah semakin matang berpikir.

Hari ini tepat tiga tahun sudah waktu penantian kami berdua, untuk kembali berkumpul bersama setelah sekian lamanya berpisah. Keceriaan nampak di wajah Zaidan, ditemani kedua eyang kungnya Zaidan semangat menjemput papanya yang sudah selesai menjalani masa hukuman atau bagi Zaidan papanya sudah selesai sekolah.

Sosok yang selalu kami nantikan dan rindukan berjalan dengan penuh semangat dan senyuman akhirnya tiba dihadapan kami, suasana haru biru, peluk dan cium diantara kami semua mengalir mengiringi memori catatan hidup keluarga kami, kebahagian yang tak terkira bisa berkumpul kembali, dan menepati janji bersama, untuk membuka lembar lembar memori kami yang baru.

Selesai.


Cobaan akan datang kepada siapa saja, dia bisa datang dengan bentuknya masing masing, tinggal bagaimana diri, berjuang melewati ujian demi ujian yang datang.Tuhan tidak akan memberikan cobaan diluar kemampuan hambanya.

Siapa yang menanam kebaikan maupun kejahatan akan menerima konsekwensinya masing masing, maka jangan pernah lari dari realita hidup, tapi berlarilah menuju Tuhan, niscaya akan ada jalan yang terbaik.


Semoga bermanfaat.
Sigit Eka Pribadi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun