Presiden RI Ir. H. Joko Widodo atau Jokowi rencananya akan memangkas jajaran eselon dilembaga pemerintahan maupun kementerian.
Sesuai rencana kedepan tingkatan Eselon V, Eselon IV, Eselon III akan dipangkas, dan hanya menyisakan Eselon II dan Eselon I saja. Terkait rencana ini, maka publik banyak yang menyikapinya pro dan kontra terutama diantara para kalangan ASN/PNS.
Rencana yang akan segera dijalankan oleh Presiden Jokowi tersebut dalam rangka memangkas sistem birokrasi yang dinilai terlalu panjang dan berlapis, sehingga menghambat  masuknya investasi ke Indonesia.
Kemudian juga untuk semakin meningkatkan layanan publik agar dapat semakin optimal, cepat dan tidak berbelit belit.
Pemangkasan eselon ini juga dalam rangka untuk menjalankan amanah reformasi birokrasi yang dinilai masih belum berjalan secara optimal dilapangan.
Memang, terkait rencana ini maka rencana Presiden Jokowi tersebut bila sesuai dengan tujuan yang diinginkan negara maka iklim investasi dan pelayanan publik bisa jadi lebih optimal.
Lalu, juga para pegawai negeri sipil ataupun aparatur sipil negara, jadi lebih profesional dalam menjalankan fungsinya dan tugas pokoknya. Sehingga mau tidak mau tuntutan kinerja sesuai tugas pokok harus dijalankan sesuai prosedur yang ditetapkan.
Akan tetapi yang perlu yang perlu menjadi pertimbangan adalah apakah pemangkasan birokrasi ini menjadi dua eselon saja merupakan langkah yang efektif sementara kementerian dan lembaga yang ada saja masih terlalu gemuk.
Karena dengan dihadapkan banyaknya kementerian dan lembaga pemerintahan, maka akan membutuhkan waktu yang tidak sebentar, seperti yang diprediksikan oleh pihak yang berkompeten, bahwa pemangkasan eselon ini bisa memakan waktu 3 tahun bahkan lebih.
Kemudian pengalihan jabatan struktural ke jabatan fungsional juga akan memakan waktu, dihadapkan juga dengan ratusan ribu ASN/PNS dan gemuknya kementerian dan lembaga pemerintahan, maka pengalihan jabatan tersebut memang bukanlah perkara mudah.
Penguatan jabatan fungsional juga memerlukan payung hukum agar kedepannya ada aturan yang jelas mengenai penguatan jabatan fungsional tersebut.
Meskipun sebelumnya sudah ada undang undang yang mengatur tentang jabatan fungsional, namun masih terlalu sempit bila disesuaikan dengan rencana Presiden Jokowi.
Sehingga perlu dikaji lagi dan disesuaikan dengan kebutuhan yang ada, siapa berbuat apa, bagaimana tugas pokoknya menjadi jelas.
Banyak para ASN/PNS yang resah dengan rencana ini karena banyak yang khawatir mereka akan dipensiun dinikan atau tidak dapat jabatan karena akan ada pemangkasan eselon.
Hal ini patut dimaklumi, karena bila dilihat dari sisi kemanusiaannya, mereka juga butuh penghasilan dan tunjangan untuk menghidupi keluarganya.
Terlepas bagaimana kinerjanya yang banyak dinilai masyarakat kurang optimal karena banyak yang terlihat menganggur dan terlesan makan gaji buta, tapi bila ditilik lebih dalam para ASN/PNS yang masuk kategori ini hanyalah oknum dari sekian banyaknya ASN/PNS yang memiliki Kinerja baik.
Oleh karena itu, pemerintah seyogyianya dapat lebih bijak untuk menjalankan pemangkasan eselon ini, dengan memikirkan segala konsekuensinya, baik dan buruknya ataupun positif dan negatifnya secara detil.
Dan ini semua adalah hak pemerintah, bila sekiranya memang lebih efektif maka seluruh ASN/PNS harus legowo dan loyal atas keputusannya nanti kedepannya.
Namun, bila boleh sedikit memberi timbang saran, untuk alternatif membangun reformasi birokrasi yang efektif sebenarnya ada satu altenatif yang juga efektif.
Alternatifnya adalah melebur kementerian atau lembaga yang ada saat ini. Seperti diketahui untuk jumlah kementerian saja ada 34 kementerian dan jumlah ini masih terlalu gemuk, Â belum lagi ratusan lembaga lainnya, dan kerapkali malah terjadi semacam duplikasi tugas pokok atau kemiripan tugas pokok diantara para pegawainya.
Inilah sebenarnya yang bisa menjadi dugaan, mengapa banyak eselonisasi di tingkat Kementerian maupun lembaga baik pusat maupun daerah.
Bila berkaca dari negara lainnya didunia, lihat saja ternyata rata rata kementerian yang ada hanya berkisar 15 sampai 20 kementerian saja, lalu lembaga yang ada disesuaikan dengan kebutuhan saja.
Sehingga kerawanan duplikasi tugas pokok dapat dihindari dan lebih efektif dalam pelaksanaan dilapangan.
Sejatinya dengan rampingnya sejumlah kementerian dan lembaga juga akan mengkerucutkan birokrasi yang terlalu panjang dan dapat memaksimalkan fungsi jabatan struktural sesuai tugas pokok dan tanggung jawabnya.
Selain itu dapat lebih jauh menghemat anggaran negara daripada memangkas tingkat eselon, semisal satu kementerian atau lembaga pagu anggarannya berkisar Rp. 250 milyar maka bila dirampingkan akan lebih menghemat anggaran bermilyar milyar.
Memang perampingan ini juga membutuhkan waktu yang tidak sebentar dan termasuk berkaitan langsung dengan para pegawai didalamnya, yang tetap jumlah kuota pegawainya dihadapkan dengan dirampingkannya kementerian, maka satu kementerian jumlah pegawainya akan menjadi dua kali lipat.
Tapi secara anggaran kebutuhan malah anggaran yang dikeluarkan lebih irit dan ranah pencapaian peluang investasinya dan  pelayanan publiknya akan semakin mengkerucut ke titik utama dan kementerian dan lembaga tidak terlalu banyak atau gemuk.
Oleh karena itu, perampingan kementerian dan lembaga sejatinya juga efektif dalam mencapai tujuan reformasi birokrasi yang diinginkan sesuai tujuan.
Namun demikian, semuanya ini tinggal bagaimana pemerintah saja menjalankannya, bila memang memangkas eselon jauh lebih efektif maka apapun keputusannya nanti maka para ASN/PNS harus tetap mematuhi dan mentaati keputusan tersebut.
Semoga saja, rencana pemerintah kedepan memangkas eselon dapat berjalan dengan lancar, dan cita cita menciptakan reformasi birokrasi yang baik dapat tercapai, investasi dan layanan publik semakin optimal dan maksimal.
Semoga sedikit tulisan yang masih butuh banyak referensi ini dapat bermanfaat.
Salam hormat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H