Mohon tunggu...
Sigit Eka Pribadi
Sigit Eka Pribadi Mohon Tunggu... Administrasi - #Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#

#Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#Menulis sesuai suara hati#Kebebasan berpendapat dijamin Konstitusi#

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menyoal Fenomena Kekerasan pada Anak

17 Oktober 2019   18:03 Diperbarui: 17 Oktober 2019   18:25 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi anak generasi penerus bangsa | Dokumen hipwee.com

Perkembangan zaman yang ditandai juga dengan perkembangan kemajuan teknologi membawa dampak di berbagai aspek. Kemajuan teknologi tidak hanya berdampak positif bagi kehidupan manusia, namun dapat berdampak negatif bila tidak disikapi dengan baik dan bijak, karena apapun dampak yang dihasilkan dari semakin majunya teknologi tak dapat dihindari.

Dunia akan terus bergerak dinamis meninggalkan sejarah, dan terus berganti dengan sejarah baru, kemajuan peradaban suatu negara tentunya juga akan dilihat bagaimana dengan generasi penerusnya.

Inilah yang menegaskan bahwa pondasi masa depan bangsa adalah bagaimana mengenai generasi peradaban anak. Menghancurkan masa depan anak berarti membawa bangsa ke dalam jurang kehancuran masa depan bangsa dan peradaban manusia.

Bila melihat realita saat ini bahwa telah banyak  kekerasan, eksploitasi dan pengabaian terhadap hak-hak anak masih sering ditemui, anak masih mengalami kekerasan fisik dan mengalami kekerasan emosional.

Di sinyalir sesuai realita yang terjadi maka ada empat macam bentuk kekerasan pada anak. Bentuk-bentuk kekerasan itu, antara lain emotional abuse, verbal abuse, physical abuse, dan sexual abuse.

Berbagai macam kategori kekerasan inilah yang harus diwaspadai. Karena sejatinya anak-anak harus dijaga dari kekerasan dalam bentuk apapun.

Kekerasan emosi pada anak bisa terwujud dalam tindakan menelantarkan dan mengabaikan anak, biasanya banyak disebabkan karena kesibukan orangtua yang membuat anak mengalami pengabaian psikologis.

Hal ini berdampak signifikan. Sebab, tanpa hubungan dan komunikasi yang penuh kasih sayang dari orangtua kepada anak, maka akan membuat jarak diantara orangtua dan anak, sehingga membuat anak-anak haus akan belai kasih sayang, cinta, dari orang tua.

Sementara itu mengenai Kekerasan verbal, dapat terwujud dalam perkataan yang menyakiti hati anak, misalnya menghina dan mengejek anak.

Kemudian dalam kekerasan fisik merupakan tindakan yang menyakiti anak secara fisik, seperti memukul, menendang ataupun melukai anak dengan sengaja, padahal didikan keras seperti itu dari orangtua dapat tertanam dalam diri anak dan bukan tidak mungkin dikemudian hari dilakukan dan dipraktikkannya juga ketika mereka dewasa bahkan menjadi orangtua.

Sedangkan Kekerasan seksual pada anak dapat terjadi dalam bentuk tindakan memaksa anak untuk melakukan kegiatan seksual yang nyata. Misalnya aktivitas seksual (oral genital, genital anal atau  sodomi) termasuk insect.

Kekerasan seksual jenis ini, hingga saat ini masih marak terjadi, sehingga menimbulkan kekhawatiran para orangtua terhadap anak-anaknya.

Beberapa hal inilah yang menjadi catatan merah dunia perkembangan anak, sehingga mengundang reaksi keprihatinan. Karena kekerasan pada anak dapat mengganggu masa pertumbuhan. Kekerasan pada anak merupakan luka hati yang akan membekas di jiwa anak hingga masa-masa pertumbuhan selanjutnya.

Bila ditinjau dari aspek psikologis, anak- anak masih gampang untuk menyerap arus informasi yang ada di sekitar dan berdampak pula pada aspek kognitif seperti nalar dan logika berpikir anak, dalam kemampuannya berpikir untuk menyaring mana yang benar dan mana yang salah.

Berbagai faktor yang mempengaruhi seperti misalnya sumber informasi dan berita yang diperolehnya, tak sedikit ada yang mengandung unsur kekerasan dan justru malah akan berdampak pada terbangunnya mindset anak yang sedang dalam masa perkembangan, yang  akan menyebabkan terbentuknya pola pikir, bahwasanya kekerasan itu adalah suatu hal yang wajar dan biasa. Maka dari mindsetnya tersebut, akan membentuk intensitas keagresifan anak jadi mengalami peningkatan.

Bahkan fenomena pewarisan kekerasan antar generasi masih sering dijumpai dalam masyarakat, di mana orangtua masih ada yang melakukan kekerasan terhadap anaknya di rumah.

Terjadinya kekerasan terhadap anak dalam rumah tangga atau keluarga ini sejatinya adalah akibat dari rapuhnya tatanan keluarga seperti, tiadanya perhatian, kelembutan dan kasih sayang orangtua terhadap anak atau juga pertengkaran keluarga, perselisihan keluarga dan lain sebagainya.

Perlu jadi catatan penting, bahwa masa anak-anak merupakan masa terbentuknya pondasi kepribadian. Pada masa ini, anak-anak memiliki kemampuan merekam kejadian yang menyenangkan ataupun menyakitkan.

Sehingga tindak kekerasan pada anak dapat berpotensi mengancam kesejahteraan dan tumbuh kembang anak, baik secara fisik, psikologi sosial, maupun mental.

Bagaimanapun anak adalah tunas, potensi, dan generasi penerus cita-cita bangsa, memiliki peran yang strategis dalam menjamin eksistensi bangsa dan negara di masa yang akan datang.

Maka agar kedepan dapat memikul tanggung jawab tersebut, anak-anak perlu mendapatkan hak-haknya, anak harus mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara fisik, mental, sosial maupun spiritual, maupun pemenuhan semua kebutuhan yang berkaitan dengan hak-hak sebagai anak.

Perlu ruang yang kondusif dalam pertumbuhan dan perkembangannya dengan stimulasi serta lingkungan yang mendukung untuk proses tumbuh kembangnya tersebut, sehingga perkembangan kognitif, psikomotor, emosional, kreativitas, dan perkembangan sosial dan moral anak dapat bertumbuh dan berkembang dengan baik, karena secara penuh anak sejatinya menyerahkan hidupnya pada orangtuanya yang diharapkan dapat menjadi tempat bernaung yang aman bagi anak.

Faktor pengaruh media massa pada saat ini tidak dipungkiri turut berperan pada terjadinya tindak kekerasan anak, seperti melalui audiovisual dan cetak, menayangkan unggahan berbagai macam tindak kekerasan dalam sajian konten.

Saat ini, siapa pun dapat melihat dengan mudah di berbagai media apapun audiovisual, cetak serta mudahnya menyaksikan tindak kekerasan dalam konten dan tayangan seperti dramatisasi kriminalitas, sinetron yang menayangkan adegan-adegan kekerasan. Dari konten dan tayangan seperti inilah membuat anak memiliki kecenderungan untuk menginspirasi sekaligus meniru apa yang dilihat untuk dipraktikkan.

Kemudian juga di era ini, munculnya sebutan Fenomena generasi baru menjadi bahasan yang sering diulas oleh berbagai pihak, fenomena tersebut muncul seiring dengan kemajuan teknologi.

Seperti sebutan istilah generasi milenial generasi Y, ataupun generasi Z, hingga yang populer seperti Kids Zaman Now menjadi bahasa-bahasa kekinian yang menggambarkan perilaku anak-anak zaman sekarang yang dianggap lazim.

Jika merunut dengan perubahan zaman, tentunya adalah hal yang wajar, dalam setiap generasi anak mengalami perubahan mengikuti perkembangan zamannya.

Ini karena, suatu lingkungan dan keadaan dapat mengubah perilaku seseorang bahkan masyarakat. Namun sayangnya, keberadaan generasi masa kini ternyata tidak seaman generasi-generasi tempo dulu.

Seperti pada banyak kasus semakin banyak masalah yang mengancam fisik dan psikis anak. Kekerasan pada anak, pergaulan bebas, kenakalan remaja hingga persoalan kasus predator anak dan lain sebagainya.

Di sinilah tentunya peran pemerintah masyarakat dan khususnya orang tua untuk memastikan anak hidup dan tumbuh berkembang di lingkungan yang aman, karena anak sangat perlu dilindungi dan diberikan rasa aman berada dan berinteraksi dengan lingkungannya.

Sehingga sangat miris rasanya bila melihat banyaknya korban pelecehan seksual atau kekerasan pada anak ternyata ada didapati fakta bahwa pelakunya adalah orang-orang terdekat anak.

Disamping itu pada kasus lain seringkali anak dibatasi dan dikendalikam untuk tumbuh di luar bakat maupun keinginannya, sehingga terkadang dihadapkan dengan lingkungan dan teknologi yang semakin dinamis saat ini, anak bukannya tumbuh dan berkembang sesuai bakat namun malah menjadi tertekan, karena tidak diberikan kesempatan ruang dalam bergerak sesuai bakatnya.

Sejatinya mengenai hal ini tidak dapat dipandang sebelah mata, Sebab, suatu saat di masa depan, anak akan tumbuh dewasa dan menjadi orang tua.

Ketika tumbuh kembang anak mengalami berbagai kondisi tadi, maka anak yang demikian akan berpeluang menjadi sosok orang tua yang tidak dewasa kedepannya.

Eksistensi dan pengakuan bagi anak adalah sangat penting dalam prosesnya mencari jati dirinya, sehingga jika tak dihargai dan diakui didalam lingkungannya berinteraksi, maka akan kemana lagi anak mencari penghargaan dan pengakuan tersebut.

Maka bukan tidak mungkin anak akan keluar dari lingkungan tersebut ke tempat lain yang dapat menampung dan sesuai dengan hasrat dan keinginannya.

Pola asuh di zaman kemajuan teknologi saat ini tentunya sangat memerlukan perhatian yang khusus, karena bila lengah sedikit saja, anak bisa tersesat di jalan yang salah, anak perlu dilindungi dalam pengawasan.

Pola asuh dengan menggunakan kekerasan fisik, tidak lagi dapat diterapkan saat ini, maka pola asuh seyogianya haruslah lebih konstruktif seperti, membangun komunikasi yang hangat dengan anak, memperlakukan anak sebagai rekan, sahabat, dan sesuai dengan masalah dan usianya.

Seperti halnya komunikasi sangat perlu juga memperhatikan bagaimana bahasa berucap, bahasa gestur, bahasa mimik, dan bahasa makna kepada anak, sehingga pesan yang ingin disampaikan dapat diterima dengan baik oleh anak.

Dari hasil tersebut semua maka ada baiknya berharap agar semua tayangan dan konten media massa selain di sisi memperhitungkan nilai bisnis diharapkan juga dapat bertindak sangat bijaksana dalam memerhatikan aspek kemanusiaan yang setara.

Kemudian para keluarga-keluarga di Indonesia yang merupakan elemen dasar dari kelompok masyarakat perlu lebih interaktif dan edukatif dalam hubungannya dengan perlakuan terhadap anak, perlu peran dari orangtua dan keluarga terdekat yang memiliki kemampuan secara baik untuk memberikan nilai edukasi baik edukasi tentang spiritual maupun nonspritual.

Sehingga anak akan merasa aman di tengah lingkungannya, anak akan merasa didukung dan diberi ruang untuk mengembangkan bakatnya. Dukungan yang tulus tersebut akan dapat melahirkan kepercayaan diri dari anak untuk dapat mengenalkan dirinya dengan identitas yang positif di tengah lingkungannya.

Upaya preventif tersebut dalam rangka tindakan pencegahan sebelum terjadinya suatu kejadian kekerasan para anak sangat perlu dilakukan, tidak dipungkiri perkembangan zaman menjadikan anak masa kini dengan masa dulu atau zaman old dan zaman now mengalami pergeseran kebutuhan.

Perhatian dan kepedulian mengenai kekerasan anak sejatinya juga berada di pundak pemerintah mulai dari pemerintah pusat hingga pemerintah daerah dalam rangka mencari solusi yang terbaik bagi ruang tumbuh kembang anak yang kondusif.

Perlindungan hukum kepada anak secara preventif dapat diwujudkan dengan cara misalnya mnyediakan sarana dan prasarana untuk anak baik dilingkungan rumah atau lingkungan pendidikan dan lingkungan lainnya yang mudah dijangkau atau diakses oleh anak dan orangtua.

Keberadaan sarana dan prasarana yang layak untuk anak selain menjadi tempat bermain sesuai usia anak, akan dapat memberikan pemahaman anak bahwa ternyata masih terdapat lingkungan yang baik selain lingkungan rumah dan lingkungan pendidikan.

Tersedianya ruang bermain yang layak dapat menjadi pembentuk karakter anak yang bernilai positif, karena aktivitas anak yang sesuai usianya dapat membantu anak dalam belajar di alam, sehingga pulang dari sekolah anak tidak lagi mencari gadget, bermain tanpa diketahui keberadaannya dan orangtua dapat memantau langsung apa yang dilakukan anaknya dan dapat mendukung terwujudnya tumbuh kembang anak yang baik.

Kekerasan pada anak, merupakan masalah bersama bangsa dan akan terus ada jika tidak ada keperdulian bersama, pemahaman dan kepedulian masyarakat dan pemerintah harus seiring sejalan. Untuk itu sudah menjadi kewajiban bersama baik pemerintah, masyarakat maupun pihak-pihak terkait untuk bersinergi.

Melindungi anak tidak hanya sekadar melalui ucapan atau lisan, namun harus disertai tindakan nyata. Anak saat ini perlu pembekalan secara nyata, itu karena aktivitas yang dilakukan anak dengan kelenturan anak memahami apa yang dilihat yang berada di lingkungan adalah sebagian dari aktivitas anak pada zaman saat ini.

Anak adalah tempat menaruh harapan untuk melanjutkan apa yang telah menjadi rencana. Setiap anak yang terlahir di dunia, apabila dibekali ilmu yang baik mulai ilmu spiritual, akademik yang baik dan penuh rasa kasih sayang akan tumbuh dan berkembang dengan baik dan menjadi anak cerdas dalam mengambil suatu keputusan.

Anak adalah amanah Tuhan, yang tidak cukup dijaga hanya dengan doa, tetapi butuh ikhtiar atau usaha yang sungguh-sungguh. Karena anak adalah bagian dari amal yang akan dipertanggungjawabkan. Biarkan anak menjalankan ekspresi dengan caranya karena anak pemegang masa depan bangsa.

Semoga bermanfaat.

Sigit Eka Pribadi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun