Bermodalkan bantahan-bantahannya tersebut Anies berani menyatakan, bahwa PKL diperbolehkan berada di trotoar selama mengikuti peraturan Permen PUPR, dan juga memiliki banyak dasar hukum.
Maka Pemprov Jakarta dan seluruh Pemerintah Daerah Provinsi se-Indonesia harus mematuhinya, karena ini terkait Undang-undang, yah mesti wajib dipatuhi, tanpa terkecuali atau dengan persyaratan apapun, selama undang-undang masih melarang trotoar digunakan untuk menampung PKL maka Trotoar hanya digunakan untuk para pejalan kaki.
Seyogyanya Anies dapat mengembangkan ruang ide yang lain dalam menangani PKL misalnya menggalang mereka dalam satu tempat di pasar, ataupun wadah kreatif lainnya, janganlah mengorbankan hak pejalan kaki menggunakan fasilitas trotoar.
Bagaimana pejalan kaki bisa nyaman dan aman kalau Gubernurnya saja malah menjadikan trotoar mall praktek dan mall fungsi, bagaimana bisa Anies mau menegaskan aturan pada para pemotor yang sering menjadikan trotoar sebagi jalan raya. Kalau sudah begini pejalan kaki jadi semakin meradang saja jadinya.
Setidaknya masalah trotoar ini kurang lebih sama saja dengan apa yang menjadi masalah di pemerintah provinsi lainnya, oleh karena itu seharusnya juga dapat menjadi perhatian dan catatan, bahwa sejatinya fasilitas trotoar itu murni milik pejalan kaki.
Maka tegakkanlah aturan yang berkaitan dengan fasilitas trotoar bagi pejalan kaki. Kembalikan hak pejalan kaki dalam menggunakan trotoar. Hak pejalan kaki harus dibela bukannya malah dikebiri.
Jadi, secara umum dapat ditegaskan, apapun itu selama tidak ada undang-undang yang secara jelas dan detil mempertentangkan dengan aturan Undang-undang yang secara jelas telah menempatkan hak pejalan kaki mengenai fasilitas trotoar, maka dapat ditegaskan bahwa trotoar adalah milik pejalan kaki, titik.
Hanya berbagi.
Sigit.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H