Kemudian berdasarkan hasil ketetapan Undang undang no 15/1956 jumto Undang undang  nomor 5/1959 dan Undang undang darurat no 1957 jumto nomor 20/1957 jumto Undang undang nomor 23/1958 dan disempurnakan oleh hasil Konferensi Malino nama Irian Barat ditetapkan melalui UU no 1/PNPS/1962.
Selanjutnya berdasarkan hasil konferensi tersebut untuk mengatasi berbagai ketegangan bersenjata antara pihak pihak yang bersengketa maka atas prakarsa Dewan PBB dibentuklah Badan Penguasa Pelaksana Sementara di Irian Barat yaitu UNTEA atau United Nation Temporary Exekutive Authority.
Namun ketegangan bersenjata terus terjadi sampai akhirnya perundingan kembali digelar yaitu pada tanggal 26 Mei 1962 PBB mengumumkan konsep Ellswort Bunker yang akhirnya dikenal sebagai New York Agreemen yang memuat tiga hal pokok yaitu,
1.Pemerintah Belanda harus keluar dari Irian Barat dan menyerahkan kekuasaannya kepada UNTEA kemudian menyerahkannya kepada Pemerintah Republik Indonesia.
2.Tempat kedudukan dan status korps sukarelawan Irian Barat akan diatur oleh UNTEA dan pemerintah Republik Indonesia.
3.Penyelesaian akhir mengenai penentuan pendapat rakyat atau art of choice atau disingkat PEPERA didasarkan pada hak untuk menentukan nasib sendiri (Right of self determination).
Dan pada tanggal 15 Agustus 1962 pihak Belanda menyetujui dan menandatangani usulan tersebut di markas besar PBB di New York.
Dan pada akhirnya pada tanggal 1 Mei 1963 peran UNTEA di Irian Barat atau Papua berakhir yang ditandai dengan pengibaran bendera merah putih di lapangan imbi atau di samping tugu Komodor Laut Yos Sudarso sekarang ini dan ketegangan antara Belanda dan Indonesia berakhir.
Kemudian sebagai langkah terakhir sesuai dengan perjanjian New york pada tanggal 14 Juli sampai 4 Agustus 1969 pemerintah RI menyelenggarakan penentuan pendapat rakyat atau PEPERA di 8 Kabupaten Irian Barat yaitu Merauke, Fak fak, Sorong, Manokwari, Teluk Cenderawasih, Paniai, Jayawijaya dan Jayapura.
Penyelenggaraan PEPERA bertujuan untuk menentukan keabsahan satus hukum Irian Barat melalui pemilihan rakyat berdasarkan prinsip demokrasi sesuai persetujuan New York, apakah tetap bergabung bersama Indonesia atau memutuskan hubungan dengan Indonesia dan berdiri sendiri.
Namun setelah diadakan pemilihan dapat diperoleh hasil bahwa mayoritas warga Papua memilih bergabung dengan Republik Indonesia.