“Kalau kau tak bisa, kami bisa membungkam mulutnya untukmu!”
“Berhentilah, dia hanya anak kecil. Dia akan menyesal ketika ia dewasa nanti!”
Tapi kekecewaan dan kemarahan terlanjur melumuri suasana hati mereka. Dua gol Zidane dan teriakan Eva yang girang menyambutnya membuat suara menghujat Ricardo terus bersahutan.
“Suruh anakmu yang berhenti, atau tivimu akan kami hancurkan!
“Kuperingatkan kau!”
Suasana mencekam di rumah Felix kini bukan hanya karena dua gol Zidane yang menenggelamkan semangat mereka, menenggelamkan harapan Brasil menjuarai Piala Dunia 1998 di tanah Perancis. Tapi juga karena teriakan girang Eva menyambut gol Zidane yang membuat mereka melontarkan makian dan kebencian. Mereka tak peduli selain kekecewaan perasaan mereka karena kemenangan Brasil sepertinya terasa kian berat setelah dua gol Zidane.
Babak pertama usai dengan kedudukan 2 – 0 sementara untuk tuan rumah Perancis. Beberapa orang ada yang pergi karena mereka tak yakin jika Brasil akan bisa mengembalikan kedudukan. Mencetak satu gol saja sepertinya sulit dilakukan, sekarang mereka harus membuat tiga gol jika ingin Piala Dunia kembali pulang ke tanah Brasil.
Tapi sebagian besar terus bertahan karena mereka percaya Brasil akan menang. Dan tiupan peluit dimulainya babak kedua kembali membuncahkan harapan itu. Luis yang tak ubahnya komentator tivi di rumah Felix itu mengatakan sesuatu yang mempengaruhi orang-orang di sana.
“Di ruang ganti, pelatih sudah mempersiapkan strategi untuk babak kedua. Babak pertama memang milik Perancis, tapi babak kedua milik Brasil!” kata Luis berapi-api.
“Hidup Brasil!”
“Hidup Brasil!”