Sejarah TKI
Pengiriman TKI ke luar negeri ternyata sudah lama terjadi, jauh sebelum Indonesia merdeka, dan masih dijajah oleh Belanda, untuk pertama kalinya Belanda mengirimkan TKI ke negara Suriname yang juga merupakan jajahan Belanda, pada tahun 1890 sampai 1939, keseluruhan TKI yang dikirim di antara tahun tersebut adalah 32.986. Mereka bekerja sebagai buruh kontrak. Sehingga wajar sampai sekarang di Suriname ada komunitas masyarakat Indonesia yang fasih berbahasa Jawa.
Ternyata setelah merdeka pun, pengiriman TKI masih berlangsung, lambat laun hal ini menjadi urusan negara, pada 3 Juli 1947 menjadi tanggal bersejarah bagi lembaga Kementerian Perburuhan dalam era kemerdekaan Indonesia. Melalui Peraturan Pemerintah No 3/1947 dibentuk lembaga yang mengurus masalah perburuhan di Indonesia dengan nama Kementerian Perburuhan. Pada masa awal Orde Baru Kementerian Perburuhan diganti dengan Departemen Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Koperasi sampai berakhirnya Kabinet Pembangunan III. Mulai Kabinet Pembangunan IV berubah menjadi Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, sementara Koperasi membentuk Kementeriannya sendiri. Selanjutnya dapat dikatakan, pada masa kemerdekaan Indonesia hingga akhir 1960-an, penempatan Tenaga Kerja Indonesia ke luar negeri belum melibatkan pemerintah, namun dilakukan secara orang perorang, kekerabatan, dan bersifat tradisonal. Penempatan TKI yang didasarkan pada kebijakan pemerintah Indonesia baru terjadi pada 1970 yang dilaksanakan oleh Departemen Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Koperasi dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No 4/1970 melalui Program Antarkerja Antardaerah (AKAD) dan Antarkerja Antarnegara (AKAN), dan sejak itu pula penempatan TKI ke luar negeri melibatkan pihak swasta (perusahaan pengerah jasa TKI atau pelaksana penempatan TKI swasta). (Sumber: http://www.bnp2tki.go.id/berita-mainmenu-231/berita-foto-mainmenu-31/4054-sejarah-penempatan-tki-hingga-bnp2tki-.html) TKI Terhormat Sebenarnya tidak ada masalah, ketika Tenaga Kerja Indonesia yang dikirim mempunyai Skill atau keahlian tertentu. Tetapi untuk menjadi Pembantu Rumah Tangga (PRT) di Negara orang, saya tidak sependapat, karena pekerjaan PRT itu lebih kepada 'perbudakan', di mana seorang budak tidak punya martabat dan harga diri, sepenuhnya milik majikan yang notabene lain negara. Dan ini tidak berprikemanusiaan yang adil dan beradab. Maka wajarlah banyak kejadian kejadian yang tidak diinginkan, dan memperburuk citra negara kita. Menjadi tantangan tersendiri untuk pemerintah kita, agar terus diadakan lapangan pekerjaan untuk kita orang-orang asli Indonesia, jangan sampai orang-orang asing menempati dan menduduki tempat tempat yang sebenarnya hak dan milik warga negara Indonesia. Stop pengiriman PRT ke Luar Negeri!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H