3. Membanding-bandingkan anak.
Siapa sih yang tidak pernah dibanding-badingkan sama orang tuanya? Kalau iya, selamat! Kamu beruntung. Tapi serius deh, kalau dibanding-bandingin gitu bukannya malah menambah semangat seperti yang diharapkan orang tua, itu malah bikin anak minder/kesal. Rasanya kayak sedang dituntut harus sempurna gitu. Padahal kan yang namanya manusia ya pasti punya kelemahan/kekurangan, dong. Masa iya kita semua harus jadi anak yang bisa melakukan semuanya tanpa ada kekurangan?
Saya juga tau, sebenarnya orang tua mau anaknya jadi yang terbaik. Tapi kalau caranya dengan membanding-bandingkan anak, itu sangat tidak baik dan bisa dibilang toxic. Saya juga paham kalau anak memang butuh di push/dorong supaya lebih semangat/bisa memaksimalkan potensi mereka, tapi PLEASE saya mohon semohon-mohonnya jangan bandingin anak sama orang lain. Akan jauuuuh lebih baik kalau orang tua membuat semacam prize kalau anak mencapai target.Â
Jadi misal, sang anak malas-malasan. Nah, daripada orang tua mengatakan "ih, kamu tuh ya males banget sih.. liat tuh si A, rajin, pinter, sopan lagi", lebih baik kalian mengatakan "nak, mama/papa punya challenge. Kalau kamu rajin belajar selama sebulan, nanti mama/papa belikan mainan/makanan favorit kamu". Bagaimana? Selain perkataan orang tua jadi terdengar lebih baik, positif, dan mendukung, sang anak juga pasti akan lebih semangat karena ada suatu goals/prize yang ingin mereka dapatkan/capai.
Nah, gimana teman-teman Kompasianer yang masih anak-anak/remaja seperti sayaa? Kalian bisa relate kah? Dan untuk yang sudah menjadi orang tua, saya harap tulisan saya ini bisa bermanfaat/membantu. Sekian, terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H