Hai Kompasianer! Pernahkah kalian merasa kecewa dengan orang tua kalian? Atau pernahkah anak kalian kecewa terhadap kalian? Rasa kekecewaan ini sering terjadi di sebuah keluarga. Namun, apakah yang sebenarnya membuat anak bisa merasa kecewa dengan orang tua mereka? Berikut 3 hal yang sering dilakukan oleh orang tua kepada anak yang bisa membuat mereka kecewa :
(Saya menulis ini dari perspektif saya sebagai anak dan sebagai pengingat, tidak semua orang tua melakukan hal ini, tapi saya melihat banyak sekali orang tua melakukan 3 hal di bawah kepada anaknya)
1. Janji palsu.
Saya yakin banyak anak yang pernah dijanjikan untuk dibelikan sesuatu tapi ternyata tidak jadi. Orang tua seringkali mengatakan hal seperti "cup, cup, jangan nangis ya, nanti kalau enggak nangis mama belikan es krim" kepada anak-anak. Tapi, ujung-ujungnya apa yang didapat sang anak? "Maaf ya dek, toko es krimnya tutup.. mama belikan lain kali saja ya". Sebagai anak, kita tentu merasa sedih.. kita sudah mengikuti perkataan ibu/ayah, tapi malah tidak mendapat apa-apa.
Memang sih, sebagai orang tua yang sudah lelah bekerja dan merawat anak non-stop selama 24 jam pasti ada rasa jengkel pada anak bila mereka rewel/tidak bisa diam, tapi kalau orang tua keseringan/kebiasaan membuat janji palsu seperti ini, anak bisa punya trust issue/keraguan terhadap orang tua. Parahnya lagi kalau sang anak sampai tidak percaya dengan orang tuanya lagi.
2. Tidak bisa menemani.
Pernah tidak sih teman-teman ngajak orang tua entah untuk mengobrol, menemani main, dsb tapi jawaban yang kalian dapat hanya "enggak bisa, papa sibuk" atau "mama capek, minta papa aja" dan masih banyak lainnya. Apa sih yang anak rasakan kalau digituin? Anak bisa merasa dirinya tidak penting, dia tidak diperdulikan, bahkan merasa tidak disayang oleh orang tuanya, lho!
Saya juga paham sih, sebagai orang tua, mereka harus bekerja keras untuk mencari nafkah (kalau ibu rumah tangga harus kerja keras mengurus rumah, seperti menyapu, mengepel, dll). Tapi kan kita sebagai anak pasti mau gitu ada waktu spesial buat bonding/family time/sekedar ngobrol aja sama orang tua gitu.Â
3. Membanding-bandingkan anak.
Siapa sih yang tidak pernah dibanding-badingkan sama orang tuanya? Kalau iya, selamat! Kamu beruntung. Tapi serius deh, kalau dibanding-bandingin gitu bukannya malah menambah semangat seperti yang diharapkan orang tua, itu malah bikin anak minder/kesal. Rasanya kayak sedang dituntut harus sempurna gitu. Padahal kan yang namanya manusia ya pasti punya kelemahan/kekurangan, dong. Masa iya kita semua harus jadi anak yang bisa melakukan semuanya tanpa ada kekurangan?
Saya juga tau, sebenarnya orang tua mau anaknya jadi yang terbaik. Tapi kalau caranya dengan membanding-bandingkan anak, itu sangat tidak baik dan bisa dibilang toxic. Saya juga paham kalau anak memang butuh di push/dorong supaya lebih semangat/bisa memaksimalkan potensi mereka, tapi PLEASE saya mohon semohon-mohonnya jangan bandingin anak sama orang lain. Akan jauuuuh lebih baik kalau orang tua membuat semacam prize kalau anak mencapai target.Â
Jadi misal, sang anak malas-malasan. Nah, daripada orang tua mengatakan "ih, kamu tuh ya males banget sih.. liat tuh si A, rajin, pinter, sopan lagi", lebih baik kalian mengatakan "nak, mama/papa punya challenge. Kalau kamu rajin belajar selama sebulan, nanti mama/papa belikan mainan/makanan favorit kamu". Bagaimana? Selain perkataan orang tua jadi terdengar lebih baik, positif, dan mendukung, sang anak juga pasti akan lebih semangat karena ada suatu goals/prize yang ingin mereka dapatkan/capai.
Nah, gimana teman-teman Kompasianer yang masih anak-anak/remaja seperti sayaa? Kalian bisa relate kah? Dan untuk yang sudah menjadi orang tua, saya harap tulisan saya ini bisa bermanfaat/membantu. Sekian, terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H