Mohon tunggu...
S Eleftheria
S Eleftheria Mohon Tunggu... Lainnya - Penikmat Literasi

***NOMINEE BEST IN FICTION 2023*** --- Baginya, membaca adalah hobby dan menulis adalah passion. Penyuka hitam dan putih ini gemar membaca tulisan apa pun yang dirasanya perlu untuk dibaca dan menulis tema apa pun yang dianggapnya menarik untuk ditulis. Ungkapan favoritnya, yaitu "Et ipsa scientia potestas est" atau "Pengetahuan itu sendiri adalah kekuatan", yang dipaparkan oleh Francis Bacon (1561-1626), salah seorang filsuf Jerman di abad pertengahan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kemerdekaan Saipudin dari Balik Cermin

24 Agustus 2024   15:03 Diperbarui: 24 Agustus 2024   19:23 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi  cerpen Kemerdekaan Saipudin dari Balik Cermin| sumber gambar istockphoto

Namun, huru-hara terjadi di luar. Tanpa diduga, seorang pria berpakaian hitam dengan masker wajah masuk menyerobot ke ruangan Saipudin.

"Maafkan saya, Pak. Dia memaksa masuk." Asisten Saipudin berkata gemetar. Saipudin pun tidak siap menghadapi situasi yang tiba-tiba berubah begitu drastis.

Dengan cepat, pria berpakaian hitam itu mengeluarkan sebuah dokumen dari tasnya dan meletakkannya di atas meja. Tanpa berbicara sepatah kata pun, pria itu keluar terburu-buru dari ruangan.

Saipudin merasa heran dan penasaran. Ia membuka dokumen itu dan menemukan surat yang tertera nama Sigit Wardana. Surat itu berisi pengakuan bahwa Sigit telah bekerja sama dengan pihak berwenang untuk mengumpulkan bukti-bukti terhadap Saipudin.

"Sigit sialan!"

Namun, ada sesuatu yang lebih mengejutkannya. Di dalam surat tersebut tertulis bahwa Saipudin telah diatur untuk "bersembunyi" di depan mata publik sebagai bagian dari rencana besar untuk mengekspos korupsi pejabat-pejabat penting lainnya.

Ya, Saipudin telah menjadi alat dalam permainan kekuasaan yang lebih besar---dan itu di luar kendalinya. Selama ini, semua tindakan dan keputusannya ternyata telah dirancang untuk menjerat dan membongkar jaringan korupsi yang jauh lebih luas. Seluruh kemerdekaannya yang ia banggakan selama ini ternyata hanyalah bagian dari skema besar yang melibatkan banyak pihak.

Saipudin merasa dunia sekelilingnya hancur berantakan. Ia menyadari bahwa kemerdekaan yang selama ini ia anggap miliknya ternyata sebuah ilusi.

Saat pihak berwenang mulai mendekati rumahnya, Saipudin hanya bisa tertawa pahit. Ia telah memainkan permainan ini dengan semua aturan yang salah. Kini ia harus membayar harga dari semua kebanggaan dan kekuasaan yang ia raih melalui cara yang sangat mahal.

Pintu ruangan kerjanya terbuka. Komisi Pemberantas Korupsi mulai memasuki tempat itu. Saipudin melihat cermin besar di sudut ruangan dan menyadari betapa besar perubahannya. Di cermin itu, ia melihat dirinya bukanlah seorang pejabat tinggi, tetapi seorang lelaki yang tidak dapat melarikan diri dari kenyataan pahit, yang telah ditentukan oleh permainan yang ia mainkan sendiri.

---

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun