Mohon tunggu...
S Eleftheria
S Eleftheria Mohon Tunggu... Lainnya - Penikmat Literasi

***NOMINEE BEST IN FICTION 2023*** --- Baginya, membaca adalah hobby dan menulis adalah passion. Penyuka hitam dan putih ini gemar membaca tulisan apa pun yang dirasanya perlu untuk dibaca dan menulis tema apa pun yang dianggapnya menarik untuk ditulis. Ungkapan favoritnya, yaitu "Et ipsa scientia potestas est" atau "Pengetahuan itu sendiri adalah kekuatan", yang dipaparkan oleh Francis Bacon (1561-1626), salah seorang filsuf Jerman di abad pertengahan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kemerdekaan Saipudin dari Balik Cermin

24 Agustus 2024   15:03 Diperbarui: 24 Agustus 2024   19:23 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi  cerpen Kemerdekaan Saipudin dari Balik Cermin| sumber gambar istockphoto

Saipudin meresapi aroma merdeka dari kamar mewah, tempat istirahatnya separuh dekade terakhir. Bayangan dirinya terpantul jelas di cermin besar, di sudut ruangan. Bayangan itu bersetelan jas hitam, berdasi merah, dan bersepatu kulit mengilap, dan terlihat gagah sebagai pejabat tinggi di satu wilayah kota. Di sampingnya, di atas meja kerja, dokumen-dokumen penting menumpuk. Beberapa dokumen lain berlabel "RAHASIA" tersimpan rapi di laci terkunci. Saipudin tersenyum ringan. Ia tampaknya berhasil menyembunyikan beban moral yang terus-menerus mengusiknya.

Pintu ruang kerja Saipudin diketuk perlahan. Seorang asisten muda masuk dengan raut wajah sigap.

"Permisi, Pak. Sudah waktunya."

Saipudin mengangguk. Ia tahu apa yang harus dilakukan. Ia melangkah keluar, meninggalkan ruang kerjanya. Keyakinannya penuh bahwa segala sesuatunya telah diatur sempurna.

Hari itu perayaan kemerdekaan negeri. Semua lapisan masyarakat berkumpul di alun-alun kota. Panggung utama berdiri, berhias bunga-bunga segar dan kain sewarna bendera bangsa yang melambai-lambai tertiup angin. Para petugas upacara telah bersiap menunggu perintah pimpinan untuk mengibarkan bendera pusaka. Sementara, para pejabat dan tokoh-tokoh penting lainnya sudah duduk memenuhi panggung, tersenyum berseri-seri dan semringah, senyum dari wajah yang sesungguhnya memakai topeng---dan masing-masing mungkin sama-sama tahu tentang itu.

Ketika tiba di panggung, Saipudin disambut penghormatan oleh semua yang menunggu kehadirannya. Wajah-wajah jelata di pinggir lapangan pun memandangnya penuh harap. Bagi kaum marginal, Saipudin bagai sosok pahlawan yang menjamin kesejahteraan hidup. Mereka senang, tentu saja, sebab bantuan sosial pemerintah kota selalu mereka dapatkan acap tiga bulan sekali meski dana yang dipergunakan berasal dari hasil pajak mereka-mereka juga.

Upacara pun terlaksana rapi dan tertib. Sang Saka berkibar gagah di tiang tertinggi, diiringi lagu kebangsaan yang dinyanyikan semangat oleh seluruh peserta.

Setelah rangkaian upacara selesai, tibalah saatnya Saipudin berdiri tegak di depan mikrofon menghadap massa yang tumpah. Ia menyampaikan pidatonya secara diplomatis dan lugas.

"Kita sebagai bangsa yang merdeka harus terus mengingat pengorbanan para pahlawan. Kemerdekaan ini tidak datang dengan mudah. Sudah seharusnya kita mengisi kemerdekaan ini dengan hal-hal positif."

"Sebagai pemimpin," lanjutnya, "kita harus menjadi contoh dalam berbuat jujur dan adil. Kita harus memastikan bahwa kemerdekaan ini dirasakan oleh semua lapisan, terutama mereka yang berada di bawah. Selama ini mungkin merasa tertinggal."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun