Hari sudah larut. Ia ingin tetap terjaga, apalagi sudah tidak ada tugas bangun di pagi hari. Saluran televisi yang menayangkan film thriller tentang pembunuhan sadis menjadi pilihannya. Ia lantas menontonnya dan bersantai.
Baru separuh jalan, matanya terasa berat saat mendengarkan suara-suara bising di kepala. Entah mengapa, sakit kepalanya timbul, tetapi ia tidak ingin berpikir bahwa dirinya telah tertidur.
Tiba-tiba ia berseru lantang dan otot matanya mengencang ketika tengah menyadari berada di depan kemudi mobil butut yang menabrak pohon besar di pinggir jalan. Ia tidak mengetahui mengapa bisa sampai di sana, padahal ingatan terakhirnya jelas-jelas duduk di depan televisi.
Ia segera memutar kunci mobil, tetapi mesin tidak mengeluarkan bunyi. Hampir dua puluh menit mencobanya, tidak pula berhasil.
Dirogohnya saku celana bermaksud mengambil ponsel agar bisa menghubungi bantuan seseorang. Ponselnya tidak ada!
Ia kemudian mencarinya di dashboard dengan seksama, tetap tidak ditemukan. Ia yakin sekali tidak pernah meninggalkan rumah tanpa ponsel. Kembali ia memeriksa saku celana, anehnya, malah menemukan selembar nota kecil.
Matanya melebar ketika mengenali tulisan tangannya sendiri di atas kertas itu. Heran sekali, ia tidak ingat kapan pernah menulisnya.
Temukan batu besar di kiri jalan, jembatan, dan rumah!
Petunjuk di kertas itu membingungkan, tetapi ia tahu harus bergegas mencari pertolongan.
Di luar mobil, angin bertiup kencang, langit pun menjatuhkan rintik. Ia mengamati sekeliling, sepi, lalu mencoba mencari tahu arah mana yang hendak dituju.
Ia berjalan dan berjalan. Ketika berhasil menemukan batu besar di sisi kiri jalan, hatinya bersorak. Setelah yakin batu itulah yang dimaksud, ia kembali berjalan.