Makin ke sini Yuni makin menjadi mahasiswa paling rajin yang selalu siap dengan banyak pertanyaan. Kadang-kadang pertanyaannya dibuat-buat hanya untuk bisa berbicara dengan dosen idolanya itu, padahal materi yang dijelaskan sudah sangat terang benderang.Â
Buat Yuni, setiap kesempatan untuk berinteraksi dengan Pak Andi, meskipun hanya sebentar, itu adalah sesuatu yang amat berharga. Setiap jawaban yang diberikan bagaikan pelukan tak langsung dari sosok yang ia cintai diam-diam.
"Mas ... eh, Pak, kenapa gaya bahasa dalam puisi Chairil Anwar begitu menggugah dan intens?" tanya Yuni dengan wajah menggemaskan.
Alamak! Pak Andi tersenyum dan sukses membuat jantung Yuni berdegup kencang.
"Begini, gaya bahasa dalam puisi Chairil Anwar begitu menggugah karena ia mampu memadukan kekuatan kata-kata dengan emosi yang mendalam. Setiap bait puisinya seperti pukulan yang menghantam langsung ke dalam jiwa pembacanya, membangkitkan rasa-rasa yang terpendam dan memaksa kita untuk merenungkan makna kehidupan dan cinta."
Yuni makin terhanyut ke dalam figur elok nan menawan, sementara penjelasan Sang Dosen menguap entah ke mana. Semua kata-kata indah tentang puisi Chairil Anwar telah berubah menjadi nyanyian cinta yang mendayu-dayu di telinga Yuni. Ah, Pak Andi, pesonamu memang sungguh memabukkan.
Hari demi hari, perasaan Yuni kepada Pak Andi makin mendalam dan sulit dijelaskan. Ia sering mencari-cari alasan untuk bertanya tentang tugas atau makalah, semacam bagaimana menulis esai yang baik atau meminta pendapat untuk ide skripsi.
Meski sempat berpikir, jangan-jangan Pak Andi mulai curiga dengan modusnya, tetapi Yuni tidak peduli. Asal bisa dekat dan bisa mendengar suara pak dosen, ia sudah senang.Â
Pak Andi penyemangatnya dalam mempelajari sastra. Siapa tahu, suatu hari nanti, Pak Andi menyadari keistimewaan dirinya bagi Yuni, pun sebaliknya. Jika Tuhan berkehendak, semua tidak ada yang tidak mungkin, bukan?
Namun, kebahagiaan itu tidak berlangsung lama. Kabar mengejutkan datang. Dunia mendadak runtuh di depan mata Yuni.