Ya, kali ini hanya menonton, bukan hal yang berlebihan. Maka, ketika bertemu dengannya di kantor, aku menyepakatinya untuk pergi berdua pada Sabtu malam. Tapi, apakah ini seperti ajakan berkencan?
Tidak ada yang membuatku hampir satu jam bolak-balik di depan kaca, berdandan, dan bergonta-ganti pakaian, selain karena Glen yang menepati janji menjemputku pukul tujuh malam. Apalagi ketika melihatku, dia seperti terkejut. Mungkin aku terlihat berbeda menurutnya. Â
"Kamu ternyata bisa tampil cantik, Sher." katanya.
"Jangan menghina dibalik gombalan."
"Hei, aku menilaimu jujur. Malam ini kamu cantik sekali."
Baru kali ini kurasa mukaku bersemu merah di hadapannya, meski aku yakin yang terlihat olehnya sapuan blush on di pipi, tetapi setidaknya, malu-maluku tidak kentara.
Namun, terus terang, sepanjang perjalanan, sepanjang menonton film, aku merasakan detak jantungku yang tidak karuan. Sudah sangat lama aku menjatuhkan hati kepada Glen, tapi aku tidak mau berujung kecewa. Tidak! Aku tidak ingin Glen bagian dari wujud kekecewaan itu. Jadi, aku harus bagaimana? Â
Setelah kami keluar dari gedung bioskop, aku berusaha berbincang senormal mungkin.
"Aku sama sekali bukan penggemar film, tetapi aku tahu kapan harus menyukai sesuatu," kataku,Â
"Maksudmu, filmnya buruk?"Â
"Aku tidak mengatakannya demikian. Mungkin seleraku saja yang buruk. "