"Tidak apa-apa. Aku memakluminya. Sekali lagi, maafkan aku, Grey."Â
Kamu pamit, menyudahi obrolan kita. Teh di cangkirmu juga sudah habis. Aku mengutuk diriku sendiri, mengapa harus menjawab senaif itu. Oh! Mungkinkah suatu hari nanti cangkir teh yang kosong bisa kuisi kembali?
***Â
Aku kembali ke mobil. Rasanya langit benar-benar runtuh. Dinding hatimu sudah teramat keras, sementara sekarang akulah yang rapuh.Â
Cincin di  tanganku seharusnya tadi tidak kupasang karena aku hanya berpura-pura masih bersama Haris, padahal pernikahan keduaku hanya bertahan empat tahun dan Haris sudah menemukan tambatan hati baru.Â
Barangkali, ini yang dinamakan kutukan pernikahan, saat aku meninggalkanmu hanya untuk sebuah ego. Sekarang, perasaanku seperti cangkir teh kosong yang mungkin tidak pernah terisi lagi.
Aku membenci diriku. Â
***Â
-Shyants Eleftheria, Life is A Journey-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H