***Â
"Hai! Aku sudah menunggumu, Suzzy, masuklah!"Â
Aku berusaha setenang mungkin kendati mencoba menghalau kecanggunganku. Semoga kamu tidak melihatku begitu, walaupun kamu sendiri terlihat seperti orang yang salah tingkah.
Aku lalu mengajakmu ke ruang pantry, mempersilakanmu duduk, sementara aku menyeduh minuman hangat.
"Gula?" tawarku.
"Oh, aku sudah tidak lagi mengonsumsinya beberapa waktu lalu."
"Baguslah, tubuhmu lebih langsing sekarang."
Dua cangkir teh kuletakkan di meja tempat aku dan kamu duduk berhadapan. Keheningan sesaat hadir, lalu dipecahkan oleh suara seruput dari mulutmu yang seolah-olah hendak melunturkan warna bibirmu.Â
"Tehmu selalu enak," katamu.
"Karena aku ingin membuat teh yang nikmat, setidaknya untuk diriku sendiri."
Kamu terdiam, sepertinya kamu menelan ludah. Lantas, kamu melihat-lihat dinding ruangan di sebelah kiri, tempat foto-foto lampau kita terpajang. Oh, aku lupa, seharusnya tadi kuturunkan dulu supaya tidak teramat kentara bahwa aku tidak pernah menyingkirkan bingkai-bingkai nostalgia kita.