"Ya, Dokter. Sialnya, Haris masih berdiri di depan pintu kamar dan menghalangiku. Aku pikir dia akan menghajarku seketika, ternyata tidak. Aku tidak tahu tiba-tiba saja dia melemah dan memohon agar aku memaafkan perilakunya. Ketika aku berkata tidak, saat itulah dia berubah lagi. Dia benar-benar seperti orang kerasukan dengan mencengkeram leherku, menampar pipi, melukai bibirku, meninju mataku, menjambak rambutku, dan merobek-robek bajuku. Aku panik dan mencoba melawannya. Aku meraih benda yang paling dekat, tempat lilin tembaga di atas meja hias, lalu memukulnya sekeras mungkin di sekitar kepalanya sampai dia terjerembab. Saat itulah aku memanggil polisi. Tapi, Dokter---"
"Tapi, kenapa?"
"Ketika polisi tiba, aku justru khawatir mereka akan menangkapku karena menyerang Haris dan hampir membunuhnya. Syukurlah, polisi bisa melihat kalau aku adalah korban kekerasan dalam rumah tangga. Oh, polisi sangat profesional dan itu membuatku merasa aman dan terlindungi. Bertahun-tahun menerima pelecehan dari Haris, bahkan setiap hari sebagian dari diriku seperti mati rasa. Entahlah, apakah setelah ini aku dapat membangun kembali hidupku lagi dengan kewarasan, Dokter?"
"Ya, tentu saja, Suzan. Sepertinya kamu sudah terbiasa dilecehkan sehingga hampir terasa normal bagimu. Apa yang pantas kamu dapatkan adalah keamanan sehingga tidak membuat hidupmu menjadi bodoh."
Aku senang dan puas ketika dokter Emily menyimpulkan aku adalah korban yang berani, yang telah mengatakan cukup banyak meskipun hal itu sangat sulit untuk dilakukan. Aku telah berhasil keluar dari hubungan beracun. Sudah saatnya aku merasa bangga sebagai awal dari cara baru untuk melihat diriku sebagai "Suzan sejati" yang diizinkan untuk hidup bebas dan bahagia.
Jika kemudian Haris menceritakan semuanya yang sebenar-benarnya, cerita yang berkebalikan dengan pernyataanku, bahwa akulah yang selalu mengintimidasi hidupnya dan menyakitinya, tetapi aku seperti merasa yakin tidak akan ada satu pun yang percaya kepadanya sebab pelecehan dan kekerasan yang terjadi kepada kaum laki-laki dalam kehidupan rumah tangga sering kali dianggap sebagai sesuatu yang terdengar konyol, walaupun kuakui itu benar terjadi.
Jadi, aku cukup berbangga dengan diriku, dengan segala pembelaanku yang menakjubkan. Ketika tubuh Haris roboh dan kepalanya berdarah karena hantaman keras tembaga, saat itulah terbersit di pikiranku untuk menyakiti diriku sendiri.Â
Ya, akulah yang menampar pipiku berulang-ulang hingga merah, melukai bibirku hingga  mengeluarkan darah, meninju mataku hingga lebam, menjambak rambutku hingga acak-acakan, dan merobek-robek bajuku, supaya cerita tentang pelecehan dan kekerasan dalam rumah tangga itu benar-benar natural terjadi.Â
Kenyataannya, selama ini dia adalah korban keegoisanku. Dialah yang harus memenuhi daftar keinginanku. Itu karena aku muak hidup bersama laki-laki lemah. Aku ingin menggugat diamnya.
Pagi ini, kukembangkan senyumku tipis-tipis saja, kemudian mataku menyalakan kemenangan.
---