"Kapan ulang tahunmu, Nak? Maafkan, Ibu lupa."
Pertanyaan Ibu sungguh tidak kuduga. Aku terenyuh dan mengatakan kepadanya kalau ulang tahunku bukanlah hal yang penting, asalkan Ibu sembuh dan kembali bersemangat, seperti dia menyemangatiku untuk terus bersekolah dan bisa melanjutkan ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Aku memang ingin sekali berkuliah di jurusan Ilmu Komunikasi.
Dan, tepat hari ini aku berulang tahun ke tujuh belas. Ibu membuat kue istimewa. Kami berdua merayakannya di ruang keluarga dengan sederhana dan bahagia meskipun tanpa dekorasi ruangan, meski juga tanpa Bapak.
"Bukalah!"
Ibu lalu menyerahkan sebuah kotak hitam berpita biru kepadaku seolah-olah sudah dipersiapkannya sejak lama. Mataku membelalak karena tidak percaya tatkala tanganku membuka kotaknya dan mengeluarkan gulungan piagam penghargaan lombaku yang dulu sempat kubuang. Sekarang piagam itu kembali menyatu dengan selotip bening. Ibu? Ternyata dia menemukannya dan menyimpannya.
Aku juga mengeluarkan amplop putih, tebal sekali. Sekali lagi, jantungku seperti ingin lepas ketika melihat di dalamnya terdapat setumpuk uang serta satu lembar brosur produk bergambar... laptop.
"Ya, Tuhan!"
Seketika aku memeluk Ibu dan menangis kencang. Kurasa, inilah tangisanku yang paling menyesakkan. Maafkan aku, Bu.
---
Shyants Eleftheria, Life is A Journey
Seseorang yang hanya ingin dikenal melalui karyanya saja.Â