Kurasa Ibu benar-benar tidak memiliki waktu luang lagi untukku. Bekerja sejak pagi hingga malam, tubuhnya pasti terlanjur lelah. Seharusnya aku tidak membebaninya lagi dengan apa yang ingin kubicarakan.
Selanjutnya, aku mencari Katty. Aku tidak tahu, apakah Katty bisa kujadikan teman bicara atau tidak. Selama ini, aku belum sekalipun berbicara lama dengannya. Dia selalu asyik dengan dirinya sendiri. Seperti malam ini, dia sedang duduk bermain ponselnya ketika aku membuka kamarnya.
"Bisakah kau tidak mengejutkanku, Idiot? Kau membuatku kalah di permainan ini!"Â
"Mengapa kau selalu marah?"Â
"Karena kau tidak menyenangkan sepanjang hari."
"Oke. Jika ada yang membuatmu marah sepanjang hari, kau bisa bicara denganku."
"Tidak, tidak akan. Aku tidak bisa."
"Kenapa?"
"Karena kau idiot dan aku tidak berbicara dengan orang idiot sepertimu. Sebaiknya kau jangan menggangguku."
Katty berdiri dan mengempaskan ponselnya ke kasur, lalu mendorong tubuhku keluar dari kamarnya. Beginilah, kami memang seperti telah ditakdirkan untuk tidak pernah bisa berbicara baik-baik satu sama lain.Â
Mungkin harapanku adalah Emily. Dia menyambutku dengan baik ketika kukatakan ingin berbicara dengannya sebentar saja. Seharusnya aku menemuinya lebih awal.Â