Katie mengendikkan bahunya seakan-akan tidak peduli dengan ucapanku. Dia kemudian menghabiskan kopinya dan pergi begitu saja tanpa pamit. Huh, wanita yang menyebalkan! Â
Setelah melewati pagi yang sungguh tidak menyenangkan, aku berjalan-jalan ke hutan di belakang rumah. Ruang terbuka di antara pepohonan yang memiliki aliran sungai kecil ini memberikan kedamaian. Benar-benar tempat yang tenang untuk beristirahat.
Di bawah pohon di dekat sungai, aku beristirahat, lalu berpikir tentang Katie dan Suzaan. Mereka sama-sama kaya, tetapi situasi yang kutemukan setelah pernikahan berbeda.
Katie memiliki rumah serta tanah yang luas dan dia mempekerjakan banyak orang untuk mengurusnya, bahkan seorang pengacara untuk menjaga aset keuangannya. Berbeda dengan Suzaan yang memiliki dua pembantu rumah tangga dan satu penjaga rumah saja. Suzaan pun cukup mempercayakan semua urusan keuangan kepadaku meski aku tidak pernah memintanya sejak awal.
Pada senin sore aku pergi ke supermarket di pusat kota. Yang mengherankanku, aku melihat seorang perempuan kecil gemuk di seberang jalan, berjalan menjauh dari arahku. Dia mengenakan gaun ungu dan topi cokelat. Sudah keempat kalinya aku melihatnya dalam sepuluh hari terakhir.
Aku bergegas menyeberang jalan. Perempuan itu berbelok di tikungan dan aku mulai berlari mengejarnya. Ketika mencapai sudut dia tidak terlihat lagi, sebuah mobil berhenti tepat di sampingku berdiri. Kaca mobil perlahan-lahan terbuka, Katie ada di dalamnya. Â
"Apa yang kamu lakukan di sini, Philiphe?"
Hal yang sama juga sebenarnya hendak kutanyakan kepadanya. Aku mulai mengendus gelagat pengawasannya yang tiba-tiba. Â
"Aku melihatmu berlari, ada apa? Aku belum pernah melihatmu berlari sebelumnya."
"Oh, aku hanya berolah raga kecil." Kukatakan saja seperti itu meski setelahnya Katie tertawa. Kemudian, dengan napas yang masih terengah-engah, aku berjalan kembali ke supermarket. Saat perjalanan pulang ke rumah, otakku mulai memikirkan sesuatu.
Aku bangun tengah malam pukul dua pagi, memakai jaket, dan keluar rumah lewat pintu belakang menuju gubuk, lebih tepatnya gudang untuk menyimpan alat-alat kebun---aku membutuhkan sesuatu dari dalamnya untuk menggali lubang. Maka setelah kutemukan sekop dengan pegangan panjang, segera kuletakkan barang itu di bahuku, kemudian berjalan pergi.