"Oke ... oke. Setelah kita menikah, kamu boleh menjadi seperti apa yang kamu mau."
Suatu pagi, Katie mengunjungi rumah kami. Dia sudah tidak canggung lagi datang dan bercengkrama denganku. Namun, aku heran. Maksudnya, kadang dia bersikap manis, kadang bersikap sinis. Seperti saat minum kopi di ruang tamu, dia duduk mendekatiku saat Suzaan tidak ada di rumah.
Tepat ketika Katie ingin mengatakan sesuatu, ponselku berdering.Â
"Ya, halo?"
"Halo, Sayangku, ini aku, Suzaan."
"Siapa?"
"Kamu sungguh keterlaluan, Philiphe! Aku istrimu."
"Oh, maaf. Sepertinya kamu salah sambung." Aku memutuskan teleponnya dan Katie ternyata memperhatikanku.
"Kamu seperti terkejut, siapa yang menelpon?"
"Aku tidak kenal. Telepon yang salah."
Katie menyeruput kopinya. Suara desahannya terdengar dekat di samping telingaku tatkala selesai meneguk kopi seolah-olah ingin menarik perhatianku, tetapi aku tidak memedulikannya. Dia kemudian berkata,"Hampir tiga minggu Suzaan pergi. Kamu tidak kesepian, Philiphe?"