Sebenarnya, apapun respons yang dilakukan ketika marah, kamu bisa menanggulanginya tanpa harus melukai orang lain atau diri sendiri, asalkan, dengan catatan, kamu memahami pola anger management atau manajemen kemarahan.
Banyak teori yang menjelaskan kenapa emosi itu bisa terjadi. Namun, umumnya, teori kemarahan berkaitan dengan fase cognitive, affective, dan behavior.
Pada fase cognitive, biasanya kamu memiliki pikiran negatif tentang suatu peristiwa. Setelah pikiran negatif muncul, kamu akan masuk ke fase affective, yaitu marah—dan ini akan mempengaruhi fisik dan jiwamu, seperti perasaan tidak enak terhadap obyek kemarahan. Selanjutnya, kamu dibawa masuk ke fase behavior, yaitu fase tempat kamu akan memutuskan tindakan kemarahanmu.
Terus, apa yang harus kamu lakukan ketika marah mendatangimu?
Pertama, kamu harus mempelajari mekanisme marah itu sendiri. Dari ketiga fase tersebut, sebenarnya kamu bisa mengontrol, mengubah, dan memilih tindakan pada fase behavior.Â
Meski cognitive dan affective negatif, kamu bisa memilih untuk menjadikan behavior positif karena berada pada area otoritasmu.Â
Jadi, kamu bisa melakukan tindakkan yang tidak menimbulkan dampak buruk, baik untuk dirimu, obyek kemarahanmu, maupun lingkungan sekitar. Sebaliknya, jika tergesa-gesa melakukan behavior, kamu akan mendapatkan hasil negatif.
Misalnya, ketika marah, kamu mengungkapkannnya dengan memosting kata-kata kasar dan menulis sindiran di media sosial.Â
Kemungkinannya, setelah melakukan itu, kamu merasa lega. Akan tetapi, dampak buruknya, kamu bisa menjadi pusat pembicaraan banyak orang, teman-teman yang menjauh, masalahmu diketahui publik, bahkan menghancurkan sebuah hubungan hanya gara-gara emosimu yang tidak terkendali, serta konsekuensi-konsekuensi lainnya. Nah, apakah kamu nyaman dengan keadaan demikan?
Ingat, marah itu hak dirimu, tetapi akibat tindakan yang kamu lakukan setelahnya itu tidak bisa kamu hindari. Maka, pilihlah perilaku yang berdampak positif, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Jangan sampai harga dirimu jatuh akibat presepsi buruk orang lain terhadapmu.
Kedua, kamu dapat mengontrol, mengubah, dan memilih evaluasi cognitive. Ketika dari awal kamu tidak berpikiran negatif atau buruk, maka kamu lebih bisa mengontrol emosi apabila terjadi hal yang tidak terduga. Itu karena kamu sudah memprediksi hal buruk sebelumnya sehingga emosimu tetap stabil.Â
Tindakan kemarahan sangat dipengaruhi oleh evaluasi kognitif. Pemikiranmu menjadikanmu tahan banting ketika mendapatkan hal yang tidak diinginkan. Hal tersebut juga dapat menjadi pelajaran ke depan pada saat kamu menghadapi permasalahan yang sama.