Mohon tunggu...
S Eleftheria
S Eleftheria Mohon Tunggu... Lainnya - Penikmat Literasi

***NOMINEE BEST IN FICTION 2023 dan 2024*** --- Baginya, membaca adalah hobby dan menulis adalah passion. Penyuka hitam dan putih ini gemar membaca tulisan apa pun yang dirasanya perlu untuk dibaca dan menulis tema apa pun yang dianggapnya menarik untuk ditulis. Ungkapan favoritnya, yaitu "Et ipsa scientia potestas est" atau "Pengetahuan itu sendiri adalah kekuatan", yang dipaparkan oleh Francis Bacon (1561-1626), salah seorang filsuf Jerman di abad pertengahan.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Marah, Emosi Negatif yang Menunjukkan Kepribadianmu

18 Desember 2021   22:26 Diperbarui: 20 Desember 2021   23:27 2650
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi marah | Sumber: Shutterstock

Apakah kamu termasuk orang yang pemarah atau mudah tersulut amarah? Atau apakah kamu justru termasuk orang yang mampu meredam amarah? Jawabannya, kamu dan (mungkin) orang-orang terdekatmu yang bisa mengetahuinya.

Kemarahan atau marah merupakan emosi negatif yang hadir ketika kamu melihat, mendengar, atau merasakan suatu peristiwa yang tidak sesuai dengan keinginanmu. 

Spesifiknya, marah juga bisa datang ketika kamu merasa terancam, terserang, frustrasi, diperlakukan tidak adil, atau ketika kamu tidak dipedulikan oleh orang lain.

Menurut Richard G. Warga dalam buku “Personal Awareness: A Psychology of Adjustment”, marah adalah salah satu emosi dasar manusia, selain senang, sedih, cinta, dan takut. 

Sebagaimana emosi dasar, marah tidak hanya dimiliki manusia, tetapi juga dimiliki oleh hewan. Hanya, salah satu perbedaannya terletak pada awareness atau kesadaran. 

Artinya, manusia memiliki kesadaran terhadap dirinya sehingga bisa mengontrol amarah dengan berperilaku beda dengan emosi yang dirasakan, sedangkan hewan ketika marah bisa melampaui insting biologisnya, yaitu membunuh. 

Nah, apakah ketika marah, kamu bisa semengerikan seperti hewan?

Lantas, mengapa bisa terjadi kemarahan?

Berdasarkan peninjauan ilmiah, ketika kamu dihadapkan pada situasi di luar ekspetasi, amygdala atau bagian otak yang berperan dalam kemunculan emosi menjadi aktif. 

Selanjutnya, tubuhmu akan mengeluarkan hormon noradrenaline yang memberi sinyal supaya kamu bersiap-siap untuk melakukan agresi fisik menghadapi situasi. 

Hal ini membuat kondisi tubuhmu menjadi tegang, berkeringat, wajah memanas, alis menekuk, mata memelotot, dan bibir menyempit. 

Pada saat yang bersamaan, aliran darah ke otak bagian prefontal—bagian otak yang berfungsi untuk berfikir dan mengambil keputusan—ikut meningkat. Nah, pada kondisi tersebut, kemarahan bisa terjadi. 

Namun, bagian prefontal pada otak inilah yang selanjutnya berperan sebagai kontrol emosi terhadap tindakan yang akan kamu ambil terkait dengan kemarahanmu.

Seorang ahli filsafat Yunani, Aristoteles, mengatakan bahwa siapa pun bisa marah sebab marah itu mudah. Akan tetapi, marah pada orang yang tepat dengan kadar yang sesuai, pada waktu yang tepat, demi tujuan yang benar, dan dengan cara yang baik, tidaklah mudah.

Kemarahan seseorang akan terlihat dari respons yang dilakukannya, yaitu apakah seseorang itu berperilaku pasif-agresif atau aktif-agresif.

Untuk kamu yang cenderung berperilaku pasif-agresif, biasanya akan mengekspresikan kemarahan dengan diam, menangis, mengurung diri, bahkan ada yang sampai melukai tubuh. 

Hal itu disebabkan oleh luapan emosimu yang tertahan. Bahayanya, respons pasif-agresif ini bisa mempengaruhi kesehatan mentalmu, bahkan memicu depresi, jika tidak segera diatasi.

Sementara itu, untuk kamu yang cenderung berperilaku aktif-agresif, biasanya lebih sulit mengontrol diri dan mengekspresikan kemarahan dengan destruktif, seperti merusak benda-benda di sekitarnya, serta melukai secara psikis kepada orang yang menjadi sasaran, seperti ucapan yang menyinggung perasaan, memaki-maki, menghina, merendahkan, memperlakukan berbeda, dan menyepelekan. Secara fisik pun, perilaku aktif-agresif ini mudah berekspresi seperti menampar, meludahi, menjambak, menendang, dan memukul.

Orang yang tidak bisa mengendalikan amarahnya serta selalu menuduh orang sekitarnya sebagai penyebab masalah, bisa jadi orang tersebut mengalami gangguan kepribadian antisosial. 

Gangguan kepribadian antisosial merupakan kepribadian yang cenderung menyalahkan orang atas semua masalah yang terjadi pada dirinya. 

Ciri yang paling parah adalah orang tersebut tidak bisa mengendalikan amarah yang meledak-ledak dan mengintimidasi orang sekitarnya tanpa menyesali kelakuannya itu.

Kemarahan memang merupakan salah satu respons alami terhadap rasa sakit—dan itu lumrah, tetapi bagaimana kamu menangani emosi tersebut adalah hal terpenting. 

Sebenarnya, apapun respons yang dilakukan ketika marah, kamu bisa menanggulanginya tanpa harus melukai orang lain atau diri sendiri, asalkan, dengan catatan, kamu memahami pola anger management atau manajemen kemarahan.

Banyak teori yang menjelaskan kenapa emosi itu bisa terjadi. Namun, umumnya, teori kemarahan berkaitan dengan fase cognitive, affective, dan behavior.

Pada fase cognitive, biasanya kamu memiliki pikiran negatif tentang suatu peristiwa. Setelah pikiran negatif muncul, kamu akan masuk ke fase affective, yaitu marah—dan ini akan mempengaruhi fisik dan jiwamu, seperti perasaan tidak enak terhadap obyek kemarahan. Selanjutnya, kamu dibawa masuk ke fase behavior, yaitu fase tempat kamu akan memutuskan tindakan kemarahanmu.

Terus, apa yang harus kamu lakukan ketika marah mendatangimu?

Pertama, kamu harus mempelajari mekanisme marah itu sendiri. Dari ketiga fase tersebut, sebenarnya kamu bisa mengontrol, mengubah, dan memilih tindakan pada fase behavior

Meski cognitive dan affective negatif, kamu bisa memilih untuk menjadikan behavior positif karena berada pada area otoritasmu. 

Jadi, kamu bisa melakukan tindakkan yang tidak menimbulkan dampak buruk, baik untuk dirimu, obyek kemarahanmu, maupun lingkungan sekitar. Sebaliknya, jika tergesa-gesa melakukan behavior, kamu akan mendapatkan hasil negatif.

Misalnya, ketika marah, kamu mengungkapkannnya dengan memosting kata-kata kasar dan menulis sindiran di media sosial. 

Kemungkinannya, setelah melakukan itu, kamu merasa lega. Akan tetapi, dampak buruknya, kamu bisa menjadi pusat pembicaraan banyak orang, teman-teman yang menjauh, masalahmu diketahui publik, bahkan menghancurkan sebuah hubungan hanya gara-gara emosimu yang tidak terkendali, serta konsekuensi-konsekuensi lainnya. Nah, apakah kamu nyaman dengan keadaan demikan?

Ingat, marah itu hak dirimu, tetapi akibat tindakan yang kamu lakukan setelahnya itu tidak bisa kamu hindari. Maka, pilihlah perilaku yang berdampak positif, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Jangan sampai harga dirimu jatuh akibat presepsi buruk orang lain terhadapmu.

Kedua, kamu dapat mengontrol, mengubah, dan memilih evaluasi cognitive. Ketika dari awal kamu tidak berpikiran negatif atau buruk, maka kamu lebih bisa mengontrol emosi apabila terjadi hal yang tidak terduga. Itu karena kamu sudah memprediksi hal buruk sebelumnya sehingga emosimu tetap stabil. 

Tindakan kemarahan sangat dipengaruhi oleh evaluasi kognitif. Pemikiranmu menjadikanmu tahan banting ketika mendapatkan hal yang tidak diinginkan. Hal tersebut juga dapat menjadi pelajaran ke depan pada saat kamu menghadapi permasalahan yang sama.

Ketiga kamu berlatih untuk take a step back seperti menarik napas berkali-kali, minum, rebahan, dan menjauh dari masalahmu sebentar dengan tujuan berfokus pada solusi supaya kemarahanmu tidak berlarut-larut. 

Dalam Islam, ada hadist yang menyarankan kamu mengambil air wudu ketika marah menguasaimu. 

Saran ini bukan tanpa alasan karena esensi selain memadamkan api kemarahan dengan air, berwudu juga membuatmu mampu berpikir jernih. 

Kecenderungan ketika mengambil keputusan melalui jeda dan istirahat akan lebih memungkinkanmu mendapatkan solusi terbaik.

Perlu kamu perhatikan juga bahwa terkadang kemarahan bisa saja terjadi oleh hal-hal kecil disebabkan manajemen stresmu tidak tersalurkan dengan baik, seperti kurangnya kamu beristirahat, berolah raga, atau melakukan hobi. 

Perbaikilah manajemen stresmu untuk mengendalikan emosi sehingga tidak berujung pada penyesalan ketika meluapkan amarah. 

Ingat, emosi dasar dan perilaku itu berbeda. Artinya, emosi tidak dapat kamu kontrol kedatangannya, tetapi tindakan dari emosi itulah yang harus kamu atur.

Mungkin kalimat bijak ini akan membuatmu merenung bahwa semarah apapun kamu, bertindaklah elegan:

Jadikan amarahmu begitu mahal, sehingga tak seorangpun mampu mendapatkannya, dan jadikanlah bahagiamu begitu murah, sehingga semua orang hampir mendapatkannya secara murah, bahkan gratis”.

--Shyants Eleftheria, salam Wong Bumi Serasan--

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun