Namun, cobalah kita pikir. Apakah dengan kita buru-buru menerbitkan satu buku atau novel merupakan satu-satunya cara menjadikan orang lain langsung tertarik bahkan memberi perhatian terhadap kita? Padahal yang dibahas di awal bukan tujuan akhirnya. Silahkan kita bertanya kepada diri sendiri. Memangnya, apa yang ingin kita dapatkan dari menerbitkan buku atau novel? Kebanggaan? Lalu, apa yang bisa kita dapatkan dari itu?
Baiklah, semisal kita masih belum punya tujuan, tanyakan kepada diri sendiri lagi. Nilai apa yang ingin kita tuangkan untuk dapat dihargai di kehidupan ini. Kebebasan? Kebanggaan? Kekuatan? Keuangan? Pengalaman seru? Atau apa? Mari kita keluar dengan berbagai cara untuk mendapatkan hal itu. Nanti setelah jalan dan caranya kelihatan, baru kita bisa tahu keinginan yang sesungguhnya seperti apa.
Kedua adalah kunci kebiasaan. Bukan perubahan yang akan mengubah diri kita, melainkan apa yang kita lakukan secara konsisten atau terus-menerus. Kali ini sebuah pendapat lain menyatakan bahwa banyak orang berpikir akan adanya satu kebiasaan yang bisa membuat hidupnya benar-benar berbeda.
Contohnya seperti ini, jika kita mempunyai rutinitas harian seperti yang dilakukan para penulis terkenal, misalnya Seno Gumira Ajidarma atau bahkan sekaliber dunia Stephen King, kita lantas berpikir akan seefektif dan sesukses mereka.
Kemudian terjadilah keajaiban: Sim salabim … kejutan! Oh, tidak! Itu jelas tidak akan terjadi. Kita dan orang-orang sukses tidak cuma dibatasi oleh satu kebiasaan saja. Jadi, jika ingin menghasilkan karya sebagus mereka, kita mau tidak mau harus banyak berubah—tidak hanya melakukan satu hal saja.
Akan tetapi, kebiasaan-kebiasaan para penulis terkenal bisa kita jadikan langkah pertama untuk melakukan kebiasaan-kebiasaan baru di depan. Inilah yang disebut kunci kebiasaan, yakni kunci untuk bisa menjalani kebiasaan baik selanjutnya. Kunci kebiasaan pertama ini tergantung dari gaya, masalah, dan keinginan kita dalam menulis.
Jangan lupa, seorang penulis membutuhkan rekan, guru, atau setidaknya teman seperjuangan secara signifikan, untuk bisa diajak berdiskusi atau diminta masukannya sehingga target yang sudah kita atur akan mudah tercapai. Di samping itu, kunci kebiasaan ini merupakan cara khusus supaya kita tetap bisa konsisten dalam keadaan bagaimana pun.
Selanjutnya adalah perjanjian di awal. Satu hal dasar mengenai manusia adalah manusia itu lebih termotivasi untuk menghindari kejadian buruk dibanding mengejar kejadian baik. Contohnya, mengapa semingguan kita lebih ingin membaca ketimbang menulis? Ini ada hubungan dengan resistensi yang telah dibahas di awal.
Memang, menghadapi resistensi adalah hal yang tidak enak, bahkan ketika “harga”nya adalah sesuatu yg menyenangkan. Jadinya, aktivitas membaca semingguan ini menunjukkan resistensi yang benar-benar nol sehingga kita tidak menulis apa-apa.
Kita termotivasi menghindari pengalaman buruk menulis—karya yang selama ini kita hasilkan menuai kritik pedas dan cacim aki pembaca—dibandingkan membaca karena adanya resistensi di sana. Seharusnya, hal dasar ini bisa dimanfaatkan sebagai rutinitas dengan cara melakukan perjanjian di awal.
Perjanjian ini merupakan sebuah proses mengatur konsekuensi terkait hal-hal yang mau atau tidak dikerjakan. Tidak semudah itu, tapi intinya setelah mengatur kebiasaan yang ingin kita bentuk, misalnya menulis setiap jam enam pagi, maka buatlah perjanjiannya, buat aturannya, konsekuensinya, jika gagal atau pun berhasil. Makin berani membuat aturan, tekanan yang kita hadapi bisa membuat kita bergerak semaju-majunya.