“Bawa ke psikolog aja, Dik.” Mas Ben tiba-tiba mengusulkan sesuatu yang tidak pernah aku pikirkan tentang itu.
“Separah itukah, Mas?”
“Ya, bukan begitu. Setidaknya kita mencari cara. Toh, selama ini kan belum pernah ada solusinya. Bahkan, penyebabnya saja kita tidak tahu.”
Mas Ben menghentikan pekerjaaannya, mematikan laptop, lalu menaruhnya di meja kecil di sampingnya. Setelah itu, dia mendekat, menggenggam erat dan meremas jemariku. Seperti ingin memberi kekuatan untuk mengatasi masalah Anggi. Di saat hati masih belum tenang, bisa-bisanya Mas Ben beralih ke hal yang membuatku menjadi nyaman seketika.
“Mungkin Anggi butuh adik baru, Sayang.” bisik mesra Mas Ben di telingaku. Geli, aku tertawa kecil. Ya, mungkin sementara waktu kami harus melepaskan dulu persoalan Anggi. Menikmati malam dengan saling menumpahkan segala rasa di atas peraduan malam. Ternyata, kegiatan intim itu menjadi salah satu obat mujarab juga melepaskan penat.
***
Berganti hari, aku izin dari kantor menuju sekolah Anggi. Setelah mendapat izin juga dari Bu Dina dan kepala sekolah, aku membawa Anggi ke seorang psikolog pendidikan anak. Kebetulan ada teman yang merekomendasikan psikolog tersebut, sebab katanya sering menangani kasus serupa seperti yang dialami Anggi. Bu Tia namanya. Wanita langsing yang kutemui itu sangat bersahaja dan penuh keramahan. Kami berjabat tangan, dan mengobrol tentang persoalan Anggi.
“Baiklah, Bu Cindy. Kita mulai hari ini dengan test IQ Anggi terlebih dahulu, ya.”
“Tanpa persiapan apa pun, Bu Tia?” Aku menoleh sejenak ke arah Anggi yang seperti asyik berjalan mengamati ruang kerja Bu Tia. Entah mengapa mendadak ada sedikit keraguan akan kemampuannya. Aku hanya tidak ingin hasilnya mengecewakan saja.
“Ini bukan ujian sekolah, Bu. Jadi, tidak apa apa, kok.” Bu Tia tersenyum lebar. Sepertinya dia membaca kekhawatiranku.
Test IQ dilaksanakan. Sambil menunggu Anggi mengerjakan soal di ruang khusus, aku duduk di sofa yang tersedia di dekatnya, membaca artikel psikologi pendidikan dari layar gadget di tangan. Sekitar satu jam, Anggi sudah selesai mengerjakan soal-soal tersebut. Bu Tia segera mengambil lembaran kertas dari atas meja Anggi. Kemudian, dia menyarankan agar aku dan Anggi datang kembali sore atau besok untuk melihat hasilnya.