Saya juga teringat pengalaman sewaktu Umrah bersama anak-istri, dimana kami menziarahi sejarah Nabi Muhammad SAW di Kota Mekah dan Madinah. Rasanya, memang wajar setiap muslim saat itu begitu mencintai Rasulullah sebab di tengah gurun tandus yang dikelilingi bukit-bukit batu itu, Rasulullah memancarkan cinta damai dalam segala hal.
Bagian yang paling menarik dari buku ini, ada pada Bab "Aku Mencarimu". Dari 10 subjudul "Mencarimu", tujuh di antaranya telah saya upayakan sejak berada di Pesantren Darussalam Ciamis (tempat saya dan Teh Irma menimba ilmu). Saya melakukan apa yang Teh Irma tulis dalam buku ini; mulai dari mencari Sang Nabi di setiap sudut rumah, di ruang-ruang belajar, di lembar-lembar sejarah, di hamparan sajadah dan sujud malam, di bait-bait puisi semisal Qasidah al-Burdah, di keramaian kota besar, hingga ke pelataran Raudhah.
Sungguh, saya sepakat dengan apa yang Teh Irma ungkapkan di penghujung buku ini bahwa setiap kita dapat "menemukan" Rasulullah dalam diri kita sendiri dengan menjiwai sekaligus meniru Akhlaqul Kharimah Sang Nabi, belajar dari kedalaman ikhlas dan tawakkalnya Nabi, dan terakhir tentu saja belajar Syukur dan Sabar sebagaimana yang Baginda Rasul ajarkan.
Akhir kalam, resensi buku ini belum sepenuhnya menyajikan inti dan hikmah buku ini. Jadi, alangkah baiknya setiap kita dapat mendaras seisi buku ini sendiri supaya lebih terasa aliran getaran rindu akan Sang Nabi dari setiap diksi indah yang disuguhkan penulis.
Salam,
Shulhan Rumaru
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI