[caption id="attachment_387727" align="aligncenter" width="624" caption="ilustrasi olahraga. (shulterstock)"][/caption]
Hallo Kompasianer... Happy New Year, ya... And Welcome to 2015!
Nah, bicara 2015, pasti dong sejumlah resolusi besar sudah disusun? mulai dari target nambah omset bisnis rumahan, dapat pekerjaan baru, planning keuangan, ikut asuransi, lanjut studi, menikah dll. Kira-kira, ada gak resolusi hidup sehat dalam list Anda? sepenting apapun resolusi 2015 Anda, kalau tidak sehat, ya cukup menghambat juga untuk mencapai semua itu. So, saran saya, masukkan juga pola hidup sehat sebagai bagian penting dalam rencana-rencana besar Anda di 2015 ini.
Untuk menunjang itu, saya akan suguhkan beberapa resep olahraga yang ideal. Kebetulan, resep ini saya dapat dari hasil wawancara dengan dr. Nora Sutarina, SpKO dari Program Studi Ilmu Kedokteran Olahraga, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jelasnya, beberapa tahun lalu, sawaktu saya masih menjadi wartawan pada sebuah tabloid yang bermarkas di bilangan Fatmawati, Jakarta Selatan, saya banyak ditugaskan memburu para dokter karena diberi keprcayaan mengelola rubrik kesehatan. Kebetulan, ada beberapa rekaman wawancara yang masih saya simpan. Daripada basi, mending saya sajikan sebagian sesi wawancara tesebut yang belum tercover dalam pemberitaan waktu itu. Semoga bisa menjadi menu pelengkap dalam pola hidup sehat Anda...
Saat saya mendapat kesempatan mewawancarai dr. Nora di Laboratorium Olahraga Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia di bilangan Salemba, Jakarta Pusat, siang itu pun saya menemuinya di sela-sela waktu istirahat. Tidak sulit membuat janji wawancara dengan dokter olahraga sekaligus dosen satu ini, pembawaannya yang bersahabat membuat suasana wawancara begitu cair.
"Apa kabar Dok, maaf menggangu waktu praktik dan mengajarnya," sapa saya membuka pertemuan siang itu.
"Nggak apa-apa, Mas. Kabar saya, baik. Kebetulan, saya lagi ada bagian di lab olahraga."
"Mau minum apa?" tawarnya sambil menyilakan saya duduk.
"Terimakasih, dok. Air putih saja," jawab saya sambil melempar senyum ke arahnya.
Setelah sesi tanya jawab basa-basi kami selesai, saya langsung ke inti persoalan.
"Dok, untuk menghindari kesesatan persepsi tentang olahraga itu sendiri. Apa sebenarnya definisi olahraga?"
"Begini, Mas. Kalau di kami (Fakultas Kedokteran UI), itu kami membaginya menjadi tiga: Pertama, disebut Aktivitas Fisik. Setiap gerak yang melibatkan otot-otot besar, seperti berjalan, duduk, berlari, gowes, menyapu, cuci motor dll, itulah yang disebut aktivitas fisik. Jadi, meskipun melibatkan otot-otot besar seperti otot paha dan lengan, tidak disebut olahraga.
Kedua, disebut Latihan Fisik, adalah setiap aktivitas fisik yang dilakukan secara terencana dan terstruktur. Misal, jalan kaki seminggu tiga kali, lamanya 20 menit. Berenang seminggu sekali, lamanya 60 menit dengan kecepatan tertentu. Artinya, ada target, durasi, dan tipenya. Latihan kelenturan, kekuatan dan dayatahan otot secara terencana dan terstruktur, itulah yang disebut latihan fisik. Misalkan, senam aerobic dan Gym, orang sering menyebutnya olahraga, padahal itu termasuk latihan fisik saja. Latihan fisik yang paling murah meriah itu apa? Ya jalan kaki, dilakukan setiap hari dengan durasi 20-30 menit.
Ketiga, yang disebut dengan Olahraga itu sendiri. Nah, olahraga itu bersifat permainan, ada peraturan, dan ada kompetisinya. Bulutangkis, volley, sepakbola, basket, futsal, itu disebut olahraga."
"Tapi, Mas. Di masyarakat awam, ketiga hal tersebut sering disebut olahraga. Tidak apa-apa, tak ada masalah. Yang terpenting, mereka melakukan hal-hal tersebut secara baik dan teratur," lanjut dr. Nora.
Dengan niat bercanda, saya pun melempar pertanyaan konyol. "Kalau aduk dodol di kwali besar dengan teratur dan durasi tertentu, atau timba air naik turun gunung seperti di film-film laga Mandarin, itu gimana?"
"Hahahaha... Itu bisa disebut juga latihan fisik mas, karena ada target, dilakukan dengan terencana dan punya durasi." Saya pun ikut menuntaskan tawa kita yang sempat pecah di ujung pertanyaan saya tadi, sambil membayangkan sedang mengaduk dodol garut di kwali raksasa. Hahaha...
"Lalu, olahraga ideal itu seperti apa, dok?" Tanya saya lagi.
"Olahraga ideal itu, memberikan manfaat untuk kesehehatan dan kebugaran. Olahraga sesuai dosis akan membuat lebih sehat dan bugar. Sehat itu apa? bebas dari penyakit, kalau bugar itu keadaan dimana kita dapat mengerjakan aktivitas sehari-hari tanpa lelah atau letih."
Menurut dr. Nora, setiap orang minimal berolahraga seminggu tiga kali. Frekuensinya bisa 3-5 kali dalam seminggu, intensitasnya sedang (moderat), dan tipe olahraganya disesuaikan dengan kondisi tubuh. Misalkan tipe aerobic, bisa kita ukur kualitasnya dengan denyut nadi. Untuk akurasi tinggi, 1 menit 70-80 persen dari 220 dikurangi usia. Misalkan, 220-25= 195 x 80% = 156 kali denyut nadi dalam 1 menit. Artinya bagi anda yang usia 25 tahun dan saat aerobic denyut nadinya di bawah 70-80 persen, berarti kesehatan Anda bermasalah.
"Dok, bagaimana dengan orang-orang yang ketagihan olahraga atau olahraga berlebihan?"
"Olaharaga berlebihan itu, yang tidak sesuai dengan kondisi tubuh, tidak sesuai pakem tadi. 60-70 persen itu rendah, dan yang berat itu di atas 80 persen. Misalkan olahraga tiap hari dengan durasi 3 jam, itu berlebihan. Padahal, idealnya kita hanya butuh 30-60 menit."
"Kalau berganti-ganti jenis olahraga, boleh dok?"
"Berganti-ganti olahraga tidak masalah, justru itu dianjurkan untuk menghindari kebosanan dan menghindari over penetrasi otot dan memberikan kesempatan untuk otot-otot supaya beristirahat dan pulih kembali."
"Sebaiknya, kapan waktu yang tepat untuk berolahraga?"
"Waktu olahraga ideal itu boleh kapan saja, bisa pagi, siang, maupun malam. Yang harus dipertimbangkan adalah outdoor atau indoor. Kalau malam, usahakan berhenti 2 jam sebelum waktu tidur normal kita. Misalkan tidur jam 10 malam, berarti jam 8 sudah berhenti. Kalau mepet waktu berhentinya, akan mengganggu pola tidur. Olahraga itu kan mengeluarkan hormon endofrin(hormon senang), sehingga usai olahraga kita masih senang dan melek, akhirnya kita tidur tidak sesuai biasanya. Olahraga pagi itu, ada yang alergi embun, jadi sebaiknya dia berolahraga di siang atau malam hari."
"Kalau di Jakarta, susah yah olahraga outdoor di pagi hari karena udara tidak steril, apalagi kena asap knalpot segala.hehehe..."
"Itu sih kalau olahraga di belakang kopaja, dok. Bukan cuma kena polusi knalpot tapi cemong juga," sambar saya.hahaha
Karena stok pertanyaan masih banyak, saya terus mengajaknya ngobrol. Kebetulan, siang itu dr. Nora juga menyuguhkan risol hangat (oh, baik sekali narsum saya), kami pun melahap sambil melanjutkan sesi wawancara.
"Dok, orang sakit boleh berolahraga, tidak?"
"Orang berpenyakit/sakit, boleh berolahraga, sekedar melenturkan otot-otot yang tegang. Aerobic bisa jadi pilihan yang bijak. Aerobic juga berfungsi menjaga daya tahan jantung dan paru. Orang yang terkena hipertensi, diabetes, dianjurkan jalan kaki 20 menit tiap hari untuk memelihara ruang gerak sendi, kelenturan, melatih ototnya."
Tambah dr. Nora, ada beberapa step yang menunjang olahraga: Pertama, motivasi harus kuat untuk berolahraga secara teratur dan terukur (konstan). Kedua, sesuai tahapan yaitu warming up, latihan inti,cooldown (pendinginan). Ketiga, olahraga sesuai kondisi tubuh. orang gemuk tidak dianjurkan untuk olahraga loncat-loncat karena berbahaya untuk lutut dan engkel, penderita diabetes tidak boleh terlalu tinggi aktivitas fisiknya karena kadar gula darahnya tinggi di dalam darah, bukan sel. Jadi, kalau dipaksakan olahraga fisik, malah berbahaya. Mendadak berolahraga dengan intensitas tinggi juga bisa terkena serangan jantung.
"Satu jam sebelum olahraga, usahakan minum air putih yang cukup sekitar 200 cc, setelah  olahraga minum air putih lagi, tidur yang cukup, dan jangan olahraga dalam keadaan konsentrasi terganggu," saran dr. Nora.
"Bagaimana dengan minuman suplemen olahraga, boleh?"
"Kalo maraton, bisa minum suplemen karena banyak mengeluarkan ion tubuh. Tapi kalau dalam intensitas sedang, lebih baik minum air putih."
Makin lama, wawancara semakin asyik. Bahkan, saya sempat bertanya kaitan olahraga dengan performa seksual. Pada sesi ini, wawancara makin seru dan menarik. Sayangnya, ini sudah di-publish di tabloid waktu itu. Akhirnya, saya mengajukan pertanyaan penutup karena memang sudah cukup lama mewawancarai dr. Nora.
"Bagaimana mekanisme di sini kalau mau konsultasi kesehatan dan olahraga?"
"Yang kami lakukan di sini kalau ada yang konsultasi, biasanya konsultasi dulu berupa tanya jawab, diperiksa kliennya apakah ada komponen-komponen penyakit atau tidak, kami teliti hasil periksanya, baru dikasih resep olahraga sesuai kondisi tubuhnya. Atlit juga banyak yang ke sini untuk periksa tingkat kebugaran tubuh, terkait kemungkinan terhadap hipertensi, obesitas, diabet, dll."
Jadi, untuk Kompasianer semua, jangan lupa tambahkan menu olahraga dalam list resolusi Anda di tahun 2015. Tentunya, bukan sekedar olahraga, tapi olahraga yang sesuai dosis.
Selamat berolahraga dan salam sehat. [SR]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H