Mohon tunggu...
sholihin abd
sholihin abd Mohon Tunggu... Kepala Sekolah -

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Pola Cair Tunjangan Profesi Dapat Mengganggu Konsentrasi Guru

9 Juli 2018   01:00 Diperbarui: 9 Juli 2018   09:20 2380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada tahun 1990, pernah diajak guru Bahasa Inggrisku bernama Pak Kaharuddin. Beliau mengajak bertandang kerumah seorang guru SMP senior dan mantan kepala sekolah yang kala itu sudah menjadi seorang pengawas. 

Saat berada di rumah guru tersebut, berputar bola mataku memandangi seluruh isi rumah model panggung tersebut. Tiang dinding tengah rumahnya lapuk dimakan rayap. 

Nampak bahwa tiang rumah tersebut berbahan kayu kualitas rendah, sudah mendesak untuk diganti. Guru tersebut memiliki empat orang anak semuanya sekolah bahkan sudah ada kuliah di Perguruan Tinggi. Istrinya hanya seorang ibu rumah tangga biasa. 

Guru-guruku di SD setali tiga uang, hanya ada beberapa guru kehidupannya lumayan sejahtera, jika kedua-duanya (suami-istri) berstatus guru PNS/ASN. Guruku di SMA lebih miris lagi, masih tinggal di rumah sewa berdinding seng dari sebuah jejeran ruko-ruko sederhana di sebuah ibu kota kecamatan. 

Istrinya juga hanya seorang rumah tangga biasa dengan lima orang anak yang masih kecil-kecil. Penampilan guruku itu selalu kuperhatikan kala di sekolah. Pakaiannya kusut tak disetrika tapi masih bagus karena guruku itu orangnya humoris. Nampak bahwa beliau enjoy-enjoy saja dengan kehidupannya.

Tatkala saya dinyatakan lulus PNS/ASN guru dan bertugas di daerah pedalaman. Guru-guru ditempat kerjaku itu beraktivitas juga sebagai pekebun. Mereka berkebun coklat, cengkeh, sawit dan merica. Ada juga yang memelihara sapi. 

Ketika ditanya untuk apa melakukan semua itu. Mereka menjawab "gaji tidak cukup, kalau tidak ada upaya begini bisa kewalahan". Guru-guru di kota pilihannya adalah mengajar sambil berbisnis. 

Misalnya dengan mengecer barang, mendirikan lembaga pendidikan kursus (les privat untuk mata pelajaran yang dianggap susah seperti Bahasa Inggris, MIPA, Akuntansi), atau berjualan nasi kuning. 

Sekelompok guru sering mendatangi saya menawarkan bisnis Multi Level Marketing (MLM) kala itu seperti dari CNI, Ahad Net, Tiang Shi dan lain-lain. Tak jarang guru-guru bahkan menjual LKS, diktat dan buku ke siswa. Keluhan mereka semua sama yaitu rendahnya gaji guru. Dan tuntutannya juga sama naikkan gaji guru, kalau perlu dua kali lipat seperti negara jiran Malaysia.

Kesan kehidupan guru ketika itu adalah kesederhanaan meskipun tidak dikatakan miskin. Saat hendak kuliah pasca lulus SMA, keluarga umumnya mendorong anaknya tak melanjutkan ke Perguruan Tinggi Keguruan misalnya Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP), yang notabene sebagai PerguruanTinggi pencetak tenaga pendidik (guru). 

Bahkan guru-guru kami di SMA banyak menyarankan untuk tak berprofesi guru kalau ingin memburu kekayaan. Teman-teman SMA juga kebanyakan mendaftar di perguruan tinggi umum. Betapa pandangan masyarakat terhadap guru ketika itu begitu dinomorduakan. ini kenyataan yang nampak di masyarakat terhadap kehidupan guru yang dipandang dari sudut kesejahteraan.

Guru memang berbeda dengan PNS/ASN dokter yang mempunyai pendapatan lain, misalnya dengan membuka praktik di rumah atau PNS di kantor yang juga punya pendapatan lain, seperti honor-honor kepanitiaan kegiatan dan tunjangan perjalanan dinas. 

PNS guru betul-betu hanya bertumpu pada gaji murni setiap bulannya. Hal tersebut menunjukkan terbelahnya konsentrasi guru. Satu sisi, guru harus bertanggung jawab penuh terhadap pembelajaran siswa di kelas, tapi disisi lain harus memenuhi kebutuhan hidup keluarganya yang belum tercukupi.

Menurut mereka kalau guru sejahtera mereka akan fokus mengajar, tidak lagi terpecah konsentrasinya memikirkan urusan ekonomi yang berbanding lurus dengan kualitas pendidikan atau mutu peserta didik. Jadi titik berat tuntutan guru adalah persoalan kesejahteraan.

UU Nomor 14 tahun 2015 merespon keluhan guru

Akhirnya pemerintah merespon keluhan guru tersebut dan bersedia melipatgandakan gaji guru tapi harus disertifikasi guru dulu kemudian menyandang predikat guru profesional. Dan akan diberikan Tunjangan Profesi Guru (TPG). Sesuai amanat UU Nomor 14 tahun 2005 salah satu tujuan sertifikasi guru adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia melalui peningkatan kesejahteraan bagi tenaga pendidik. 

Sertifikasi guru ini mengharuskan guru-guru mengikuti Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) di tempat-tempat yang ditentukan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan seperti Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Universitas Negeri Malang (UNM), Universitas Negeri Surabaya (Unesa) dan lain-lain. 

Diklat ini bermacam-macam. Ada melalui penilaian portofolio saja. Maksudnya menghitung nilai portofolio selama menjadi guru, berupa piagam-piagam penugasan sebagai panitia dan piagam-piagam penghargaan sebagai peserta atau pemateri dalam bidang pendidikan. 

Ada juga melalui penilaian kombinasi portofolio dan Diklat selama sepuluh hari. Isinya berupa pre-test, pengajaran dari para pakar pendidikan, pemberian tugas mandiri atau kelompok, persentase keterampilan mengajar dan post test.

Guru-guru yang cukup portofolionya dinyatakan lulus. Begitu juga guru-guru yang mengikuti diklat melalui rentetan penilaian sesuai kriteria diklat, apabila nilainya diatas kriteria berarti lulus. 

Guru yang telah lulus melalui kedua proses sertifikasi ini selanjutnya disebut sebagai guru profesional yaitu guru yang mempunyai kompetensi baik dalam hal pedagogik, kepribadian, profesional dan sosial. Kompetensi pedagogik artinya ahli dalam membimbing anak dengan berbagai strategi untuk mencapai tujuan tertentu.

Kompetensi kepribadian atau akhlak yakni guru menjadi teladan bagi siswa ataupun lingkungan masyarakat. Sedangkan kompetensi sosial menurut undang-undang nomor 14 tahun 2005 yaitu kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua peserta didik dan masyarakat sekitar. 

Dan kompetensi profesional adalah orang yang terdidik dan terlatih dengan baik, serta memiliki pengalaman yang kaya dibidangnya. Dimana guru profesional ini memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan, sehingga ia mampu melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal.

Maka kemudian dikatakan, guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

Alumni sertifikasi guru, menyandang sebutan guru profesional. Dalam melaksanakan tugasnya memperoleh imbalan berupa gaji yaitu Tunjangan Profesi Guru (TPF). Ini sesuai amanat undang-undang nomor 14 tahun 2005. 

Guru berhak mendapatkan penghasilan diatas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial berupa gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta penghasilan berupa tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, serta maslahat tambahan yang terkait dengan tugasnya sebagai guru yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar pofesionalitasnya.

Dampak pemberian tunjangan profesi bagi guru

Pemberian TPG satu dekade terakhir ini sangat membantu guru dari kekeringan pendapatan. Sekarang sudah banyak guru bermobil, memiliki rumah bagus, dan bisa menyekolahkan anak sampai perguruan tinggi tanpa harus mengutang kesana kemari. 

Guru-guru kini juga sudah mempunyai nilai tawar tinggi di masyarakat. Dulu kalau ada dua pemuda yang satunya dokter, dan yang satu guru melamar seorang gadis, pasti yang diterima adalah pemuda dokter. Tapi kini guru tak boleh diremehkan lagi. Guru yang bertunjangan profesi di masyarakat sekarang menjadi incaran para gadis-gadis. Alhamdulillah

Pemberian TPG berjalan efektif sejak tahun 2007, meski undang-undangnya ditetapkan tahun 2005. Penerima tunjangan adalah seluruh guru-guru tersertifikasi. Dalam kurun waktu 10 tahun lebih. Data tahun 2017 total guru tersertifikasi mencapai 1.471. 612 guru. Sedangkan, guru yang belum tersertifikasi sekitar 656.150 orang. 

Dalam kurun waktu tersebut telah mencapai angka signifikan. Namun sangat disayangkan, disinyalir berbagai pihak angka itu belum bisa mengangkat citra pendidikan tanah air. 

Dengan kata lain program pemberian TPG belum berperan banyak bagi peningkatan mutu pendidikan sampai detik ini. Dalam jurnal madaniyah, Volume 1 Edisi XII Januari 2017, mengungkapkan bahwa tidak terdapat pengaruh program sertifikasi guru terhadap kinerja guru SMP/MTs dan SD/MI. Kinerja guru rendah berarti mutu pendidikan juga tidak meningkat.

Pola cair Tunjangan Profesi Guru belum sesuai harapan

Beberapa dugaan tidak signifikannya pemberian TPG terhadap kualitas pendidikan. Pertama, pemanfaatan TPG yang diterima guru kebablasan kepada kebutuhan rumah tangga tanpa memperhatikan daya dukung untuk peningkatan profesi guru seperi pembelian laptop, LCD, buku-buku penunjang, biaya keikutsertaan di Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) dan lain-lain. Kedua, pola cair TPG yang sangat buruk.

Terkait pola cair TPG, seharusnya mengacu pada PP 11 Tahun 2011, guru PNS yang menduduki jabatan fungsional, TPG diberikan 1 (satu) kali gaji pokok PNS bersangkutan per bulan. TPG berdasarkan PP tersebut sebenarnya cair setiap bulan, bila memungkinkan menempel digaji bulanan. 

Tapi seperti diketahui TPG masuk ke rekening guru di akhir bulan Mei, yang dibayarkan TPG bulan Januari, Februari dan Maret. TPG bulan April, Mei dan Juni cair di bulan September. Bahkan kadang di bulan Oktober. Untuk TPG Juli, Agustus, September dibayarkan di minggu kedua bulan Desember. Dan TPG bulan Oktober, November dan Desember cair di penghujun tanggal yakni tanggal 31 Desember tahun berjalan. Kadang menyeberang ketahun baru.

Dalam masa penantian pencairan TPG tersebut diawali dengan pemberkasan yang ribet. Guru-guru di sekolah, di setiap pertemuan komunitas guru sering mengeluhkan pola cair TPG ini. Begitu juga lewat media sosial seperti Facebook, twitter, WA, BBM, Line, Messengger, Instagram dan lain-lain.

Secara tersirat sebenarnya pemberian TPG adalah menaikkan gaji dua kali lipat. Seperti yang dilakukan negeri jiran Malaysia. Dan itu diterima setiap bulannya, guru-guru juga yakin bahwa kenaikan dan pola cair seperti itu akan meningkatkan kesejahteraan sekaligus mutu guru dan mutu peserta didik. 

Pernik-pernik diklat sertifikasi sudah pernah didapatkan dalam berbagai diklat dan bimbingan-bimbingan pengawas dan kepala sekolah. Toh, diklat sertifikasi guru juga menyedot banyak anggaran pemerintah. Dan pada akhirnya setiap guru baik tersertifikasi maupun belum tersertifikasi akan di Uji Kompetensi Guru (UKG) lagi. Sungguh sesuatu yang membingungkan.

Ada kesan pemerintah setengah hati memberikan tunjangan ini kepada guru-guru. Jika dibanding kebijakan pemerintah di negeri jiran Malaysia langsung saja menaikkan gaji guru-gurunya tanpa embel-embel diklat sertifikasi dan pemberian tunjangan diberikan secara reguler setiap bulan bersamaan dengan gaji bulanan. 

Kalau dicermati sebenarnya ini adalah penaikan gaji secara signifikan untuk meningkatkan kesejahteraan guru yang selanjutnya dapat meningkatkan mutu pendidikan.

Yang menjadi persoalan selama ini adalah penantian pencairan TPG selalu menjadi trending topic dikalangan guru-guru di sekolah. Ada yang bernada kesal, menggerutu, memaki. 

Intinya pola cair tunjangan profesi selama ini selalu bikin sesak yang mempengaruhi konsentrasi guru. Keadaan ini terbawa-bawa ke ruang kelas. Mungkin ini salah satu penyebab tidak maju-majunya mutu pendidikan di Indonesia.

Tulisan ini tidak ingin menghakimi pihak manapun. Tapi siapa tahu ini salah satu penyebab tidak maju-majunya mutu pendidikan di Indonesia. Padahal anggaran sudah digelontorkan sangat fantastis tapi metode pencairannya yang keliru. Dan ada baiknya ini dievaluasi dan merubah pola cair TPG sehingga bisa diterima tiap bulan oleh guru-guru. Semoga bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun