Mohon tunggu...
Shofwan Karim
Shofwan Karim Mohon Tunggu... Dosen - DR. H. Shofwan Karim Elhussein, B.A., Drs., M.A.

Shofwan, lahir 12 Desember 1952, Sijunjung Sumatera Barat. Suku Melayu. Isteri Dra. Hj. Imnati Ilyas, BA., S.Pd., M.Pd., Kons. Imnati bersuku Pagar Cancang, Nagari Balai Talang, Dangung-dangung, 50 Kota Sumbar. Shofwan, sekolah SR/SD di Rantau Ikil dan Madrasah Ibtidayah al-Hidayatul Islamiyah di Sirih Sekapur, 1965. SMP, Jambi, 1968. Madrasah Aliyah/Sekolah Persiapan IAIN-UIN Imam Bonjol Padang Panjang, 1971. BA/Sarjana Muda tahun 1976 dan Drs/Sarjana Lengkap Fakultas Tarbiyah IAIN-UIN Imam Bonjol Padang,1982. MA/S2 IAIN-UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1991. DR/S3 UIN Syarif Hidayatullah-UIN Jakarta, 2008.*

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Politisi Besar Hidung dan Patah Arang

24 Maret 2024   07:33 Diperbarui: 24 Maret 2024   08:29 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Shofwan Karim bersama isteri Imnati, 2024 (Foto: Istimewa/Dok Pribadi)

Pertama, posisi sebagai pimpinan, aktivis atau paling kurang sebagai anggota partai selalu dikaitkan dengan wujud, keberadaan atau eksistensinya sebagai warga Muhammadiyah.

Bagi yang pro politik, ini dianggap keuntungan. Apalqgi kalau tokoh itu berkibar sukses, bagi yang kontra dianggap hal tu merugikan citra Muhammadiyah. Terutama kalau yang bersangkutan "jatuah tapai".

Kedua, tidak selalu setiap tokoh Muhammadiyah yang duduk di Partai mencerminkan ketinggian akhlak politik yang diamanahkan Muhammadiyah dimaksud, sehingga tak jarang menuai buah busuk bagi Muhammadiyah.

Ketiga, konflik kepentingan partai dapat merembes ke dalam Muhammadiyah. Sekedar misal, dalam memposisikan masing-masing kader parpol dalam kepemimpinan Muhammadiyah, atau sebaliknya dan di luarnya.

Keempat, ada pergeseran bahkan pergesekan suka atau tidak suka bagi sesama warga Muhammadiyah.

Kelima, menumbuhkan sikap ambivalen, ambiguitas dan  atau loyalitas ganda sehingga kadangkala kegiatan-kegiatan dalam tugas kepemimpinan internal Muhammadiyah dan amal usaha  ada yang terabaikan.

Keenam, tentu saja pada gilirannya muncul polarisasi dalam pergaulan dan cara berfikir antara keikhlasan dan interest (kepentingan) duniawi.

Di samping masalah-masalah tadi, tentu saja ada keuntungan dan positifikasi penyentuhan warga Muhammadiyah dalam politik praktis. Misalnya, ada penyaluran hasrat bahwa politik adalah medan dakwah strategis untuk amar makruf nahy mungkar. Hal itu dikonsepsikan sebagai subsistem dalam pengamalan Al-Alqur'an (Lihat QS, Ali Imran, 3: 104, 110).

Begitu pula politik dapat memperlicin jalannya kegiatan amal usaha. Bila seorang warga Muhammadiyah duduk di elit Parpol dan menjadi anggota legislatif atau posisi lainnya, maka dapat memperjuangkan kepentingan amal usaha Muhamamdiyah di bidang pendidikan, sarana ibadah, kesehatan, santunan sosial, ekonomi produktif dan sebagainya.

Lebih dari itu, tentu saja keberhasilan di dunia politik dapat memposisikan warga Muhammadiyah menjadi kaum elit, menjadi terpandang di mata sesama warga Muhammadiyah, umat dan masyarakat-bangsa.

Tawaran Rasional

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun