Surga atau Neraka Pajak
Pada tanah air dan tanah surga
Pada bumi yang khatulistiwa
Ialah pertiwi yang mereka sebut sempurna
Ialah permata yang menghijau dalam segala rupa
Pada darah dan air mata
Pada keringat dan peluh kesah
Pada harapan dan cita-cita
       Pada kegigihan dari fajar hingga senja
       Dalam keletihan mengais yang tak seberapa
       Lalu engkau datang serupa apa
       Meminta sebagian yang bagiku seluruhnya
       Lalu kau sebut ia harus kutunaikan
                      Dalam kefanaan ia kugali
                      Dalam ketidakpastian ia kuterjang
                      Dalam ketidakmungkinan aku bertarung
                      Dalam keputusasaan ialah doa yang selalu ku semogakan
Pada masa ketika yang kutanam bertunas
Pada masa ketika seluruh peluh terbayar lunas
Pada masa ketika pundi-pundi menggembung
Pada masa ketika angan tak lagi mengawang
               Lalu ia datang dan mengatakan aku hidup dalam pertiwi
               yang harus kuhidupi pula
              Lalu ia datang dengan selaksa warkat
               yang ia katakan harus aku lunasi
Apakah ini surga atau neraka
yang engkau ciptakan dalam dunia
Apakah ini suka atau duka
yang kau tagihkan dalam kejayaanku yang sementara
               Apakah kau hadir dalam kesedihanku?
               Apakah kau telah turut serta menghapus bulir-bulir peluh itu?
               Mengapa kau mendatangiku dengan serangkaian angka-angka itu?
       Apakah surga yang kau ciptakan
       Bagi pertiwi yang kau atas namakan?
       Apakah neraka yang kau hadirkan
       Bagi siang malam yang kuperjuangkan
Dalam fatamorgana keberlimpahan
Ialah kefanaan yang mengabadi
       Dalam keberlimpahan yang dinantikan
       Ialah pajak yang menghantui
Apakah aku tak memahamimu
yang kau sebut pengorbanan dalam tanah dan air
Apakah engkau tak mengertiku
yang mengais-ngais tanah pertiwi
: dalam hidup yang entah apa alam berikan
       Inginku menyertaimu
       Namun bagaimana engkau menyertaiku?
Apakah aku dan kamu adalah satu dalam pertiwi?
Ataukah pundi-pundi dalam nadimu sendiri?
Surga dan neraka itu engkau yang cipatakan
       Dalam tanah
       Dalam air
       Dalam zamrud khatulistiwa
               Dalam senandung
               Dalam nyanyian
               Dalam ratapan
               Dalam kesenduan
                      Bagaimanakah melodi yang kau serukan
                      Apakah aku sanggup mendengarkan
                      Lima huruf itu kau dengungkan
                      Tak mengerti aku untuk membayarkan
                      Apakah kau akan membantuku?
                      Atau akulah mangsamu?
Dalam dunia yang tidak sempurna
Aku adalah prajurit
yang melaju melindungi raja dalam hidupku sendiri
Ia tak bersembunyi
Ia petarung sejati
Ia ingin kemanusiaan
Dalam receh-receh yang ia kais
melalui jari-jari yang menghitam
               Lalu lima huruf itu menjadikanku pintar
               Untuk dapat memahamimu aku belajar
               Bukan untuk hidupmu,
               Tetapi hidupku sendiri
Ialah hidupku yang selalu serupa neraka
Hingga menjadi surga
               Namun apakah engkau
               Menarikku lagi dalam neraka itu
               Dari kata-kata yang tak mampu lagi kupahami
               Dari seragam yang kau sebut kesetaraan
       Namun apakah aku tak berhak berada
       dalam surga yang kuciptakan sendiri
       Hingga kau lima huruf itu hadir ingin berbagi hidup
               Akan kuberikan jika engkau menjadi teman
               Akan ku perjuangkan jika engkau menjadi kawan
               Namun akan aku lawan jika engkau serupa musuh
       Dalam surga yang hendak aku wujudkan
       Ialah serpihan-serpihan yang mengikis
       Apakah nerakaku ialah yang kau maksudkan
       Apakah surgaku begitu menyilaukanmu
       Hingga kau terpanggil dan ingin berbagi cahaya itu
Tetapi cahayaku tak cukup untuk ku bagi denganmu
Tetapi cahayaku berbahan bakar kais demi kais
yang membuat jari-jariku menghitam
Tetapi cahayaku berbahan bakar bulir demi bulir
yang menyatu menjadi sekumpulan
Tetapi cahayaku akan redup jika engkau terlalu banyak meminta
       Bukankah cahaya itu tetap harus bersinar untuk menjadi surga?
       Wahai lima huruf
       : pajak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H