Mohon tunggu...
Shofia Khairatun
Shofia Khairatun Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

penggiat sastra di waktu luang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Salam dari Dalam Sunyi

17 Juli 2024   15:05 Diperbarui: 17 Juli 2024   23:56 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Setelah dijelaskan Nenek, baru kita paham apa yang sebenarnya terjadi. Ternyata peta itu ada di salah satu ubin rumah kita, dengan enkripsi pengaman sedemikian rupa"

"Dan situasi ini, harusnya kamu paham kita lagi dalam bahaya. Jadi aku bakal nyembuiin peta itu ke tempat yang gak mungkin diprediksi sama kelompok orang asing itu malam hari ini. Setelah aku pergi dari rumah ini, kamu sama Nenek harus pergi dari rumahini, biar orang-, orang asing itu gak ngelakuin hal berbahaya ke kalian, terus-"

"KAMU BAKAL PERGI MALAM INI?! Memangnya kamu bakal prgi kemana?!Pake kapal siapa?! Apa kamu gak mikirin perasaan orang-orang yang bakal kamu tinggalin?!"

Aku mengepalkan tanganku, bersamaan dengan air mata yang luruh tak tertahan.

"Aku bakal numpang kapal yang ngangkut hasil bumi pulau ini ke pulau seberang dan kapalnya bakal berangkat..satu jam lagi"

Aku menatap Sagara dengan tatapan nyalang, "Kenapa baru bilang sekarang?! Apa kamu sengaja bilang sekarang biar kamu gak nerima penolakan?!"

Sebagai jawaban, aku mendapati Sagara hanya menghela nafas berat.

Meskipun rasa kecewa sudah menumpuk dalam hati, tapi kepergian itu tak bisa dicegah, bahkan oleh Nenek sekalipun. Malam pukul 8, saat kapal itu akan melepas sauhnya, Sagara berpamitan pada kami dan hanya satu kata yang terucap dari mulutnya.

"Maaf"

Dengan perasaan campur aduk, aku tetap mengikuti semua petuah Sagara sebelum ia pergi. Aku dan Nenek untuk sementara mengungsi sejenak ke tempat lain. Kami memutuskan mengungsi ke mercusuar dengan alasan bahwa adanya kemungkinan jika mereka akan menyisir seluruh rumah warga hanya untuk mencari batang hidung kami. Untungnya, fisik Nenek masih cukup kuat untuk mendaki setiap anak tangga menuju lantai teratas pun sirkulasi udara di atas sana yang cukup baik.

Tak salah jika aku mengikuti titah Sagara karena bsok malamnya dermaga dipenuhi oleh kapal-kapal besar berisikan orang-orang asing itu. Dengan beringas mereka turun dari langsung menyerbu sebuah rumah paling ujung, rumah kami. Aku bisa menebak, mereka berseru-seru murka karena tak mendapati siapapun di rumah. Komplotan mereka menyisiri rumah warga, bertanya soal keberadaan kami bahkan samapi menggeledah rumah warga lain. Seakan tak puas, mereka membakar rumah kami sebagai bentuk kekecewaan sekaligus pembalasan pada kami. Membiarkan rumah kami lenyap perlahan oleh si jago merah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun