Mohon tunggu...
Shirley
Shirley Mohon Tunggu... Lainnya - Berpengalaman sebagai Apoteker di sebuah rumah sakit

Saya menyukai alam, musik, dan sejarah dunia. "Bacaan yang baik menyehatkan pikiran sebagaimana olahraga yang tepat menyehatkan raga."

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Pasien Judol Nasional Meningkat Tajam, Adakah Pertolongan Medis?

15 November 2024   23:05 Diperbarui: 17 November 2024   10:44 385
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Area otak yang dipengaruhi oleh kecanduan atau adiksi (Foto:jouneypure.com)

Masalah kecanduan judi online (judol) meningkat secara signifikan di tahun 2024 ini.  Pakar adiksi Indonesia Dr. dr. Kristiana Siste, Sp.KJ mengatakan judol sudah menjadi bencana kesehatan nasional. 

Penelitian oleh Departemen Psikiatri Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) menunjukkan prevalensi masalah judi online (problematic gambling) nasional di tahun 2022 adalah 2 persen, dan meningkat tajam menjadi 8,3 persen di tahun 2024. Selain terjerat judol, pelaku juga biasanya terjerat pinjaman online (pinjol) dan kemudian memiliki masalah kesehatan yang serius, dari depresi hingga bunuh diri. 

Di RSCM sendiri data terakhir dari Januari hingga Oktober 2024, sekitar 46 pasien dirawat inap karena judol dan 120 pasien berobat rawat jalan. Jumlah ini naik tiga kali lipat dibandingkan tahun 2023 untuk pasien rawat inap dan hampir dua kali lipat peningkatannya untuk jumlah pasien rawat jalan. Ini barulah data dari satu rumah sakit di DKI Jakarta. 

Peningkatan yang signifikan ini disebabkan karena semakin mudahnya situs-situs judol diakses melalui media sosial. Dari penelitian yang dilakukan oleh Departemen Psikiatri RSCM, diketahui media sosial adalah akses terbesar mereka yang terlibat judol. Iklan-iklan judol sangat mudah diakses oleh anak remaja hingga orang dewasa. 

Populasi terbanyak pasien yang datang berobat ke RSCM karena judol adalah dari rentang usia 18 hingga 35 tahun. Namun ada juga mereka yang usianya di luar rentang usia tersebut di atas (outliers), misalnya diketahui ada remaja usia 14 tahun yang dirawat karena kecanduan trading. 

Juga ada pasien yang usianya di atas 60 tahun. Namun rentang usia terbanyak adalah di antara 18 dan 35 tahun, di mana usia tersebut adalah usia-usia produktif dan mereka adalah tulang punggung keluarga. 

Kebanyakan dari mereka yang terjerat judol berawal dari iseng-iseng atau diajak teman. Hanya untuk have fun atau kesenangan pribadi karena ada faktor rasa senang dan adrenalin yang meningkat. 

Namun yang terjadi selanjutnya adalah tumbuhnya perasaaan yakin bisa mencari uang dengan cara cepat dan mudah. Hal ini biasanya terjadi pada orang-orang dengan karakter kepribadian impulsivitas tinggi, di mana ada perasaan mendesak di mana segala sesuatu bisa dicapai dengan cepat dan mudah (instan). Impulsivitas tinggi inilah yang menghantarkan seseorang ke fase candu. 

Dalam keadaan tidak berjudi, mereka yang terjerat judol bisa mengatakan kalau sesungguhnya mereka tidak selalu menang karena ada faktor probabilitas dalam berjudi dan mereka bahkan mengetahui bahwa situs judi bisa mengatur kapan seseorang dimenangkan dan kapan dibuat kalah. 

Namun saat berjudi, mereka tidak mampu lagi berpikir demikian. Apa yang mereka rasakan justru adalah adanya keyakinan kalau mereka punya kekuatan untuk menang dan mereka harus dan mampu membalas kekalahan-kekalahan yang sudah dialami. 

"Saat berjudi, terjadi kekacauan dalam berpikir (cognitive error) di mana pikiran-pikiran yang impulsif mendorong prilaku impulsif. Pikiran -pikiran inilah yang harus dimodifikasi dengan psikoterapi," demikian ungkap psikiater pakar adiksi di Indonesia yaitu Dr. dr. Kristiana Siste, Sp.KJ, Subsp.Ad (K) dalam tanya jawab di kanal YouTube RSCM pada Kamis, 14 Oktober 2024. 

Selain itu kondisi dopamin yang rendah pada otak membuat seseorang rentan untuk masuk ke dalam permainan-permainan seperti game tertentu, judol, dan narkoba. Hal ini karena aktivitas-aktivitas tersebut memberikan dopamin rush (aliran dopamin) yang memberikan rasa senang kepada seseorang. 

Podcast Cipto Mangunkusumo Hospital dengan topik
Podcast Cipto Mangunkusumo Hospital dengan topik "Dampak Kecanduan Judi Online"
Trading, khususnya kripto dengan grafik yang naik dan turun dengan cepat, juga dapat memicu impulsivitas seseorang. Hal ini karena orang tersebut harus mencermati secara intensif naik turunnya grafik yang begitu fluktuatif selama 24 jam. Mereka perlu mengambil keputusan secara cepat kapan harus melepas atau mempertahankan aset mata uang digital tersebut. Jadi untuk aktivitas trading seperti ini juga perlu berhati-hati akan resiko kecanduan. 

Dokter Kristiana memberi nasihat bagi mereka yang rentan atau beresiko tinggi untuk kecanduan, yaitu mereka yang memiliki karakter atau 'trait' impulsivitas tinggi, ingin segala sesuatu instan, dan memiliki masalah emosi seperti mudah cemas atau depresi, untuk tidak mencoba-coba segala sesuatu yang memiliki sifat naik turun terjadi dengan cepat, seperti judi online dan trading kripto ataupun jual beli saham harian. 

Namun pada prinsipnya adalah jangan mencoba-coba atau iseng bermain judol dan yakin tidak akan terjerat. Jangan mengklik iklan-iklan judi di mana pun. Jangan berpikir bahwa segala sesuatu bisa diperoleh dengan instan tanpa proses, termasuk uang. 

Ciri-ciri kecanduan

Orang yang sudah kecanduan judi online (judol) memiliki gejala hilang kontrol (lost of control). Hilang kontrol ini ciri-cirinya antara lain tidak memperhitungkan lagi uang yang digunakan untuk berjudi, waktu yang dihabiskan, dan sudah "tidak mengenal" lagi  jenis judinya, dan lebih memprioritaskan aktivitas judi dibandingkan hal lain dalam hidup.  

Yang awalnya masih menikmati pertandingan olah raga misalnya sepak bola dan bertaruh hasil akhirnya, lama-kelamaan tidak lagi menikmati pertandingannya. Yang dinantikan hanya skor akhirnya. Pecandu semakin ingin cepat mendapatkan hasil akhirnya. Ini adalah salah satu tanda sudah mulai kecanduan. 

"Atau mereka beralih jenis judi dari judi olah raga ke judi slot yang memberikan hasil lebih cepat. Atau beralih ke jenis baccarat yang juga hasilnya lebih cepat. Jadi perpindahan jenis judi dapat menjadi pertanda kecanduan yang lebih berat," jelas dr. Kristiana. 

Ketika seseorang lebih memprioritaskan aktivitas judinya, maka ia akan menelantarkan pekerjaannya, pendidikannya, keluarganya, bahkan relasi sosial lainnya.

Tanda kecanduan juga adalah tetap meneruskan perilaku berjudinya walau sudah mengalami dampak negatif dari judol, misalnya hutang sudah menumpuk dan sudah terjerat pinjol. Walau uang untuk biaya hidup keluarga sudah habis pun, mereka tetap meneruskan atau malah meningkatkan aktivitas judinya. 

Dokter Kristiana, Sp. KJ mengatakan hampir 90 persen pasien judol yang berobat ke RSCM juga terjerat pinjol. 

Kecanduan judol tidak hanya perilaku semata, namun merupakan sebuah proses yang melibatkan otak. Jadi kecanduan ini adalah gangguan kronis pada otak dan dapat mengalami kekambuhan sehingga perlu intervensi medis. 

Sistem 'stop' dalam otak pecandu sudah mengalami kerusakan, sehingga setelah hutang-hutang pinjol lunas pun tidak bisa menghentikan perilaku seseorang untuk berjudi walaupun orang tersebut sangat menginginkannya. Hal ini karena ada area otak yang sudah rusak, sama seperti orang yang kecanduan narkoba. 

Orang yang sudah kecanduan judol akan terlibat pinjol dan kemudian masuk ke dalam lingkaran setan ini yang selanjutnya membuatnya frustasi, depresi, dan muncul keinginan untuk bunuh diri. 

Psikoterapi kecanduan

Kecanduan judol dan pinjol ini dapat disembuhkan dengan serangkaian terapi. Pemikiran-pemikiran yang salah diterapi dengan Cognitive Behavioral Therapy (CBT) yaitu terapi yang fokus untuk mengubah cara berpikir dan berperilaku. 

Psikoterapi jenis ini biasanya digunakan untuk menangani gangguan cemas dan depresi, namun juga dapat berguna untuk gangguan mental dan fisik lainnya, seperti kecanduan (adiksi).  

Dalam kondisi berjudi, pikiran-pikiran yang salah berjalan dengan sangat cepat. Pikiran-pikiran yang salah atau negatif tersebut beserta pemicu-pemicunya diidentifikasi dan selanjutnya dimodifikasi atau diganti dengan alternatif yang lebih realistis dan positif. 

Prinsip CBT adalah menolong seseorang untuk mengenali pola pikirnya yang sudah melenceng atau maladaptif sehingga menyebabkan sakit psikis dan pola pikir yang terdistorsi ini dapat dilepaskan. 

CBT mengenali perilaku-perilaku yang merusak akibat pola pikir yang melenceng dan menggantinya dengan tindakan-tindakan yang lebih adaptif dan konstruktif (membangun).

CBT untuk adiksi meliputi serangkaian latihan untuk manajemen stres, memecahkan masalah (problem solving), dan teknik-teknik menolak (refusal skills). 

Pelatihan ini akan menolong seseorang untuk lebih baik dalam menghadapi perasaan candunya (craving) dan situasi-situasi berisiko tinggi lainnya, serta memperbaiki kemampuan seseorang untuk mengelola tekanan-tekanan hidup tanpa jatuh ke dalam kecanduan narkoba. 

CBT juga menolong seseorang menemukan dan terlibat dalam aktivitas-aktivitas yang berharga dan bermakna, tanpa melibatkan zat-zat adiktif. 

CBT adalah proses terstruktur berjangka pendek yang bersifat kolaboratif. Sesi-sesi terapinya berfokus pada masalah yang spesifik dan mempunyai tujuan yang terukur. Teknik-teknik dan intervensi-intervensi dalam CBT adalah berdasarkan penelitian ilmiah dan telah terbukti efektif melalui berbagai uji.  

Efektivitas CBT sangat bergantung pada partisipasi aktif dan komitmen setiap pribadi yang mencari pertolongan. 

CBT adalah terapi yang paling umum untuk mengobati adiksi judi. CBT terbukti dapat mengurangi depresi, rasa cemas, dan mengurangi jumlah uang untuk berjudi.

Medikoterapi penting untuk candu judol

Karena kecanduan melibatkan kimiawi otak yang sudah berubah, maka pasien perlu diberikan terapi dengan obat (medikoterapi) untuk mengurangi keinginan yang sangat kuat untuk berjudi. Tentunya obat-obat ini hanya dipakai dalam jangka waktu tertentu, bukan seumur hidup. 

Dikutip dari J. Flowers Health Institute, sebuah institusi yang beranggotakan konselor-konselor rehabilitasi, obat-obat dari golongan antagonis reseptor opioid seperti naltrexone dan nalmefene bekerja dengan menghambat reseptor 'rasa senang' di otak sehingga menurunkan keinginan untuk bermain judi dan membuat waktu-waktu yang dihabiskan dengan berjudi menjadi terasa tidak menyenangkan. 

Obat-obat antidepresan tertentu (misalnya citalopram dan escitalopram) terkadang diberikan untuk mengendalikan keinginan berjudi dengan menurunkan rasa cemas dan depresi yang kerap muncul bersamaan dengan rasa candu. 

Obat-obat penstabil mood seperti lithium dan divalproex ditemukan efektif untuk mengurangi kegawatan adiksi judi. Namun penelitian akan sejauh apa manfaatnya masih perlu dilakukan. 

Obat-obat tertentu bekerja efektif pada orang-orang yang impulsif, namun sebaliknya pada mereka yang tidak terlalu impulsif, sehingga perlu kehati-hatian dokter di dalam meresepkan. 

Efektivitas setiap pengobatan ini bervariasi dari orang ke orang, sehingga perlu kerja sama dengan dokter untuk mendapatkan obat dan dosisnya yang tepat bagi setiap orang. 

Kecanduan zat adiktif, alkohol, dan perilaku adiktif seperti judi dan seks mengubah cara sel-sel otak berkomunikasi satu sama lain. 

Adiksi adalah penyakit yang kuat dalam merubah cara berpikir dan perasaan seseorang. Ketika perilaku adiktif diulang, cara otak merespon kesenangan dan penghargaan mulai berubah. Otak belajar mengasosiasikan judol dengan kesenangan, yang kemudian menguatkan kebiasaan ini dan membangun jalur-jalur persarafan yang memungkinkan seseorang cenderung untuk kembali berjudi. 

Seiring berjalannya waktu, otak merespon dengan "mematikan volume" pada reseptor-reseptor dopamin di otak, di mana toleransipun terbangun. Toleransi adalah respon alami yang melindungi otak, namun oleh kecanduan dihambat dan tidak sama lagi dengan kondisi normalnya. 

Otak dari orang-orang yang mengalami kecanduan berbeda dengan orang normal. Hal ini telah diketahui sejak 1980-an, dan penelitian-penelitian lebih lanjut menegaskan hal ini. 

Baik asosiasi kedokteran Amerika maupun organisasi kesehatan dunia (WHO) menggolongkan adiksi atau kecanduan sebagai penyakit. Hal ini karena ciri-ciri kecanduan memiliki beberapa persamaan dengan penyakit lain, antara lain:

  • Merupakan diagnosis utama yang mengakibatkan masalah kesehatan lainnya
  • Adiksi adalah penyakit yang bersifat progresif, artinya dapat memburuk seiring berjalannya waktu
  • Adiksi bersifat kronis, dapat berlangsung seumur hidup
  • Trauma di masa kecil dapat merubah persarafan otak yang berdampak pada kemampuan seseorang ketika menghadapi tekanan hidup, yang membuat mereka cenderung mencari narkoba dan alkohol.

Itulah sebabnya perilaku candu tidak hanya dipandang sebagai kegagalan moral sebagaimana di masa lalu. 

Judi patologis digolongkan sebagai "gangguan kontrol impuls" hingga tahun 2013 dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders fifth Edition (DSM-5). Kemudian selanjutnya dikelompok ulang sebagai "gangguan terkait zat dan adiksi". 

Judi menjadi adiksi perilaku pertama dan satu-satunya di bagian klinis DSM-5, dan kemungkinan adiksi bermain video game akan ditambahkan sebagai daftar adiksi berikutnya dalam kategori ini. 

Pengelompokan baru dilakukan karena memiliki persamaan ciri seperti pada penderita kecanduan alkohol dan obat-obat terlarang. Untuk menegakkan diagnosa gangguan judi ini, pasien harus memenuhi minimal 4 atau lebih dari kriteria berikut, yaitu:

  • Berjudi dengan peningkatan jumlah uang untuk memperoleh kepuasan yang diinginkan
  • Gelisah dan marah ketika mencoba untuk lepas atau berhenti berjudi
  • Upaya untuk berhenti judi gagal berkali-kali 
  • Asik dengan aktivitas judi
  • Berjudi ketika merasa sedih / stress / sulit
  • Mengejar kekalahan
  • Berbohong untuk menyembunyikan sejauh mana sudah terlibat dalam judi
  • Membahayakan atau kehilangan relasi yang penting, pekerjaan, atau hal lainnya, karena berjudi
  • Meminta uang kepada keluarga atau teman untuk memecahkan masalah finansialnya yang diakibatkan karena judi

Selama lebih dari 20 tahun, para peneliti menyempurnakan pemahaman akan seberapa umum adiksi judi dan siapa yang paling rentan. Di antara orang dewasa, proporsi perkiraan orang-orang yang bermasalah dengan judi berkisar 0,4 hingga 2 persen, tergantung pada uji dan negaranya. 

Diperkirakan 96 persen mereka yang gangguan candu judi memiliki sedikitnya satu gangguan psikis lainnya, umumnya adalah kecanduan narkoba, gangguan perilaku impulsif, gangguan mood, dan gangguan cemas (Potenza, M.N., et al., Nature Reviews Disease Primers, Vol. 5, No. 51, 2019).  

Menurut Psikologis Shane Kraus, PhD, pimpinan Laboratorium perilaku adiksi di Universitas Nevada, Las Vegas, orang-orang dengan penghasilan rendah adalah kelompok yang rentan karena memiliki keinginan yang besar untuk menang besar. 

Selain itu kelompok rentan lainnya adalah anak muda dan laki-laki. Lebih dari 5 persen anak muda dan dewasa muda yang berjudi menjadi pecandu. Laki-laki lebih tinggi daripada wanita dengan perbandingan 2 banding 1. 

Area otak yang dipengaruhi oleh kecanduan atau adiksi (Foto:jouneypure.com)
Area otak yang dipengaruhi oleh kecanduan atau adiksi (Foto:jouneypure.com)
Dilansir dari situs American Phychological Association (APA), sebuah studi meta-analisis menemukan beberapa penelitian yang memperlihatkan aktivitas otak yang lebih sedikit pada bagian striatum ventral pasien judi patologis dan pecandu narkoba, yaitu ketika seseorang mengantisipasi penghargaan terkait uang (Luitjten,M., et al., JAMA Psychiatry, Vol. 74, N0.4, 2017). Bersama dengan penemuan lainnya, hasil studi ini menunjukkan bagian otak ini berandil dalam perilaku impulsif para penjudi. 

Kemudian juga diketahui volume yang lebih kecil pada amigdala dan hipokampus pecandu judi, di mana kedua area ini berkaitan dengan pembelajaran emosional dan regulasi stres. 

Penelitian pada otak manusia juga menjelaskan mengapa remaja secara khusus lebih rentan untuk berjudi. Manusia pada awal usia 20-an adalah kelompok yang paling pesat pertumbuhannya dalam berjudi. Banyak anak-anak yang memulainya di usia lebih muda lagi. 

Perkembangan otak terutama bagian korteks prefrontal yang mengatur impulsivitas dan kemampuan mengambil keputusan secara khusus lebih terlambat berkembang pada anak laki-laki, dibandingkan dengan perempuan. 

Sains menemukan adanya peningkatan konektivitas pada sistem 'reward' (penghargaan) di otak dan penurunan aktivitas pada area korteks prefrontal pada pecandu judi dan pecandu narkoba. Penurunan aktivitas pada area korteks prefrontal menerangkan mengapa orang yang candu judi cenderung sulit mengendalikan keinginan mereka dibandingkan orang lain. Mereka sulit untuk mengambil keputusan yang rasional ketika berkaitan dengan penghargaan segera 'immediate rewards' versus penghargaan nantinya 'later rewards' dan konsekuensi-konsekuensinya. Mereka dapat dengan cepat menggali lobang yang semakin menjerumuskan hidupnya. 

Dengan menguraikan detail-detail otak ini maka terapi-terapi baru bermunculan, misalnya stimulasi bagian korteks prefrontal pada pecandu game online terbukti membantu dalam mengembangkan kemampuan mereka untuk meregulasi emosi dan candunya (European Neuropsychopharmacology, Vo.36, 2020). 

Dokter Kristiana, Sp. KJ juga menginformasikan kalau pasien adiksi judol ditangani dengan modalitas berupa trans-magnetic stimulation di RSCM.  Alat ini mengirimkan gelombang elektromagnetik ke otak bagian depan sehingga 'stop system' pada pecandu diaktifkan sehingga perilakunya lebih terkendali sehingga mengurangi keinginannya untuk bermain judi. 

Dukungan keluarga dan support group

Support group penting sekali peranannya dalam menolong pecandu judol. Support group yang ideal tentunya adalah keluarga. Namun tidak semua orang mempunyai keluarga yang dapat dengan sabar mengerti dan mendampingi. 

Support group harus menjadi tempat yang aman di mana mereka yang berupaya keluar dari jerat candu judol dapat terbuka berbagi perasaan mereka tanpa takut dihakimi. 

Support group atau person ini dapat berupa orang-orang yang telah berhasil keluar dari jerat judol. Mereka dapat berbagi pengalaman mereka keluar dari judol dan saling mendukung satu sama lain untuk melakukan perubahan-perubahan positif dalam hidup mereka. 

Komunikasi dan pola asuh dalam keluarga juga sangat mempengaruhi seseorang anak atau remaja untuk bermain judol maupun kecanduan lainnya. 

Psikiater dr. Kristiana Siste dari RSCM juga mengatakan bahwa remaja yang mendapat validasi yang cukup dari keluarganya akan lebih sulit untuk iseng mencari kesenangan dari judi online maupun narkoba. 

Komunikasi yang sifatnya satu arah (otoriter) ataupun komunikasi yang permisif (tidak ada aturan, semua diperbolehkan) dapat membuat anak merasa tidak dihargai dan mencari sumber kesenangan di luar interaksi dengan keluarga. 

Orang tua harus belajar untuk dapat berkomunikasi dengan hangat kepada anak. Tatap anak ketika berbicara dan bukan menatap layar telepon genggam ketika berkomunikasi langsung dengan anak. 

Pemerintah juga harus bergerak secara aktif untuk memblokir semua iklan-iklan judi online di media sosial. Pemerintah bertanggung jawab untuk melindungi banyak generasi muda yang berpotensi dirusak oleh judol dan pinjol. 

Industri judi tahu bagaimana caranya mendesain permainan yang akan membuat mereka yang bermain untuk tetap merasa menang walaupun sudah kalah. Mesin-mesin slot juga didesain dengan warna-warni yang atraktif dan bunyi yang beragam yang membuat permainan semakin meriah ketika seorang pemain dimenangkan. Semua sensasi-sensasi palsu ini dikombinasikan dengan semakin menurunnya aktivitas area tertentu pada otak adalah resep yang sempurna untuk kecanduan. 

Membayar hutang akibat judol bukanlah solusi. Pecandu tidak untuk dijauhi atau distigmatisasi oleh keluarga, tapi dirangkul untuk mendapat terapi yang tepat. Masalah kecanduan atau adiksi judol adalah masalah kerusakan pada otak sehingga harus dibawa untuk berobat sedini mungkin. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun