Efektivitas setiap pengobatan ini bervariasi dari orang ke orang, sehingga perlu kerja sama dengan dokter untuk mendapatkan obat dan dosisnya yang tepat bagi setiap orang.Â
Kecanduan zat adiktif, alkohol, dan perilaku adiktif seperti judi dan seks mengubah cara sel-sel otak berkomunikasi satu sama lain.Â
Adiksi adalah penyakit yang kuat dalam merubah cara berpikir dan perasaan seseorang. Ketika perilaku adiktif diulang, cara otak merespon kesenangan dan penghargaan mulai berubah. Otak belajar mengasosiasikan judol dengan kesenangan, yang kemudian menguatkan kebiasaan ini dan membangun jalur-jalur persarafan yang memungkinkan seseorang cenderung untuk kembali berjudi.Â
Seiring berjalannya waktu, otak merespon dengan "mematikan volume" pada reseptor-reseptor dopamin di otak, di mana toleransipun terbangun. Toleransi adalah respon alami yang melindungi otak, namun oleh kecanduan dihambat dan tidak sama lagi dengan kondisi normalnya.Â
Otak dari orang-orang yang mengalami kecanduan berbeda dengan orang normal. Hal ini telah diketahui sejak 1980-an, dan penelitian-penelitian lebih lanjut menegaskan hal ini.Â
Baik asosiasi kedokteran Amerika maupun organisasi kesehatan dunia (WHO) menggolongkan adiksi atau kecanduan sebagai penyakit. Hal ini karena ciri-ciri kecanduan memiliki beberapa persamaan dengan penyakit lain, antara lain:
- Merupakan diagnosis utama yang mengakibatkan masalah kesehatan lainnya
- Adiksi adalah penyakit yang bersifat progresif, artinya dapat memburuk seiring berjalannya waktu
- Adiksi bersifat kronis, dapat berlangsung seumur hidup
- Trauma di masa kecil dapat merubah persarafan otak yang berdampak pada kemampuan seseorang ketika menghadapi tekanan hidup, yang membuat mereka cenderung mencari narkoba dan alkohol.
Itulah sebabnya perilaku candu tidak hanya dipandang sebagai kegagalan moral sebagaimana di masa lalu.Â
Judi patologis digolongkan sebagai "gangguan kontrol impuls" hingga tahun 2013 dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders fifth Edition (DSM-5). Kemudian selanjutnya dikelompok ulang sebagai "gangguan terkait zat dan adiksi".Â
Judi menjadi adiksi perilaku pertama dan satu-satunya di bagian klinis DSM-5, dan kemungkinan adiksi bermain video game akan ditambahkan sebagai daftar adiksi berikutnya dalam kategori ini.Â
Pengelompokan baru dilakukan karena memiliki persamaan ciri seperti pada penderita kecanduan alkohol dan obat-obat terlarang. Untuk menegakkan diagnosa gangguan judi ini, pasien harus memenuhi minimal 4 atau lebih dari kriteria berikut, yaitu:
- Berjudi dengan peningkatan jumlah uang untuk memperoleh kepuasan yang diinginkan
- Gelisah dan marah ketika mencoba untuk lepas atau berhenti berjudi
- Upaya untuk berhenti judi gagal berkali-kaliÂ
- Asik dengan aktivitas judi
- Berjudi ketika merasa sedih / stress / sulit
- Mengejar kekalahan
- Berbohong untuk menyembunyikan sejauh mana sudah terlibat dalam judi
- Membahayakan atau kehilangan relasi yang penting, pekerjaan, atau hal lainnya, karena berjudi
- Meminta uang kepada keluarga atau teman untuk memecahkan masalah finansialnya yang diakibatkan karena judi
Selama lebih dari 20 tahun, para peneliti menyempurnakan pemahaman akan seberapa umum adiksi judi dan siapa yang paling rentan. Di antara orang dewasa, proporsi perkiraan orang-orang yang bermasalah dengan judi berkisar 0,4 hingga 2 persen, tergantung pada uji dan negaranya.Â