Sedangkan pada orang yang pertama sekali masuk ke area yang penuh sampah, maka akan segera mencium aromanya. Namun tidak lama kemudian, ia pun tidak akan lagi dapat menciumnya. Setelah ia keluar dan masuk kembali ke tempat tersebut, baru ia dapat menciumnya kembali.
Demikian juga pada orang-orang yang memiliki bau badan. Yang bersangkutan tidak tahu dan tidak merasa memiliki aroma tubuh yang tidak enak. Orang-orang di sekitarnyalah yang dapat menciumnya.
Petugas pengawet jenazah yang sudah terbiasa menggunakan formalin juga tidak lagi merasakan aroma formalin mengganggu seperti orang lain pada umumnya.
Dokter forensik juga sudah terbiasa dengan aroma jenazah. Bahkan beberapa orang disebut bisa makan dalam ruangan dengan jenazah yang diotopsi.
Pernah menyemprotkan obat nyamuk ke dalam ruangan? Pertama sekali tentu kita akan merasakan bau yang sangat menyengat. Namun bila terus menerus berada di dalam ruangan tersebut, lama-kelamaan kita akan terbiasa dengan baunya.
Jadi, pembiasaan mempengaruhi kemampuan seseorang untuk membedakan suatu aroma. Kepekaan untuk mengetahui suatu aroma dapat berkurang seiring dengan banyaknya paparan. Hal ini karena otak juga cenderung mengabaikan mengabaikan stimulus yang terus menerus dan akan fokus pada perbedaan dan perubahan pada sensasi tertentu.
Bau atau Wangi?
Aroma itu tentunya adalah sesuatu yang riil atau nyata, artinya dapat diketahui karena kita memiliki indra penciuman. Namun suatu aroma apakah wangi atau bau (tidak enak) adalah persepsi setiap individu. Contohnya durian. Sebagian orang mengatakan durian itu wangi, sebagian lagi tidak menyukainya.
Persepsi suatu aroma ternyata bergantung pada budaya, pendidikan, dan juga pengalaman hidup.
Tukang sampah, tukang bersih toilet, tukang jagal hewan, mempunyai persepsi akan bau yang berbeda dengan orang pada umumnya yang tidak rutin melakukan tugas-tugas tersebut dan mendapatkan rezeki dari pekerjaan tersebut.
Orang tua sejak dini biasanya akan mengenalkan persepsi beberapa aroma kepada anak.