Cara lain untuk untuk menjatuhkan seseorang adalah dengan mempertanyakan kecerdasan/intelegensi seseorang atau kompetensinya dalam suatu hal. Label-label seperti bodoh, tolol, atau gila pun disematkan kepada lawan yang hendak dijatuhkan.Â
Logika dari mereka yang melakukan penghinaan adalah bila yang dihina dipermalukan maka statusnya menjadi rendah dan status relatif yang menghina menjadi naik dibandingkan korban. Hierarki imajiner ini sebenarnya sangat terasa bukan dalam situasi politik menjelang pemilihan presiden?
Kemarahan dan Insekuritas
Dalam hinaan terkandung kemarahan. Salah satu yang menjadi akar kemarahan adalah rasa tidak aman dan tidak percaya diri atau insekuritas. Mereka yang merasa "tidak cukup baik" dengan diri mereka atau gagasannya, merasa butuh melakukan kontrol.Â
Rasa insekuritas dapat membuat seseorang menjatuhkan orang lain, misalnya dengan hinaan. Itulah sebabnya mereka yang tidak nyaman dengan dirinya atau kelompoknya sering kali berakhir dengan menghina seseorang atau berkomentar kasar tentang suatu hal atau orang lain.
Menurut profesor teori organisasional dari University of Bath, Yiannis Gabriel, penghinaan adalah "tindakan yang memberikan efek besar dengan usaha kecil". Â Hal ini karena penghinaan menyasar titik lemah dari target.Â
Beberapa psikolog meyakini setiap manusia memiliki sisi kepribadian yang tidak suka dibuka atau diceritakan. Manusia takut bila hal tersebut diketahui maka ia akan tidak disukai dan orang-orang akan berpandangan negatif terhadapnya, hal ini juga termasuk semua bentuk pelecehan baik secara fisik, verbal, maupun emosional yang pernah dialami.Â
Eva Jajonie, seorang psikoterapis klinis dari American Center for Psychiatry and Neurology di Abu Dhabi mengatakan, "Ketika suatu perasaan atau yang menjadi perhatian kita ditekan, seperti kurangnya rasa percaya diri; pikiran-pikiran dan perilaku yang mengalahkan diri sendiri; rasa bersalah; dan kemarahan, maka seseorang akan menggunakan hinaan untuk melepaskan kemarahannya."
Kemarahan dilakukan orang tersebut untuk menghindari rasa sakit dan emosi traumatis, juga sebagai cara untuk melakukan kendali atau kontrol kepada orang lain dan untuk merasa diri kuat. Kembali lagi pada ego manusia.Â
Meniru
Mereka yang menghina bisa juga karena tidak tahu lagi cara bereaksi dengan lebih baik. Mereka meniru pola yang umumnya mereka lihat dari lingkungannya, apakah itu di rumah, sekolah, atau tempat kerja, dan sangat mungkin zaman sekarang di media sosial di mana menghina menjadi kebiasaan yang dilakukan ketika berhadapan dengan suatu masalah.Â