Mohon tunggu...
Shirley
Shirley Mohon Tunggu... Lainnya - Berpengalaman sebagai Apoteker di sebuah rumah sakit

Saya menyukai alam, musik, dan sejarah dunia. "Bacaan yang baik menyehatkan pikiran sebagaimana olahraga yang tepat menyehatkan raga."

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Ketika Anak Ingat Ibu yang Dibunuh Ayah Sendiri

30 Juli 2023   01:30 Diperbarui: 30 Juli 2023   21:02 504
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Usianya kini 11 tahun. Dulu ia mungkin tidak berdaya meminta tolong. Saat ini ia bisa. Tidak dipungkiri kemarahan dan kesedihan kehilangan ibunda tersayang telah menggantung selama 8 tahun. 

Di gubuk kecil di Lampung Tengah, ia dan adiknya tinggal bersama nenek mereka. Tidaklah mudah hidup mereka. Ia harus menjadi buruh tani dan kuli untuk membantu sang nenek yang ekonominya tidaklah mudah. Harus pula hidup dengan kenangan yang "tidak selesai" juga. 

Akhir Juli 2023, ia memutuskan menyampaikan ingatan masa kecilnya itu kepada presiden Jokowi dan Kapolri. Judulnya permintaan tolong untuk menangkap ayahnya sendiri yang telah membunuh ibunya di 2015 silam. Ya, sang ibu dibunuh di depan matanya oleh ayahnya sendiri.

Adiknya yang kini berusia 9 tahun ikut memegang foto almarhumah ibunda. Sambil tertunduk mendampingi abangnya, ia terus menyeka air mata yang tidak bisa lagi dibendungnya di depan kamera. Sedang ia sendiri, seorang anak berusia 11 tahun, dengan suara yang lembut namun yakin meminta agar ayah mereka dapat segera ditangkap. Tak lupa ia katakan terima kasih di akhir permintaan tolongnya itu.

Permintaan tolongnya pun menjadi viral. Polisi langsung bergerak dan pada dini hari sang ayah berhasil ditangkap di sebuah kabupaten di Kalimantan Barat.  

Diketahui saat pembunuhan itu terjadi, kedua orang tuanya itu telah bercerai. Sang ayah saat itu datang untuk menginap di rumah nenek tempat mantan istri dan kedua anaknya itu tinggal. Sang ayah datang dengan alasan kangen dan ingin sahur serta berbuka puasa bersama di bulan Ramadhan. Namun, keesokan harinya malah keduanya cekcok. Di depan pintu rumah, sang ayah yang emosi mengambil senjata tajam (sajam) di dapur dan menusuk ibu mereka.

Sang ibu sempat dirawat sebelum kemudian meninggal sepekan kemudian. Ketua RT saat itu menjadi orang pertama yang menolong saat itu, sedang sang ayah melarikan diri dan diketahui telah menikah dengan perempuan lain di Kalimantan. 

Ia yang masih kecil itu masih mengingat saat-saat mengikuti ayahnya yang mengambil sajam dan menghabisi ibunya.

Dari kisah nyata ini, kita bisa berhitung bahwa sang anak masih berusia sekitar 3 atau 4 tahun saat ia menyaksikan kejadian yang menimpa ibunya, sedangkan adiknya masih berusia 1-2 tahun dan diberitakan belum bisa berjalan saat itu. Ia sendiri mengaku mengingat betul detik-detik ayahnya menggunakan sajam untuk menghabisi ibunya.

“Tragedinya tahun 2015 di depan saya sendiri. Saya waktu itu masih kecil,” kata sang anak. 

(Foto:istockphoto/Ksenia Makagonova)
(Foto:istockphoto/Ksenia Makagonova)
Ingatan balita 

Saat baru dilahirkan, bayi memiliki ingatan atau memori jangka pendek yang hanya berlangsung beberapa menit. Saat empat bulan, bayi hanya mampu mengingat sedikit hal misalnya menyadari ada wajah yang menghilang ketika bermain cilukba atau ada benda yang hilang dari pandangannya. 

Ingatan jangka pendek ini membantu mereka untuk melacak objek atau benda. Dikutip dari babycenter.com, penelitian menemukan bayi usia 4-6 bulan hanya mampu mengingat satu hal dalam satu waktu.

Selanjutnya ingatan bayi berkembang pesat dalam tahun-tahun pertama hidup mereka. Dalam sebuah penelitian, bayi usia 6 bulan diketahui mampu mengingat cara menekan tuas kereta mainan selama dua hingga tiga minggu sejak terakhir kali mereka melihat mainan tersebut.  

Di usia 10 bulan, memori jangka pendek bayi berkembang baik sehingga bayi mulai dapat mengingat beberapa hal sekaligus, namun hanya dalam jangka waktu yang singkat. Adanya keterbatasan ingatan ini diperkirakan untuk menghindari pikiran bayi dipenuhi dengan hal-hal besar dan rumit di dunia ini.

Amnesia anak

Ingatan yang bersifat jangka panjang butuh beberapa tahun untuk berkembang. Itulah sebabnya kita tidak mengingat kapan pertama kali kita bisa berjalan atau perayaan ulang tahun kedua. Itulah juga sebabnya mengapa ingatan-ingatan paling pertama kita biasanya bukan dari tahun-tahun pertama kehidupan kita. 

Ketiadaan ingatan masa kecil yang awal-awal adalah fenomena yang disebut oleh para peneliti dengan istilah “amnesia anak”.

Amnesia anak ini adalah sesuatu yang normal. Psikolog meyakini amnesia anak adalah bagian yang normal dari perkembangan otak manusia dan ingatan-ingatan yang tidak berulang kali diceritakan dan diperkuat akan hilang seiring dengan waktu.

Hal ini diyakini karena hipokampus (hippocampus), bagian dari otak yang berperan dalam menyimpan dan mengolah memori jangka panjang, belum berkembang penuh hingga usia anak mencapai sekitar 7 tahun. Ingatan akan peristiwa-peristiwa hidup yang dikenal dengan istilah ingatan episodik (episodic memories) disimpan oleh bagian hipokampus ini.

“Hipokampus harus siap pada usia sekitar 4 tahun dan ini biasanya ketika anak mulai mengingat hal-hal secara konsisten,” kata Rachael Elward, Ph.D, seorang ahli neurosains memori kognitif. “Semakin besar seorang anak, semakin kokoh ingatan mereka [akan suatu peristiwa],” ujar Rachael, dikutip dari parents.com. 

Fenomena amnesia anak adalah fenomena di mana anak dapat mengingat peristiwa-peristiwa sebelum mereka berusia tiga tahun, namun seiring dengan waktu, ingatan-ingatan autobiografikal dini tersebut kemudian hilang. Penelitian membuat titik awal amnesia ini pada usia 7 tahun.

Sebuah penelitian tentang ingatan masa kecil anak diterbitkan di jurnal Memory. Penelitinya, Patricia Bauer dan rekannya Marina Larkina, melakukan penelitian pada sekelompok anak berusia tiga tahun. 

Orang tua anak-anak tersebut mewawancara anaknya mengenai enam peristiwa yang telah terjadi tiga bulan sebelumnya dalam kehidupan si anak, misalnya kunjungan ke kebun binatang atau peristiwa pra-sekolahnya. 

Wawancara ini direkam dan setelah beberapa tahun kemudian, kelompok anak-anak tersebut kembali diwawancara pada usia 5,6,7,8, dan 9 tahun. Mereka ditanyakan kembali mengenai peristiwa yang terjadi ketika mereka berusia 3 tahun.

Karena para peneliti mengetahui rincian kejadian saat anak-anak tersebut berusia 3 tahun, mereka dapat menilai dengan tepat seberapa banyak yang mampu diingat oleh anak-anak tersebut dan bagaimana mereka menceritakannya kembali. 

Hasilnya, anak-anak yang berusia di antara 5- 7 tahun dapat mengingat sebanyak 60 persen dari peristiwa, namun yang berusia 8 dan 9 tahun hanya mengingat 40 persen bahkan kurang, dan mereka mulai berbicara tentang ingatan tersebut dengan cara yang berbeda.

Bauer menilai hal ini berkaitan dengan perkembangan sistem saraf. Selain itu cara orang tua yang menggunakan strategi yang bersifat elaboratif (menguraikan atau merinci suatu hal) dengan sang anak, seperti memberi pertanyaan seperti “Ceritakan pada ku lebih banyak lagi” dan “Apa yang terjadi?”, membuat ingatan anak lebih “kokoh”.

Bauer kemudian melanjutkan penelitiannya dengan sekelompok anak yang diikutinya kemudian selama 4 tahun. Ia mewawancara mereka terkait ingatan pada berbagai tahap dalam perkembangan anak-anak tersebut. Hasilnya, ia menemukan ingatan-ingatan terawal pada kehidupan seorang anak cenderung terkait dengan emosi, baik positif maupun negatif.

Teori lain terkait fenomena amnesia anak dihubungkan dengan kemampuan berbahasa. Direktur Institute Neuro-Physiological Psycology (INPP) di Inggris dan yang juga pengarang dari delapan buku mengenai perkembangan anak, Sally Goddart Blythe, mengatakan manusia tidak mempunyai kemampuan berbicara akan hal-hal yang terjadi sebelum lancar menggunakan bahasa.

Menurut Sally, bahasa verbal belum mencapai tahap yang kelancarannya cukup hingga usia anak 3 tahun. Dengan kata lain, tanpa kemampuan untuk membicarakan apa yang terjadi, atau menggunakan kata-kata untuk mengungkapkan ingatan dalam pikiran, otak tidak mampu menyimpan memori dengan baik sebagaimana ketika usia lebih tua, di mana kita telah memiliki kemampuan bahasa.

“Namun hal ini tidak berarti anak-anak tidak mampu mengingat peristiwa yang sudah terjadi. Mereka punya ingatan ini namun hilang dengan sangat cepat,” kata Rachael Elward, ahli neurosains.

Kebanyakan ingatan episodik seseorang dimulai ketika usia 3 tahun. Secara akademis, diyakini ingatan akan peristiwa-peristiwa di awal masa kecil seseorang mulai hilang dengan cepat sejak usia 7 tahun.

Namun ingatan, baik emosi maupun peristiwa terbunuhnya sang ibu, tidak dapat dilupakan oleh sang anak dalam kasus yang diceritakan di awal tulisan ini. Kejadian traumatik itu begitu kuat sehingga peristiwa itu tidak menjadi bagian dari fenomena amnesia anak. Besar kemungkinan, keluarga di mana ia tinggal bersama juga tetap menceritakan, baik kepada si abang maupun adiknya. 

Kapan anak mengenal wajah? 

Penglihatan bayi yang baru lahir masih samar-samar, namun mereka mulai mengenali wajah dan lebih cepat daripada mengenal objek benda lainnya. Bayi sudah dapat mengidentifikasi wajah ketika berusia 3 bulan. 

Mereka sejak dini sebenarnya juga mampu mengenali seseorang di tengah keramaian dengan indera lainnya. Bayi yang baru lahir mengenali suara ibunya sejak dilahirkan karena mereka sudah mendengarnya dari dalam rahim.

Bayi akan mulai mengingat wajah anggota keluarga lain tergantung pada frekuensi pertemuan mereka. Misalnya, kakek nenek yang melihat cucunya seminggu sekali, kemungkinan akan dikenali si bayi ketika ia berusia 6-9 bulan. Namun, bila sang bayi dilihat setiap hari, maka bayi tersebut akan lebih dini lagi mampu mengenali mereka.

Sedangkan bila anggota keluarga yang tinggal jauh dan jarang dilihat, maka butuh waktu satu hingga dua tahun untuk diingat oleh seorang bayi. 

Orang-orang zaman dahulu biasanya mempunyai album foto bersama famili di luar keluarga inti dan foto-foto ini dilihat oleh balita mereka sehingga mereka bisa punya ingatan akan orang-orang tertentu, walaupun tidak tinggal bersama. Zaman sekarang hal ini dipermudah dengan video call secara teratur dengan orang-orang tertentu, termasuk teman, dan seorang bayi kadang dilibatkan dalam aktivitas tersebut.

Bayi juga dapat lebih mudah dan lama mengingat orang-orang yang mereka sukai.

Kapan ingatan anak dimulai?

Sejak dua bulan pertama kehidupannya, bayi sudah mampu mengenali wajah dan suara mereka yang dekat dengannya, khususnya yang dilihat setiap hari. Bayi baru lahir dapat mengenali suara sang ibu, dan bayi yang menyusui mengenali aroma tubuh ibunya. Inilah bentuk pertama dari ingatan-ingatan awal, walaupun hal ini tentunya sangat berbeda dengan mengingat secara rinci sebuah peristiwa.

Kemampuan mengingat orang dan objek setelah jangka waktu tertentu baru meningkat setelah tahun pertama. Saat usia 9 bulan, bayi akan mulai mampu mengingat lebih banyak informasi khusus, misalnya di mana letak mainan mereka. Mereka pun akan mengenali objek yang ada di dunia nyata dari gambar. 

Bayi juga akan mampu meniru aksi yang mereka lihat bahkan satu minggu yang lalu. Kemampuan mengingat ini menunjukkan bayi yang lebih tua dapat mengingat beberapa detil dari pengalaman khusus mereka untuk jangka pendek, walaupun mereka masih tidak dapat mengingat sebagian besar dari apa yang mereka alami.

Ingatan pertama anak-anak

Kebanyakan ingatan pertama anak berasal dari usia mereka di tiga hingga empat tahun. Bila hal ingatan awal-awal ini ditanyakan, maka jawabannya akan berbeda bila ditanyakan di usia yang berbeda, antara anak dan orang dewasa. Para peneliti meyakini manusia memiliki ingatan yang lebih dini daripada yang mampu kita ingat, beberapa dimulai pada usia sekitar 2 tahun.

Ingatan-ingatan awal biasanya sifatnya implisit, ketika yang diingat lebih bersifat perasaan atau kesan akan sebuah peristiwa daripada peristiwa itu sendiri. 

Sedangkan ingatan yang sifatnya eksplisit, yaitu yang melibatkan peristiwa atau fakta-fakta, belum kuat hingga usia anak 6 hingga 7 tahun. Jadi, anak mungkin memiliki ingatan umum mengenai sarapan di meja makan sebelum usia sekolahnya, namun mereka tidak akan mengingat banyak rincian dari misalnya aktivitas liburan hingga mereka di usia sekolah taman kanak-kanak atau SD kelas satu.

Biasanya orang tua membantu anak mengingat peristiwa di awal hidupnya dengan menunjukkan foto dan menceritakan peristiwa di balik foto tersebut. Anak mungkin tidak dapat mengingat rinciannya, namun apa yang dilakukan orang tua ini dapat membuat mereka “merasa” seperti dapat mengingatnya. 

Yang menarik adalah ingatan manusia itu dapat diperbarui terus menerus dan “ditulis ulang” oleh pengalaman-pengalaman baru.

(Foto: istockphoto)
(Foto: istockphoto)
Anak yang trauma, apa yang dapat kita lakukan?

Dari pengetahuan ini, kita melihat betapa pentingnya pengalaman positif di awal-awal tahun kehidupan seorang anak. Hal ini karena mulai usia 3 tahun, anak sudah mempunyai kemampuan untuk mengingat peristiwa. 

Walaupun dikenal fenomena "amnesia anak", namun peran orang tua ataupun lingkungan yang mengingatkan akan suatu kejadian dapat membuat seorang anak tidak mengalami fenomena ini pada peristiwa tertentu. Selain karena kemampuan sang anak untuk sudah dapat mengenal dan mengingat, namun peran orang sekitarnya juga sangatlah besar. 

Orang tua ataupun keluarga sebaiknya tidak menekankan ingatan akan peristiwa-peristiwa yang tidak menyenangkan dan traumatis bagi anak. Hal ini tentu menjadi sulit ketika lingkungan tidak menyadari dampaknya terhadap anak. Mereka yang mengasuh dan terdampak dari peristiwa duka tersebut juga tentunya belum sanggup melepaskan diri dari kemarahan dan kesedihan yang dialami. Memang ini adalah masalah yang pelik.

Penulis tidak tahu kronologis hingga anak tersebut membuat video permintaan tolong kepada presiden dan kapolri untuk menangkap ayahnya yang menjadi pembunuh sang ibu. Menjadi dilema, karena keluarga dari pihak ibu tentu menginginkan keadilan dengan setidaknya ditangkapnya ayahnya yang telah membunuh ibunya tersebut. Sang anak yang juga mengetahui dan besar kemungkinan terus diceritakan akan tragedi yang terjadi pada akhirnya menyadari perbuatan ayahnya adalah suatu kejahatan yang perlu mendapatkan hukuman. 

Penulis menduga besar kemungkinan tragedi itu terus dibicarakan dengan kedua anak tersebut sehingga ingatan akan peristiwa itu pun menjadi kokoh.

Dikutip dari inquirer.com, satu dari tiga wanita mengalami kekerasan dari pasangannya, baik mantan suami ataupun pacar. Hampir separuh dari wanita yang mati terbunuh adalah dibunuh oleh pasangannya saat itu atau mantannya. Di Amerika, lebih dari tiga wanita setiap harinya dibunuh oleh pria yang berhubungan intim dengan mereka. Sering kali juga, wanita memiliki anak dengan pria yang melakukan kekerasan dan membunuh mereka. 

Maraknya berita kekerasan terhadap perempuan di media sosial Indonesia menunjukkan situasi di Indonesia saat ini tampaknya juga tidak jauh dari kondisi seperti di luar tersebut. 

Peristiwa seorang ibu yang dibunuh oleh pasangannya sendiri tentunya meninggalkan trauma dan kesedihan mendalam bagi anak-anaknya, khususnya bila hal itu terjadi ketika sang anak masih berusia sangat muda. Dampak tragedi ini terhadap kehidupan anak di masa yang akan datang telah diteliti di Swedia. Mereka menyimpan data dari sekelompok besar anak-anak yang ibunya dibunuh oleh ayahnya. Hasil penelitian ini diterbitkan di The Journal of Clinical Psychiatry.

Sistem di negara Swedia menyediakan data yang handal untuk penelitian tersebut. Para peneliti mempunyai data 494 orang anak yang ibunya dibunuh oleh ayah mereka dari tahun 1973 hingga 2009. Anak-anak ini diikuti perkembangannya hingga lebih dari 37 tahun, di mana prilaku mereka dibandingkan dengan kelompok anak yang tidak mengalami peristiwa demikian.

Hasilnya, dibandingkan dengan kelompok anak yang tidak mengalami peristiwa duka tersebut, anak-anak yang mengalami ibunya dibunuh oleh bapaknya saat mereka berusia di bawah 18 tahun, menunjukkan peningkatan enam kali dirawat karena gangguan kesehatan mental mayor atau gangguan penggunaan bahan-bahan terlarang ataupun terlibat dalam prilaku yang membahayakan diri sendiri.

Sedangkan mereka yang di atas usia 18 tahun ketika ayahnya membunuh ibunya, menunjukkan empat kali risiko perilaku bunuh diri. Baik yang usia di bawah maupun di atas 18 tahun, keduanya menunjukkan adanya risiko melakukan kejahatan dengan kekerasan.  

Penelitian terkini juga menegaskan anak-anak yang kehilangan salah satu orang tuanya karena dibunuh oleh pasangannya, membutuhkan skrining, rujukan, dan terapi yang mampu menolong mereka untuk membantu mengendalikan arah kehidupannya dari kondisi syok, sedih, dan juga terkait hak asuh dan konflik di antara keluarga besar. Banyak yang membutuhkan intervensi lebih lanjut untuk menghadapi akibat jangka panjang dari peristiwa duka tersebut.

Berbagai penelitian melaporkan gangguan pasca traumatik (Post-Traumatic Stress Disorder/PTSD), gangguan kelekatan atau keterikatan emosional (attachment disorder), gangguan penyesuaian (adjustment disorder), dan gangguan prilaku dan emosional berulang yang mengganggu orang lain (conduct disorder). Ada anak yang juga memikirkan untuk bertemu dengan orang tuanya yang telah pergi dan hal ini memicu pikiran untuk bunuh diri.

Penting sekali bagi keluarga yang merawat dan mereka yang berinteraksi untuk mengetahui dampak peristiwa tersebut kepada anak-anak ini. 

Anak-anak dengan kasus demikian, khususnya yang ceritanya telah terbuka ke publik, selayaknya juga mendapatkan perhatian dan penanganan yang bijak dari negara.  Mereka mungkin tidak memiliki luka fisik, namun peristiwa traumatis itu meninggalkan luka psikis atau emosional. Luka ini berpengaruh pada kesehatan baik fisik maupun mental anak, bahkan hingga anak menjadi dewasa. 

Anak-anak yang pernah terpapar dengan aksi kekerasan, baik sebagai korban maupun saksi, dapat lebih mudah mengalami depresi maupun gangguan mental lainnya. Beberapa dapat menjadi lebih agresif. Pengetahuan akan hal ini perlu untuk menolong kita berinteraksi dengan baik dengan seseorang dan mendukungnya secara tepat.

Akhir kata penulis berharap anak-anak ini selanjutnya dapat bertemu dengan orang-orang yang "menulis" hidup mereka dengan hal-hal yang baik, menjadi lilin-lilin kecil bagi mereka dengan masa lalu yang tidak menyenangkan. 

(Sumber:babycenter.com; popsci.com; parents.com; the inquirer.com )

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun