Mohon tunggu...
Shinta Susmita
Shinta Susmita Mohon Tunggu... -

Shinta

Selanjutnya

Tutup

Puisi

The Clover

29 Juni 2015   08:04 Diperbarui: 7 Januari 2016   12:06 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

“Cewek juga nggak manjat pohon buat sembunyi pas main petak umpet.” Zaki juga ikut-ikutan mengejekku.

“Apaan sih kalian!? Itu kan pas masih SD, itu aja terpaksa abisnya kalian nggak mau ngambilin gue mangga, pas petak umpet juga nggak ada tempat lain selain di atas pohon. Gini-gini gue cewek tulen tahu–gue tuh nggak bisa diginiin,sakiitt..” kataku mendramatisir sambil mengepalkan tangan di dada.

“Alaynya kambuh ni anak. Udah ah, omongan kalian nggak mutu deh. Kalo nggak cepet kita bakalan telat nih.” Kata Zaki sambil berjalan duluan di depan.

“YANG MULAI OMONGAN NGGAK MUTU INI SIAPA COBA!?” kami bertiga teriak saking keselnya.

...

                Kami tiba di gerbang sekolah tepat saat bel masuk berbunyi–untung belum ditutup gerbangnya. Entah ini takdir atau apa, tapi berada pada satu kelas yang sama selama tiga tahun dengan mereka benar-benar membuatku pusing, yang satu maniak basket, yang satu pinternya nggak ketulungan, yang terakhir playboy cap buaya darat. Parahnya lagi kita semua teman masa kecil dari TK­­–meskipun saat SMP hanya Andra dan Dani yang satu sekolah. Udah ah, cerita masa lalu aja.

              Hari ini pelajaran pertama adalah matematika–pelajaran yang bikin pusing banget. Dani sih seperti biasa, mendengarkan penjelasan guru sambil sesekali mencatat–tipe anak teladan yang patut dicontoh. Jangan kayak Andra, yang sudah membuat danau duluan di meja dan buku yang ditegakkan agar tidak ketahuan guru kalau dia sedang tidur. Si Zaki malah surat-suratan sama cewek yang duduk dua bangku ke kanan dari bangkunya sambil tebar-tebar pesona ke si cewek. Kalau aku sih mendengarkan–awalnya, tapi kalau sudah nggak fokus bukannya materi yang kecatat, malah asik menggambar gambar yang nggak jelas (jangan mikir macam-macam ya).

                Akhirnya jam istirahat yang ditunggu-tunggu datang juga. Aku mengeluarkan bekal yang kubawa tadi. Ternyata Dani sudah berada di sebelahku sambil membuka bekalnya–nasi dengan lauk ayam dan tempe goreng. Sedangkan aku membawa sambal terong.

“Kayaknya enak deh tempe gorengnya.” Kataku sambil lirik-lirik bekalnya.

“Ya enaklah, bikinan emak gue.” Jawabnya sambil tetap makan dengan tenang. Dalam hati aku mengutuki dirinya yang sama sekali nggak peka dengan kode-kode yang kuberikan tadi. Aku masih memandangi tempe gorengnya dengan tatapan mupeng dan sesekali meliriknya–berharap dia sadar. Menyadari tatapanku, Dani mendekatkan bekalnya ke bekalku, “Nih ambil, sebagai gantinya gue minta sambal terong lu.”

“Hehe ..., beres–nih” , aku menyodorkan bekalku padanya. Tiba-tiba Andra dan Zaki duduk di bangku depan kami sambil memakan sandwich yang tadi dibelinya di kantin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun