Mohon tunggu...
Shinta Meilani
Shinta Meilani Mohon Tunggu... Jurnalis - Mahasiswa Hubungan Internasional

Mahasiswa Hubungan Internasional UGM 2019

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Dilematik Hukuman Mati di Indonesia, Mempertahankan Kedaulatan di Tengah Ancaman Hubungan Bilateral

20 Desember 2019   11:04 Diperbarui: 20 Desember 2019   11:16 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hukuman mati dirasa menjadi sanksi yang paling efektif karena akan dapat melahirkan suatu efek domino bagi para sindikat narkoba untuk tidak dengan mudah menghirup udara bebas di Indonesia. Mengapa demikian? Opsi hukuman lain yang saat ini ada ialah hukuman bui. Lantas apakah dibalik sel jeruji dapat terjamin bahwa tidak ada keberlangsungan proses transaksi narkoba didalamnya?

Oleh karena itu, dengan memberlakukan hukuman mati berarti Indonesia menunjukkan gigi taring bukti ketegasannya dalam upaya menumpas habis narkoba. Sehingga dalam hal ini Indonesia tetap perlu mempertahankan kedaulatannya atas urgensi status quo-nya yang tidak lagi aman dengan jumlah proliferasi penyebaran narkoba.

Namun hal yang dapat saya rekomendasi-kan adalah pertama, Indonesia perlu kembali merekonstruksi penjaminan atas tidak adanya sanksi dari negara---yang warganya tervonis sebagai resipien hukuman mati---yang memungkinkan akan menjadi boomerang bagi Indonesia. Kedua, Indonesia perlu menegaskan kembali hukuman ini supaya tidak runcing ke bawah dan tumpul ke atas.

Dari pemaparan diatas, saya menarik kesimpulan bahwa hukuman mati yang dibingkai oleh dunia saat ini merupakan sebuah kontradiksi atas hak asasi manusia. Meski hak asasi manusia menjadi sebuah persoalan namun jika kembali pada prinsip Indonesia yang menujukan hukuman mati ini sebagai alat dan mekanisme untuk memproteksi masyarakat, maka hal ini mengindikasikan bahwa Indonesia mengambil fungsinya sebagai pelindung bagi hak dan keamanan masyarakatnya yang terancam atas keberadaan tindak kejahatan luar biasa.

Secara aplikatif, Indonesia tidak tumpul dalam menerapkan hukuman ini terhadap objek penerima hukuman, tidak pandang bulu antara WNI dan WNA. Sehingga tidak ada sikap diskriminatif yang dilakukan Indonesia dalam pengaplikasian hukuman ini. Di lain sisi, sentimen negara di dunia terutama yang bagi negara yang mengambil sikap dengan menarik duta besarnya dari Indonesia tidak memiliki pengaruh signifikan karena hanya sebagai representasi rasa kekecewaan yang temporal. Status quo Indonesia yang sering menjadi target pasar narkoba dan serangan terorisme menjadi salah satu justifikasi kuat bagi Indonesia untuk tetap mempertahankan hukuman mati di era ini.

REFERENSI

Dole, N. (2017). Ban on live exports 'irrational, unjustified', court told as farmers' class action begins. Retrieved 6 October 2019, from 

Hutomo, A. R. P. (2016). The Death Penalty in Indonesia: Sovereignty Versus Human Rights?. Valdivastok Russia.

Kisah pembebasan WNI dari hukuman mati di Saudi: Bertemu malam-malam di gurun hingga cerita syair klasik. (2019). Retrieved 4 October 2019, from 

Lee, S. (2015). University lecturer offends Indonesian students after Bali executions. Retrieved 14 November 2019, from 

McRae, Dave. A key domino? Indonesia's death penalty politics. Lowy Institute for International Policy 1 (2012).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun