Mohon tunggu...
Shinta Dwi Lestari
Shinta Dwi Lestari Mohon Tunggu... Full Time Blogger - 👤 Siswa

🌻

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Sebuah Keikhlasan

14 Februari 2021   21:05 Diperbarui: 14 Februari 2021   21:13 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Nama : Shinta Dwi Lestari

Kelas : XII MIPA 5


   Selesai melaksanakan sholat subuh berjamaah, keluarga kecil itu kemudian bertadarus hingga matahari menampilkan cahayanya untuk muka bumi.

"Bissmillahi rahman nii rahiim..."

Gadis kecil itu kemudian membaca surah Ar-Rahman dengan sangat indahnya, suara yang keluar dari bibir mungil tersebut mampu menyentuh kalbu siapapun yang mendengar.

Dengan fokus dan penuh penghayatan, gadis kecil bernama Arabella atau sering disebut dengan panggilan Bella kini usianya lima tahun itu membentuk gumpalan air mata di kedua  bola mata orang tua dan kakaknya.

"Shodakallahul'azim..."

"Masya Allah, pintar sekali anak mama."

Gadis yang menggunakan mukena hijau tosca itu mengerucutkan bibirnya

 "mama sama papa gak adil, masa yang dipuji cuma kak Bella?"

Kiara dan Gavin itulah nama orang tua dari kedua anaknya, mereka terkekeh mendengar ucapan anak bungsunya.

Dengan lembut sang ibu mengusap pipi gadis itu sambil berkata "Ara, mama juga bangga kok sama kamu."

"Ara jelek ma, udah gak usah di banggain." Celetuk Bella dengan wajah polosnya.

Lagi-lagi Kiara dan Gavin terkekeh mendengar ucapan anak bungsu mereka.

"Eh enak aja ngatain aku jelek, kakak aja tuh yang gendut."

"Ara!!!"

Semuanya tertawa mendengar rengekan Bella dan Ara.

"Eh sudah, sudah. Kakak jangan ngeledekin ade terus dong! Kasian tuh ade jadi nangis." Ucap Gavin.

"Astagfirullah... Maafin kakak ya Ara, kamu cantik kok."

"Aku ngambek, pokoknya kak Bella harus beliin aku ice cream titik!"

Kenangan indah masa lalu itu kembali setiap ruang sunyi yang menyelimuti hati gadis berusia 18 tahun itu. Terkadang logika selalu memaksanya menolak segala memori indah yang muncul dengan spontan, namun hatinya tetap berontak.

"Ngga mau! Pokoknya aku yang bawa mobil, kamu minta dijemput teman aja sih!!!"

"Ngga!! Aku yang bawa mobil. Tinggal kakak yang minta dijemput temen juga."

"Ngga mau Araaaa! Kamu ngalah kek"

"Ogah, yaudah berangkat bareng."

Cklek

Saat kiara memasuki ruang tamu, wajah kiara terheran mengapa anaknya belum berangkat Sekolah dan kini mereka hanya beradu omong tentang yang membawa mobil ke sekolahnya walaupun sekolah mereka sama satu sekolahan. Bella dan Ara kanget karena Kiara melihat mereka sedang bertengkar.

"Loh kalian belum berangkat?"

Mereka hanya saling melempar tatapan yang sulit diartikan membuat wanita paruh baya didepannya kebingungan.

Mereka berjalan beriringan memasuki kelasnya dengan muka Bella yang masih kesal pada wanita disampingnya, yang tak lain adalah adiknya.

"Eh ada bella, kenapa nih kok mukanya kusut banget." Tanya Safira, sahabat dekatnya Bella.

"Tau tuh si Ara masih pagi juga udah nyebelin banget."

"Dasar ya, gak ada akur-akurnya."

Bel pulang sekolah pun berbunyi.

Saat berada di koridor kelas Ara bertemu dengan Bella. Dan karena Ara akan pergi main bersama teman-temannya seusai pulang sekolah maka Ara akan berubah menjadi lemah lembut karena ia akan meminta bantuan kakaknya untuk tidak dimarahi oleh kedua orang tuanya Karena terlambat pulang ke rumah.

"Kak Bella, minta tolong dong. Plis boleh ya." Kata Ara

"Dih, tumben banget tuh ngomong lemah lembut. Wah pasti ada maunya Nih."

"Hehe, kakak tau aja."

"Udah cepetan ada apaan?"

"Nanti kakak tolong bilangin ke mama ya kalau Ara pulang kerumah telat, soalnya mau ke Gramedia dulu."

"Idih bilang aja mau ke mall sama teman kamu itu kan?"

"Ih apaan sih kak, udah kakak nurut aja nanti Ara beliin boba deh janjiii."

"Udah kakak cape mau pulang dulu, dahh."

"Dah kak Bella."

Sesampainya dirumah.

"Assalamualaikum." Sapa Bella lalu menyalimi punggung tangan kedua orang tuanya.

"Wa'alaikumsalam, eh anak mama udah pulang." Balas Kiara

Kini Gavin dan Kiara cemas karena tidak melihat Ara pulang bersama Bella.

"Ara mana bel? Kok ngga pulang sama kamu." Tanya Gavin, Papa Bella dan Ara.

"Kan bener ditanyain." Batin Bella

"Katanya mau ke Gramedia dekat sekolah pa."

"Kok kamu pulang duluan? Harusnya kamu tungguin Ara dong."

Bella hanya menunjukkan deretan gigi rapihnya. Dan karena gugup karena telah berbohong kepada orang tuanya maka Bella mengahlikan pembicaraan nya.

"Bentar Bella ambil minum dulu pa, ma" pamitnya sengaja mengulur waktu.

Setelah mengambil minum, Bella kembali ke ruang tamu, ia duduk di hadapan orang tuanya.

"Papa lagi libur?" Tanya Bella basa-basi.

"Kebetulan aja tadi meeting selesai cepat." Balas Papanya

Bella hanya manggut-manggut mendengar penjelasan sang Papa.

"Tadi Bella sama Ara di sekolah ngga berantem kan?" Tanya Kiara

"Ngga kok, ma. Mama sama papa tenang aja sekarang Bella sama Ara udah gak kayak dulu lagi kok."

"Nah gitu dong, baru itu anak Mama."

Tak lama kemudian, terdengar suara seseorang sedang mengetuk pintuk dan tak lain itu adalah Ara.

"Assalamualaikum."

"Wa'alaikumsalam." Jawab Kiara, Gavin dan Bella.

"Tuh pasti Ara deh ma."

"Kalian pasti abis ngomongin ara ya?" Tanya ara

"Ih kamu tuh ya suka geer." balas Bella

"Nih kak aku bawain minuman buat kakak."

"Wah tumben banget nih baik pake bawain minuman segala."

"Udah deh ka, gak usah mancing mancing emosi aku."

"Hehe, maaf." Sambil meminum minuman nya.

"Mama sama Papa pingin melihat kalian berdua setiap hari tanpa bertengkar, apa kalian berdua sanggup?" Ucap Kiara

Demi kebahagiaan kedua orang tuanya kini Bella dan Ara sepakat untuk berdamai dan tidak bertengkar lagi.

"Aku sanggup sih ma, gak tau tuh kalau Bella."

"Bella juga sanggup kok ma, kan ini pun demi kebahagiaan nya Mama sama Papa."

"Makasih ya sayang." Jawab Gavin

"Iya pak." Jawab kakak beradik dengan kompak.

Setelah berbincang-bincang dan makan malam, kini Bella dan Ara berjalan ditangga untuk memasuki kamar masing-masing. Setelah berada dilantai 2 rumah milik orang tuanya, di lantai 2 hanya ada kamar Bella dan Ara. Sebelum mereka memasuki kamar masing-masing ia berpendapat akan membicaran persoalan akan berdamai dari hati ke hati.

"Kak bel mulai sekarang kita damai ya, tanpa ada permusuhan lagi."

"Karena ini permintaan Mama dan Papa, ya udah deh sekarang aku mau damai sama kamu."

"Janji iya tanpa ada permusuhan lagi diantara kita berdua"

"Iya Ara, adik kakak yang bawel nya minta ampun."

Pada saat pagi hari, cahaya matahari sudah mulai muncul memasuki celah-celah jendela sudut ruangan. Lalu kiara berjalan menuju kamar kedua anaknya dan membangunkannya untuk mandi agar tidak terlambat datang ke sekolah.

"Pagi Mama, papa dan kak bella" ucap Ara yang sedang melihat meja makan sudah lengkap dengan keluarganya.

"Pagi juga." Jawab mereka kompak.

"Udah cepat makan dulu supaya tidak terlambat ke sekolahnya." Ucap Gavin.

Ketika akan sarapan, terdengar suara ributan yang tak lain ialah Bella dan Ara.

"MAMAAA." Teriak Ara diiring tawa Bella di belakangnya.

"Apa sih? Masih aja ribut kalian ini" tanya kiara heran

"Kak Bella tuh Ma, masa telur yang buat lauk Ara di ambil sama dia" Adunya.

"Kan telurnya ngga cuma satu, Ra."

"Iya, tapi tadi Ara udah pilih yang gede Ma."

"Terus diambil Bella?" Tanya Kiara

Ara mengangguk lalu menggeleng, "kan mau Ara taroh piring Ara, eh malah jatuh ke piringnya kak Bella." Jawabnya.

Kiara dan Gavin terkekeh geli mendengar rengekan kedua anaknya tersebut.

"Berarti bukan Bella yang ngambil kan Ma?" Tanya Bella sambil terkekeh.

"Tapi kak Bella ngga mau balikin telurnya Ara, Maa."

"Ya kan udah dipiring aku, ya ngga baik dong dibalikin lagi." Sahut Bella

"Sekarang udah makan?"

"Udah"

"Pake telur juga?"

Ara menggangguk, "Ara makan telurnya dua, soalnya kan yang gede jatuh ke piringnya kak Bella."

"Ya terserah kamu Ra."

"Anak sultan, ngga elit banget ributnya rebutan telur." Ujar Gavin

"Pa, telurnya--"

"Udah, ntar Bella keselek telurnya diungkit-ungkit terus." Potong Gavin

Ara merasa sakit hati karena telurnya yang ia ambil jatuh ke piringnya Bella. Kini Wajah Ara berubah menjadi kesal yang asalnya amat bersemangat dan bahagia.

"Gak tau ah, pokoknya aku marah ke kak Bella."

"Idih lagian itu bukan salahnya aku kaliiii!" Ujar Bella

"Udah deh kakak jauh jauh dari hidup Ara, biar hidup ara tenang."

"Heh ngomong apaan sih kamu Ra." Kata Kiara.

Bella dibuat kesal oleh rengekan adiknya karena ia tak merasa bersalah sama sekali karena ini bukan salahnya, melainkan salahnya Ara yang ceroboh ketika memegang sendok.

"Yaudah mulai sekarang aku gak mau ngobrol lagi sama kamu Ara." Jawab Bella.

Kini adik kakak itu pun pergi berangkat ke sekolah menggunakan ojek online masing-masing.

"Loh tumben banget, kamu pergi ke sekolah ngga bareng sama Bella Ra?" Tanya Asya, temannya Ara

"Biasa aku sama kak Bella lagi berantem."

"Bisa gak sih aku ngeliat kalian berdua sekali aja gak usah berantem?."

"Udah ditakdirin kali Sya, atau aku harus pergi jauh dari kak Bella ya baru aku dan kak Bella gak berantem lagi."

"Emang kamu sama Bella berantem kenapa lagi?"

"Hehe, ada deh."

"Yaudah ayo ke kantin."

"Ayoo."jawab Ara

Ketika sedang berjalan di koridor sekolah, Bella berpapasan dengan Ara. Kini hanya terlihat muka malasnya dari kedua kakak beradik tersebut.

"Mama, Bella pulang." Ucap Bella

"Gak pulang bareng Ara Bel?" Jawab kiara

"Ngga Ma, lagi main dulu mungkin. Kan biasanya juga kalau Ara pulang nya telat pasti main dulu."

Tak lama ketika Bella memasuki pintu, Ara datang dan ia marah karena dirinya sedang di omongkan oleh kakaknya.

"Apa sih kak Bella nuduh aku yang ngga-ngga mulu." Jawab Ara

"Emang itu kenyataannya kan Ra? Udah deh jujur aja kali."

"Awas ya kak Bella". Kata Ara sambil masuk ke dalam kamarnya.

Setelah malam hari tiba, Kiara memasuki kamar kedua anaknya dan mengajak makan malam karena ada hal penting yang akan di bicarakan.

"Ada hal penting yang harus papa bicarakan kepada kalian."

"Hal penting apa pa?" Ucap Bella

"Sebelumnya Papa meminta maaf kepada anak-anak Papa karena Papa telat memberi tahunya. Jadi lusa Mama, Papa dan Ara akan pergi ke Belanda karena ada urusan penting yang harus Papa selesaikan."

"Kenapa aku gak di ajak ma, pa? Kalian tega melihat aku dirumah sendiri."

"Maaf ini keputusan sudah bulat tidak bisa di gagalkan dan ini harusnya keuntungan untuk kamu menenangkan pikiran supaya tidak karena bertengkar setiap hari."

"Tapi aku pingin ikut Pa."

"Sabar iya Bella, Mama dan Papa juga tahu kok kamu ingin ikut bersama kita tapi kamu juga  harus memikirnya sekolah karena kamu bentar lagi akan lulus."

Kiara memeluk Bella dan menenangkan hatinya supaya Bella tidak bersedih lagi.

Saat lusa tiba.

Setelah selesai mempacking koper yang akan dibawa, Ara memeluk tubuh Bella.

"Kakak gak boleh nangis lagi, nanti aku juga jadi ikutan sedih. Satu hal yang harus kakak tahu, kalau aku sayang kakak walaupun Ara gengsi untuk mengungkapkannya."

"Kakak juga sayang Ara, kalau Ara pergi nanti gak ada lagi yang buat kakak jadi marah dong."

"Kak Bella disini jaga diri ya, jangan sampai telat makan, jangan meninggalkan sholat dan jangan juga lupain Ara."

"Ih apaan sih kok kamu bicara nya gitu, kan aku jadi sedih lagi."

Ara tersenyum melihat Bella yang sedang menangis sambil mengusap air mata di pipinya.

Setengah jam kemudian, Travel yang akan mengantarkan ke Bandara pun datang. Tangis Bella semakin pecah ketika melihat Travel sudah datang.

"Bella ketika Mama dan Papa tidak ada dirumah, Mama titip pesan ke Bella supaya tidak meninggalkan sholat dan meminta doa kepada Allah untuk semua yang Bella inginkan."

"Iya ma, Bella ingat terus kepada pesan nya Mama sama Papa." Sambil memeluk tubuh kedua orang tuanya

"Bella kita semua pergi dulu iya, kamu jaga diri baik-baik dirumah dan kita semua sayang Bella"

"Iya pa, Papa, Mama dan Ara juga jaga diri baik baik iya disana."

Kini dirumah hanya ada Bella seorang, karena orang tua dan adiknya sedang dalam perjalanan pergi ke Belanda. Selama dirumah Bella merasa kesepian karena tidak ada yang menemaninya, sehingga ia pun berpikir untuk mengajak Safira, teman dekatnya Bella untuk menginap dirumahnya selama orang tua dan adiknya di Belanda. Safira pun menyetujuinya untuk menginap di rumah Bella setelah mendapat izin dari kedua orang tuanya.

"Sepi banget iya, apalagi biasanya tiap detik ada yang berantem terus nih." Ucap Safira

"Iya benar Fir, sepi banget kalau gak ada Ara."

Matahari mulai menampakkan sinarnya, hingga menembus ke celah kecil jendela. Membuat Bella dan Safira membuka matanya, karena silau yang menusuk indera penglihatannya.

Drrrtt....Drrrtt....

Safira mengalihkan pandangan mereka ke ponsel yang baru saja bergetar. Bella mengangkat telepon dari nomor yang tidak dikenal.

"Apa? Tidak mungkin... Terimakasih informasinya." Bella menangis menjadi-jadi setelah menerima telepon tersebut.

"Ada apa Bel?" Tanya Safira dengan wajah bingung.

"Pesawat yang dinaiki Mama, Papa dan Ara hilang kontak lalu jatuh ke laut. Kemungkinan, semua korban telah tewas."

Jedug...

Jantung Bella berdetak dengan hebat. Ia terduduk di atas sofa. Tubuhnya lemas, Bella tidak menyangka bahwa semua akan seperti ini.  Bella dan Safira saling berpandangan, mereka tampak terkejut dan tak percaya. Bella terbaring tak berdaya di kamarnya, dia belum sadarkan diri setelah pingsan saat mendapatkan kabar buruk itu.

Tidak... Tidak mungkin ini terjadi.... Mama, Papa dan Ara masih hidup...

Bella tidak percaya bahwa itu semua akan terjadi, Kini Bella sudah tidak memiliki orang tua lagi. Sedari tadi, Safira terus menunggui Bella yang masih belum sadarkan diri. Wajahnya tampak khawatir, ia terus menggigiti kukunya. Setelah mendengar teriakan Bella, Safira merasa lega karena Bella sudah sadar.

"Mama, Papa dan Ara dimana? Mereka masih hidup kan?" Ucap Bella

Safira mendekati Bella dan mengelus kepalanya dengan berkata. "Diminum dulu" Safira menyodorkan teh hangat.

Setelah meminum teh nya, Bella menatap Safira.

"Kamu tenang dulu, pesawatnya masih dilacak. Terus berdo'a, supaya tante Kiara, om Gavin dan Ara bisa selamat."

Bella tidak bisa membendung air matanya, ia menangis tersedu-sedu. Dengan teriak
"Bunda Papa... Jangan tinggalin Bella. bella gak punya siapa siapa selain kalian." Tangisnya semakin pecah.

"Sabar Bel, disini ada aku. Kamu akan baik-baik saja." Safira merengkuh tubuh Bella yang semakin lemas.

"Allah... Udah gak sayang sama Bella." Bella berkata dengan air mata yang terus terurai.

Safira juga menitikkan air matanya, karena sudah tidak sanggup lagi menahan air mata yang sudah membendung sejak tadi. Ia berusaha menguatkan Bella, padahal dia sendiri juga tidak kuat menahan gejolak dalam dada. Safira kehilangan orang tua Bella yang sudah dia anggap seperti orang tuanya sendiri. Safira hanya diam disudut kamar sambil memberi kekuatan kepada Bella.

Sebulan kemudian...

Kini Bella mulai mengikhlaskan atas kepergian orang tua dan adiknya kepada sang pencipta. Ia percaya bahwa akan ada kebahagiaan yang Allah gantikan atas kepergian orang orang tercintanya. Rencana yang sudah tersusun rapi ternyata masih tidak bisa bersaing dengan ketentuan semesta, karena pada dasarnya sang pencipta lah yang mempunyai skenario terbaik didalam kehidupan. Hilanglah semua harapan kebahagiaan itu, semuanya lenyap sekejap mata dan dalam hitungan detik saja. Rasanya masih seperti mimpi, walau masih sangat sulit dipercaya dan diterima oleh logika. Kenapa? Kenapa harus seperti ini akhirnya? Kenapa harus sangat menyakitkan? Kenapa harus mengecewakan? Itu lah kata-kata yang terus muncul di otak Bella. Setelah setahun berlalu tanpa adanya Mama, Papa dan Ara dihidupnya, kini Bella mulai memulai lembaran baru dengan bersemangat karena perjalanan hidup yang harus ia tempuh masih panjang demi meraih cita-citanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun