Mohon tunggu...
Shinta Dewi
Shinta Dewi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Internasional Batam

Halo! Perkenalkan saya Shinta Dewi mahasiswi program studi Manajemen dari Universitas Internasional Batam! :)

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Mengenal Tentang Hukum Perdata

11 Maret 2022   19:17 Diperbarui: 11 Maret 2022   22:14 2664
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Halo teman-teman semua! Perkenalkan nama saya Shinta Dewi dari Program Studi Manajemen di Universitas Internasional Batam. Pada artikel ini saya mau membahas tentang hukum perdata mulai dari pengertian, sistematika, contoh-contohnya dalam dunia bisnis, dan syarat-syarat ketika perjanjian dianggap sah itu bagaimana. 

Nah, sebelum kita mengulas tentang hukum perdata, kita harus mengerti terlebih dulu nih pengertian dari hukum.

Apa itu hukum? 

Arti hukum dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah "Peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah."

Hukum ini disebut juga sebagai aturan, undang-undang, atau lain sebagainya untuk mengatur kehidupan masyarakat dalam berperilaku, dan apabila dilanggar maka akan diberikan sanksi baik pidana maupun perdata.

Hukum dibagi menjadi 2 (dua), yaitu:

  • Hukum Publik, aturan hukum yang mengatur tentang hubungan hukum antar negara dengan masyarakat seperti hukum pidana, hukum pajak, hukum tata negara (HTN), dan lain sebagainya.
  • Hukum Privat, aturan hukum yang mengatur tentang hubungan antar individu dengan individu lainnya atau individu dengan suatu kelompok yang tidak ada kaitannya dengan negara seperti hukum perdata, hukum dagang, hukum adat, dan lain sebagainya.


Nah, sekarang kita bahas tentang hukum perdata. Teman-teman pasti sudah tidak asing lagi ketika mendengar istilah ini.

Apa itu hukum perdata? 

Istilah hukum perdata pertama kali dikenal dalam bahasa Belanda, yaitu Burgerlijk Recht. Pengertian dari hukum perdata menurut ahli Ronald G. Salawane adalah seperangkat aturan-aturan yang mengatur orang atau badan hukum yang satu dengan orang atau badan hukum yang lain di dalam masyarakat, atau ketentuan yang menitikberatkan kepada kepentingan antar perorangan dalam masyarakat.

Adapun 4 (empat) sistematika dari hukum perdata, yakni:

  • Hukum Pribadi, berisi aturan-aturan tentang seseorang sebagai subjek hukum.
  • Hukum Keluarga, membahas atau mengatur tentang hubungan kekeluargaan, misalnya hubungan perkawinan antar suami dan istri, hubungan antar orang tua dan anak.
  • Hukum Kekayaan, membahas atau mengatur tentang hubungan antar individu dengan aset kekayaan yang dimiliki atau sesuatu yang dapat diukur dengan uang.
  • Hukum Waris, membahas atau mengatur tentang aset kekayaan yang dimiliki seseorang yang telah meninggal dunia.

Apa saja contoh dari hukum perdata dalam dunia bisnis?

Contoh dari hukum perdata dalam dunia bisnis itu seperti hutang piutang, perjanjian atau kerjasama, wanprestasi (ingkar janji), dan lain sebagainya.

Hutang Piutang

Sumber: Google - https://ilmuonline.net/contoh-surat-perjanjian-utang-piutang/
Sumber: Google - https://ilmuonline.net/contoh-surat-perjanjian-utang-piutang/

Apakah teman-teman sudah mengerti apa itu hutang piutang? Nah, hutang piutang ini artinya adalah ketika seseorang yang memberikan pinjaman kepada orang lain dengan perjanjian dimana pihak yang meminjam akan mengembalikan sejumlah pinjaman baik disertai dengan bunga maupun tidak dalam jangka waktu yang telah disepakati bersama.

Pengertian dari hutang piutang ini sama seperti pinjam meminjam yang dicantumkan dalam Pasal 1754 KUHP yang berbunyi:

“Pinjam-meminjam adalah persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain sesuatu jumlah tentang barang-barang atau uang yang menghabiskan karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan dengan jumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula.”

Tidak hanya di dunia bisnis, hutang piutang pun sering terjadi di masyarakat awam. Untuk kasus hutang piutang ini memang pada dasarnya jatuh ke ranah hukum perdata. Nah pertanyaannya adalah:

Apakah seseorang dapat dipidana penjara apabila dia tidak melaksanakan kewajiban untuk membayar hutangnya? 

Masih banyak masyarakat yang bingung mengenai perbedaan hukum perdata dan hukum pidana. Memang terkadang untuk masalah hutang piutang ini juga bisa dibawa ke hukum pidana, namun khusus beberapa kasus tertentu saja.

Contoh kasusnya adalah ketika si A meminjam modal kepada B untuk membangun usaha dengan membuat perjanjian dimana akan memberikan keuntungan sebesar 15% kepada B, ternyata si A berbohong dan menggunakan uang tersebut untuk kepentingan lain dan tidak membayar kembali ke B, maka kasus ini bisa dianggap sebagai penipuan atau penggelapan dengan Pasal 378 KUHP yang berbunyi:

“Barangsiapa dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak, baik dengan memakai nama palsu atau kedaan palsu, baik dengan akal dan tipu muslihat, maupun dengan karangan perkataan-perkataan bohong, membujuk orang supaya memberikan sesuatu barang, membuat utang atau menghapus piutang, dihukum karena penipuan, dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun.”

Terkecuali A menepati janjinya dengan memberikan keuntungan sebesar 15% kepada B setiap bulannya, namun suatu hari usahanya jatuh atau gulung tikar dan tidak bisa membayar lagi hutangnya ke B maka kasus tersebut tidak bisa dibawa ke ranah pidana dan tetap masuk ke hukum perdata.

Intinya adalah hutang piutang tidak bisa dipidana, terkecuali apabila memang dari awalnya si peminjam memiliki niat untuk menipu maka kasus tersebut bisa dibawa ke hukum pidana.

Kontrak Dalam Perjanjian Kerjasama Bisnis

Sumber: Google - https://www.jasahukumbali.com/artikel/pengertian-kontrak 
Sumber: Google - https://www.jasahukumbali.com/artikel/pengertian-kontrak 

Sebelum membahas lebih jauh, kita harus mengerti terlebih dulu apa itu kontrak. Pengertian kontrak atau perjanjian ini tercantum dalam Pasal 1313 KUHP yang berbunyi:

“Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu pihak atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang atau lebih.”

Dalam bisnis, kontrak atau surat perjanjian kerjasama hitam di atas putih itu sangatlah penting. Mengapa demikian? Pada umumnya, di dalam surat perjanjian itu akan tercantum apa saja hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh pihak yang bersangkutan ketika melaksanakan perjanjian tersebut. 

Hal ini sangat diperlukan agar ketika ada salah satu pihak yang melanggar maka dapat dituntut dengan menggunakan hukum perdata berupa wanprestasi atau ingkar janji. 

Sebaliknya, apabila tidak adanya kontrak atau surat perjanjian kerjasama hitam di atas putih, maka ketika ada salah satu pihak yang melanggar akan sulit untuk dituntut karena tidak adanya bukti yang sah. Itulah mengapa setiap orang yang melakukan perjanjian kerjasama bisnis harus menandatangani kontrak kerjasama hitam di atas putih agar dapat menghindari hal-hal yang tidak diinginkan dan tidak merugikan satu sama lain.

Contoh Surat Perjanjian Kerjasama

Sumber: Google - https://www.gramedia.com/best-seller/contoh-penulisan-surat-perjanjian-kerjasama/
Sumber: Google - https://www.gramedia.com/best-seller/contoh-penulisan-surat-perjanjian-kerjasama/

Dalam pasal 1320 KUHP, ada 4 (empat) syarat dimana kontrak atau perjanjian tersebut dapat dikatakan sah, apabila:

  • Adanya Kesepakatan, para pihak yang melakukan perjanjian harus sama-sama sepakat.
  • Adanya Kecakapan, cakap dalam melakukan kesepakatan, sudah dewasa, dan tidak berada di bawah pengampuan.
  • Adanya Objek, semua yang diperjanjikan harus memiliki objek seperti kesepakatan dalam sewa menyewa rumah.
  • Adanya Kausa yang Halal, perjanjian yang disepakati harus sesuai dengan undang-undang dan tidak mengganggu ketertiban umum.

Syarat perjanjian yang sah menurut Pasal 1320 KUHP terbagi menjadi 2 (dua), yaitu:

  • Syarat Subyektif, harus terdapat: (a) kesepakatan antar para pihak yang bersangkutan, dan (b) adanya kecakapan yang artinya orang yang melakukan perjanjian harus sudah dewasa (berumur 21 tahun), tidak berada di bawah pengampuan, dan tidak adanya larangan oleh undang-undang dalam melakukan sesuatu. Apabila salah satu dari syarat subyektif ini tidak terpenuhi maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan oleh salah satu pihak atau dapat juga disebut dengan voidable.
  • Syarat Obyektif, harus terdapat: (a) objek yang diperjanjikan, dan (b) kausa yang halal, yang dimana dalam suatu perjanjian itu harus jelas dan dibenarkan oleh hukum. Kontrak atau perjanjian yang dibuat tidak boleh dilakukan untuk hal-hal yang bertentangan dengan hukum. Apabila salah satu dari syarat obyektif ini tidak terpenuhi maka kontrak disebut tidak sah dan bisa dibatalkan demi hukum atau dapat juga disebut dengan null and void.

Nah, itu saja pembahasan mengenai hukum perdata, mohon maaf apabila penulisan ini masih belum sempurna dan semoga penulisan ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membaca. Terima kasih dan sampai jumpa kembali di lain waktu! :) 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun