Terkecuali A menepati janjinya dengan memberikan keuntungan sebesar 15% kepada B setiap bulannya, namun suatu hari usahanya jatuh atau gulung tikar dan tidak bisa membayar lagi hutangnya ke B maka kasus tersebut tidak bisa dibawa ke ranah pidana dan tetap masuk ke hukum perdata.
Intinya adalah hutang piutang tidak bisa dipidana, terkecuali apabila memang dari awalnya si peminjam memiliki niat untuk menipu maka kasus tersebut bisa dibawa ke hukum pidana.
Kontrak Dalam Perjanjian Kerjasama Bisnis
Sebelum membahas lebih jauh, kita harus mengerti terlebih dulu apa itu kontrak. Pengertian kontrak atau perjanjian ini tercantum dalam Pasal 1313 KUHP yang berbunyi:
“Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu pihak atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang atau lebih.”
Dalam bisnis, kontrak atau surat perjanjian kerjasama hitam di atas putih itu sangatlah penting. Mengapa demikian? Pada umumnya, di dalam surat perjanjian itu akan tercantum apa saja hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh pihak yang bersangkutan ketika melaksanakan perjanjian tersebut.
Hal ini sangat diperlukan agar ketika ada salah satu pihak yang melanggar maka dapat dituntut dengan menggunakan hukum perdata berupa wanprestasi atau ingkar janji.
Sebaliknya, apabila tidak adanya kontrak atau surat perjanjian kerjasama hitam di atas putih, maka ketika ada salah satu pihak yang melanggar akan sulit untuk dituntut karena tidak adanya bukti yang sah. Itulah mengapa setiap orang yang melakukan perjanjian kerjasama bisnis harus menandatangani kontrak kerjasama hitam di atas putih agar dapat menghindari hal-hal yang tidak diinginkan dan tidak merugikan satu sama lain.
Contoh Surat Perjanjian Kerjasama
Dalam pasal 1320 KUHP, ada 4 (empat) syarat dimana kontrak atau perjanjian tersebut dapat dikatakan sah, apabila:
- Adanya Kesepakatan, para pihak yang melakukan perjanjian harus sama-sama sepakat.
- Adanya Kecakapan, cakap dalam melakukan kesepakatan, sudah dewasa, dan tidak berada di bawah pengampuan.
- Adanya Objek, semua yang diperjanjikan harus memiliki objek seperti kesepakatan dalam sewa menyewa rumah.
- Adanya Kausa yang Halal, perjanjian yang disepakati harus sesuai dengan undang-undang dan tidak mengganggu ketertiban umum.
Syarat perjanjian yang sah menurut Pasal 1320 KUHP terbagi menjadi 2 (dua), yaitu:
- Syarat Subyektif, harus terdapat: (a) kesepakatan antar para pihak yang bersangkutan, dan (b) adanya kecakapan yang artinya orang yang melakukan perjanjian harus sudah dewasa (berumur 21 tahun), tidak berada di bawah pengampuan, dan tidak adanya larangan oleh undang-undang dalam melakukan sesuatu. Apabila salah satu dari syarat subyektif ini tidak terpenuhi maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan oleh salah satu pihak atau dapat juga disebut dengan voidable.
- Syarat Obyektif, harus terdapat: (a) objek yang diperjanjikan, dan (b) kausa yang halal, yang dimana dalam suatu perjanjian itu harus jelas dan dibenarkan oleh hukum. Kontrak atau perjanjian yang dibuat tidak boleh dilakukan untuk hal-hal yang bertentangan dengan hukum. Apabila salah satu dari syarat obyektif ini tidak terpenuhi maka kontrak disebut tidak sah dan bisa dibatalkan demi hukum atau dapat juga disebut dengan null and void.