Mohon tunggu...
Shinta Amanda
Shinta Amanda Mohon Tunggu... Lainnya - umum

sukses ada di tangan mu

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Islam, Kepemimpinan Perempuan, dan Seksualitas

3 November 2020   19:19 Diperbarui: 3 November 2020   19:30 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada bab terakhir ini tentang perempuan, islam, dan negara, yang memusatkan pada fenimisme dalam islam dan menegakkan hak dasar perempuan. 

Fenimisme merupakan suatu gerakan perempuan yang menjelaskan kondisi kehidupan yang dijalani oleh perempuan tentang isu-isu yang digugat dan diperdebatkan dalam upaya menegakkan hak-hak dasar manusia. Fenimisme juga dapat diartikan sebagai kesetaraan akan perbedaan fisik antara perempuan dan laki-laki, tapi kesempatan dalam hidup harus sama. 

Misalnya dalam kesempatan untuk memperoleh pendidikan, ekonomi, demi kehidupan yang sejahtera dan adil. Fenimisme sangat penting untuk perkembangan kebudayaan Indonesia. Fenimisme dalam islam merupakan sebuah konsep keadilan yang menopang dan mempengaruhi penafsiran terhadap syariah, dan hokum hak asasi manusia (HAM). 

Fenimisme dapat dianalisa melalui Analisa gender, melalui analisa gender ini dapat menjadi kaca pembesar untuk melihat dan memahami ketidakadilan hubungan antara laki-laki dan permpuan. Kaca pembesar ini dapat melihat penafsiran tentang feminis atas ajaran Al-Quran dan hadis, serta hokum islam. 

Dalam ajaran islam, gender ini mempengaruhi berbagai bentuk kebudayaan, mengontaminasi tafsir keagamaan, merasuki berbagai undang-undang, hokum maupun kebijakan. Terdapat Undang-Undang tentang penghapusan segala bentukk diskriminasi terhadap perempuan, yang mengakui hak asasi perempuan sebagai hak asasi manusia, serta menjamin hak Pendidikan dan partisipasi politik setara dengan laki-laki ( UU No. 7/1984).

Pada era demokrasi terdapat penolakan yang cukup tajam terhadap gagasan yang diperjuangkan oleh kelompok gerakan perempuan. Salah satunnya, , organisasi wanita Hizbut-Tahrir Indonesia  (HTI) yang melakukan aksi unjuk rasa pada Hari Ibu 22 Desember 2006. Unjuk rasa itu bertujuan sebagai penolakan terhadap konsep-konsep kesetaraan gender. 

Penolakan tersebut didasarkan pada argument bahwa kesetaraan gender merupakan misi liberalisasi yang hendak disebarkan kepada muslim perempuan di seluruh dunia termasuk Indonesia. Terdapat  27 peraturan daerah yang bernuansa islam dan menunjukkan arah kemunduran bagi gerakan perempuan. 

Ciri-ciri yang menonjol dari peraturan tersebut adalah, Pertama, pengaturan seksualitas perempuan yang berkaitan dengan hak perempuan untuk mengendalikan tubuhnya, dan perarturan menggunakn jilbab. Perempuan yang tidak memakai jilbab akan dikenakan sanksi hukum yang berlaku Karena, perempuan yang memakai jilbab dipandang sebagai identitas busana perempuan islam, dimana menunjukkan simbol ia islami atau tidak islami. Kedua, membatasi perempuan dalam hal akses pekerjaan dan ekonomi. 

Perempuan ditempatkan sebagai penyulut ketidakteraturan moralitas dengan membatasi keluar malam hingga jam 10.00. Padahal banyak perempuan yang harus bekerja di malam hari, seperti perempuan yang bekerja di rumah sakit yang menggunakan system sift kerja. Dalam hal ini pembatasan tersebut berdampak pada hak perempuan atas akses ekonomi dan pekerjaan.  

Ketiga, mengatur mortalitas perempuan. Dalam undang-undang pornografi disebutkan bahwa tujuan dari undang-undang ini adalah untuk melindungi perempuan dan anak dari komersialisasi pornografi. Pada diskriminasi perempuan dengan menutup aksesnya terhadap pekerjaan sebagai model yang dipersepsikan sebagai porno. 

Padahal konsep pornografi masih belum bulat terkait menyangkut persepsi individu yang sering subyektif dan menyangkut imajinasi sesorang. Terkait terhadap persoalan diatas, kita bisa memahami bahwa demokrasi adalah bukan sistem yang sempurna, karena ia memberikan ruang yang sangat lebar terhadap kekuatan-kekuatan yang tidak demokratis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun