Mohon tunggu...
Shinta Amanda
Shinta Amanda Mohon Tunggu... Lainnya - umum

sukses ada di tangan mu

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Islam, Kepemimpinan Perempuan, dan Seksualitas

3 November 2020   19:19 Diperbarui: 3 November 2020   19:30 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam islam meneruskan ajarannya melalui memperkenalkan kepada anak sejak dalam kandungan sampai ia lahir dari rahim ibunya, Pada saat masih dalam kandungan, orang tua memperkenalkan kepada anaknya dengan cara sering mendengarkan sholawat, sedangkan setelah ia lahir ke dunia pertama kali dengan cara dibisikkan ditelinganya kalimat adzan.

Posisi perempuan dalam keluarga, menurut ahli hukum bersifat perspektif feminis, menjabarkan di dalam suatu kekuasaan perempuan dianggap sebagai objek perbincangan pengaturan hukum, tidak dipandang sebagai subyek yang membatasi peran perempuan di dalam suatu keluarga dan di dalam kehidupan bernegara pada umumnya. 

Berbeda dengan syariat islam dan pendapat Nabi Muhammad SAW, yang memberikan kesetaraan perannya dengan laki-laki dengan syarat dan ketentuan berlaku di dalam hukum islam. 

Padahal perempuan memiliki kebebasan terhadap tubuhnya , berjiwa kepemimpinan yang dapat memimpin dirinya senidri, serta seharusnya perempuan memiliki kebebasan dalam memilih pilihannya, dengan siapa ia harus menikah, dan pilihan menolak untuk dipoligami.

Penulis juga membicarakan tentang poligami. Poligami dalam islam merupakan sebuah upaya mengatasi suatu permasalahan yang mendesak, salah satunya membantu ekonomi para janda yang telah kehilangan suaminya. 

Namun menikahi para janda tersebut tidak boleh lebih dari empat orang, khawatir tidak dapat berlaku adil. Dijelaskan dalam Al-Quran surat Annisa ayat 3 " Jika kamu khawatir tak dapat berlaku adil terhadap anak-anak yatim, kawinilah perempuan-perempuan yatim tersebut sesuai dengan yang kamu sukai dua, tiga, atau empat. 

Namun, jika kamu khawatir tidak dapat berlaku adil, maka cukup satu saja. Sebab yang demikian (dengan hanya satu tersebut) dapat menjauhkan kamu dari bersikap aniaya". 

Tetapi, poligami tersebut dapat disalahgunakan oleh laki-laki, karena keserakahan seksual seorang laki-laki. Kembali lagi kepada niat dari dalam diri laki-laki, apakah mereka berpoligami karena didasarkan untuk tujuan membantu ekonomi para janda atau hanya mencari pengalaman seksual.

Dapat disimpulkan dari masalah-masalah diatas, terdapat beberapa masalah yang memiliki motif diskriminatif terhadap perempuan yang terdapat dalam UU Perkawinan no.1 tahun 1974, yaitu pertama, tidak adanya pengaturan yang jelas tentang pencatatan perkawinan (nikah siri). Ketidakjelasan ini menyebabkan perempuan pada posisi yang dirugikan, seperti tidak mempunyai kekuatan hokum dalam hak asuh anak, hak waris, dan hak-hak istri. 

Kedua, pengaturan pasal poligami. Seorang istri biasnya lebih milih bercerai daripada dimadu, mereka mengambil keputusan itu karena rata-rata mereka tidak ingin berbagi suami, khawatir suami tidak bisa adil kepada istri-istrinya. Ketiga, peran perempuan sebagai ibu rumah tangga dan laki-laki sebagai kepala keluarga. 

Perempuan sebagai ibu rumah tangga dan laki-laki sebgai kepala rumah tangga telah menyangkal keberadaan perempuan sebagai kepala rumah tangga. Padahal diIndonesia rata-rata terdapat rumah tangga yang dikepalai oleh perempuan, yang terdiri dari istri yang ditinggal suami, percaeraian, dan suami sakit atau pengangguran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun