Mohon tunggu...
muthiyah shinfalafroh
muthiyah shinfalafroh Mohon Tunggu... Duta Besar - Al-Faqiir

Saya hanyalah, bukan adalah☕

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tafsir Ulama Nusantara

24 Desember 2021   23:16 Diperbarui: 24 Desember 2021   23:25 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Jika sudah mendengar kata "Nusantara" maka sudah pasti itu adalah negara kita tercinta Indonesia. Walaupun secara letak geografis, negara Indonesia  berada pada posisi yang jaauh dari pusat islam, akan tetapi karya-karya ulama Nusantara juga tak kalah perihal kualitasnya dengan karya-karya yang dilahirkan dari Negara Timur. Karya tafsir al-Quran di Indonesia sendiri dilahirkan dengan keadaan ruang sosial-budaya yang beraneka-ragam. 

Sejak masa Abdul Ra'uf as-Singkili (1615-1693 M) pada abad ke-17 Masehi hingga masa M. Quraish Shihab pada awal abad ke-21 Masehi, karya-karya tafsir ulama Nusantara lahir dengan basis sosial yang beraneka-ragam.

Di Indonesia sendiri terdapat tafsir al-Quran yang ditulis dalam ruang basis politik kekuasaan atau negara. basis ini tampak pada karya tafsir Tarjuman al-Mustafid, karya Abdul Ra'uf as-Singkili yang merupakan karya tafsir 30 juz pertama di Nusantara. 

Beliau menulis karya ini pada saat beliau menjabat sebagai penasihat di Kerajaan Aceh. Karya tafsir ini pertama kali dicetak di Maktabah Ustmaniyah, Istanbul, Turki pada tahun 1884. Ciri khas dari kitab tafsir ini adalah cenderung pada pendekatan nlai-nilai tasawwuf.

Basis ruang sosial politik kekuasaan semacam itu juga ditemukan pada tafsir-tafsir yang lahir pada era abad 21 M. Misalnya, Tafsir Al-Mishbah karya M. Quraish Shihab ditulis ketika ia menjabat sebagai Duta Besar Indonesia di Mesir. Contoh yang lebih kuat pada era ini adalah Al-Qur'an dan Tafsirnya yang dikeluarkan oleh pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Agama, dan Tafsir Tematik yang dikeluarkan oleh Lajnah Pentashih Mushaf AlQur'an Kementerian Agama RI.

Setelah tafsir Tarjuman al-Mustafid karya Abdul Ra'uf as-Singkili, muncul karya tafsir baru lagi, yaitu Tafsir al-Quran al-Karim karya Mahmud Yunus. Ia memiliki keberanian untuk menampilkan karya terjemahan al-Quran dengan kondisi masyarakat yang saat itu dalam fase menganggap haram menterjemahkan al-Quran diluar bahasa arab. 

Karya tafsir ini pun diterbitkan secara bertahap 2 juz setiap bulan. Hingga pada April 1938 tafsir al-Quran al-Karim telah lengkap 30 juz dan didistribusikan di seluruh Indonesia.

Dilanjutkan dengan tafsir Faidh ar-Rahman karya Kyai Sholeh Darat yang merupakan kitab tafsir pertama dengan bahasa Jawa-Pegon dan telah diterbitkan pertama kali oleh percetakan Muhammad Amin Singapura pada akhir abad 19 M. Akan tetapi fakta bahwa bahasa Jawa bukanlah bahasa Nasional menyebabkan naskah tafsir ini sulit untuk dikonsumsi oleh para pembaca non-jawa. 

Sehingga, sebagai bentuk apresiasi atas usaha pelestarian tradisi intelektual nusantara, naskah tafsir ini dikaji secara filologis dengan membatasi ruang gerak pada QS. al-Fatihah (1-7) mengingat bahwa kandungan surah ini merupakan representasi dari keseluruhan surah dalam al-Quran.

Karya tafsir lain yang menggunakan bahaasa jawa pegon yang tak kalah menarik adalah kitab tafsir karya KH. Bisri Musthofa. Dalam penafsiraannya, beliau menggunakan metode tahlili dengan merujuk dari kitab-kitab tafsir yang muktabar, seperti tafsir jalalain, tafsir baidhowi, dan sebagainya. 

Dalam menguraikan maksud ayat demi ayat, susunan kitab tersebut menggunakan istilah tanbih ketika menjelaskan nasikh mansukh. Menggunakan istilah faidah ketika menjelaskan asbabul nusul. 

Menggunakan istilah Qishosh dan Hikayat ketika menjelaskan hari akhir, kisah para nabi dan kisah umat terdahulu. Dengan adannya penulisan tersebut menambah khasanah keilmuan nusantara dengan kearifan lokal yang begitu estetik ketika dikajinya.

Selain tafsir al-ibriz dengan metode tahlili nya, ada pula karya tafsir yang menggunakan metode ijmali dalam penafsirannya. Karya ini tidak lain adalah Tafsir Marah Labid yang merupakan karya dari Syaikh Nawawi al-Bantani. Sebenarnya Syaikh Nawawi merasa ragu untuk menulis karya tafsir ini. Beliau khawatir termasuk golongan yang disabdakan Nabi SAW (barang siapa yang menafsirkan al-Quran hanya dengan akalnya maka dia telah melakukan kesalahan, sekalipun penafsirannya benar). Akan tetapi usai menimbang dengan matang, beliau memutuskan untuk menulis saja karya tafsir ini. 

Beliau menulis dengan tanpa tendensi atau maksud apapun. Beliau berusaha membuat tafsir menjadi tafsir yang seringkas mungkin agar mudah dipahami oleh pembaca. 

Kendati demikian, ringkasan itu mencakup banyak hal dengan menggabungkan pendapat-pendapat para ulama serta tokoh mufassir dengan bahasa yang ringkas, sederhana, serta dapat dipahami dengan mudah. 

Uniknya lagi, walaupun tafsiran Syaikh Nawawi didominasi dengan metode ijmali, terkadang juga menjelaskan suatu keterangan secara detail seperti metode tahlili. Syekh Nawawi juga banyak mengutip qaul sahabat sebagai sumber penafsirannya seperti qaul Ibn Abbas, Ibn Mas'ud, Ali bin Abi Thalib, dan sebagainya. Pun tak terkecuali sumber dari tabi'in.

Dalam konteks tafsir bi al-ra'yi, Syekh Nawawi memahami term al-ra'yi bukan berarti bahwa seseorang boleh menafsirkan Al-Quran dengan akal secara mutlak tanpa dibekali seperangkat ilmu yang memadai guna alat bantunya. Menurutnya bi al-ra'yi adalah seseorang berijtihad memahami Al-Quran yang berlandaskan kepada perangkat ilmiyah dan syar'iyyah, atau yang dikenal syuruth al-mufasir.

Dengan demikian, tak heran apabila Tafsir Marah Labid mendapat pengakuan dari Universitas Al Azhar, Mesir dan dijadikan sebagai rujukan bagi ulama internasional dan pelajar dunia yang dibuktikan kitab ini dicetak hingga ratusan kali. Ia juga menjadi rujukan utama berbagai pesantren di Indonesia.

Selanjutnya, telah hadir tafsir Kemenag. Kehadiran tafsir Alquran Kementerian Agama RI pada awalnya tidak secara utuh dalam 30 juz, melainkan bertahap. Pencetakan pertama kali dilakukan   pada tahun 1975 berupa jilid 1 yang memuat juz 1 sampai 3, kemudian menyusul jilid-jilid selanjutnya pada tahun berikutnya dengan format dan kualitas yang sederhana. 

Kemudian pada penerbitan berikutnya secara bertahap dilakukan perbaikan atau penyempurnaan disana yang pelaksanaannya dilakukan oleh Laznah Pentasihan Al quran. Perbaikan tafsir yang relatif sedikit luas pernah dilakukan pada tahun 1990, tetapi juga tidak mencangkup perbaikan yang sifatnya substansial, melainkan lebih banyak pada aspek kebahasaan.

Sungguh pun demikian tafsir tersebut telah berulang kali dicetak dan diterbitkan oleh pemerintah maupun oleh kalangan penerbit swasta mendapat sambutan hangat dari masyarakat. Dalam upaya menyediakan kebutuhan masyarakat dibidang pemahaman kitab suci Alquran Kementerian Agama RI, Kementerian Agama melakukan penyempurnaan tafsir Alquran yang bersifat menyeluruh. 

Kegiatan tersebut diawali dengan musyawarah para Ulama 28 s.d. 30 April 2003 yang telah menghasilkan rekomendasi perlunya dilakukan penyempurnaan Alquran dan Tafsirnya Kementerian Agama serta merumuskan pedoman penyempurnaan tafsir, yang kemudian menjadi acuan kerja tim tafsir dalam melakukan tugas-tugasnya termasuk  jadwal penyelesaian.

Susunan tafsir pada edisi penyempurnaan tidak berbeda dari tafsir yang sudah ada, yaitu terdiri dari mukadimah yang berisi tentang: nama surah, tempat diturunkannya, banyaknya ayat, dan pokok-pokok isinya. Mukadimah akan dihadirkan setelah penyempurnaan atas ke 30 juz tafsir selesai dilaksanakan.

Dilihat dari segi metode yang digunakan, secara umum Tafsir Kementerian Agama RI ini menggunakan metode tahlili. Walaupun disisi lain juga tafsir ini menggunakan metode maudhu'i. sekalipun sifatnya sederhana yaitu dengan memberikan tema-tema tertentu pada surat yang dibahas.

Kemudian, mengenai tafsir Audiovisual (penafsiran alquran yang disampaikan dengan menggunakan audio-visual untuk memudahkan si penerima dalam memahami materi). 

Dengan penafsiran metode audio-visual ini, sang penafsir/penyampai tafsir dapat mengendalikan isi, arah, juga kecepatan pembelajaran. selain itu, metode seperti ini sangat efektif digunakan terutama dengan kondisi manusia saat ini yang sebagian besar menyukai hal-hal yang singkat, padat, mudah, serta instan. Sama seperti halnya dengan sistem pembelajaran metode audiovisual pada umumnya, kekurangan-kekurangan yang ada antara lain:

  • Media audio yang lebih banyak menggunakan suara dan bahasa verbal, hanya mungkin dapat dipahami oleh pendengar yang mempunyai tingkat penguasaan kata dan bahasa yang baik.
  • Penyajian materi melalui media audio dapat menimbulkan verbalisme bagi pendengar.
  • Kurang mampu menampilkan detail dari objek yang disajikan secara sempurna.

sedangkan kelebihan dari tafsir audio-visual antara lain:

  1. Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh para penerima, dan memungkinkan penerima menguasai isi penafsiran lebih baik.
  2. penafsiran akan lebih bervariasi, tidak sematamata komunikasi verbal melalui penuturan katakata oleh mufassir. Sehingga penerima tidak bosan dan mufassir tidak akan kehabisan tenaga.
  3. sang penerima akan lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya mendengarkan uraian dari mufassir, tapi juga aktifitas mengamati, melakukan, mendemonstrasikan, dan lain-lain.
  4. sistem penafsiran akan lebih menarik perhatian para penerima sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar.

Sumber:

https://pptqimamhafsh.com/kitab-kitab-tafsir-al-quran-karangan-ulama-nusantara/

https://nu.or.id/nasional/inilah-tafsir-al-quran-karya-ulama-ulama-nusantara-aKQau

https://media.neliti.com/media/publications/266128-tafsir-al-quran-di-indonesia-sejarah-dan-a98ffc76.pdf

http://repository.uin-suska.ac.id/3910/4/BAB%20III.pdf

http://repository.iiq.ac.id/handle/123456789/688

https://www.kompasiana.com/samuelhadyers/605341219dc02958a37085a2/tafsir-al-ibriz-mengupas-isi-kandungan-al-qur-an-dengan-kearifan-lokal

https://tafsiralquran.id/mengenal-tafsir-marah-labid-tafsir-pertama-berbahasa-arab-karya-ulama-nusantara-syekh-nawawi-al-bantany/

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun