Mohon tunggu...
Cahaya
Cahaya Mohon Tunggu... Lainnya - Dualisme Gelombang-Partikel

Penyuka pohon johar, cahaya matahari, dan jalan setapak.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Sepenggal Ingatan

10 September 2017   15:44 Diperbarui: 10 September 2017   15:45 698
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"I love you."

Kamu tercekat, tapi masih sempat menjawab sapaan lelaki yang berpapasan denganmu itu.

"I love me." Kalimat balasan yang seperti keluar begitu saja dari bibirmu.

Kamu berjalan cepat, secepat aliran darah yang memenuhi wajahmu. Tidak percaya dengan apa yang baru saja kamu katakan. Situasi waktu itu benar-benar terasa aneh bagimu. Apa yang terjadi benar-benar tidak pernah kamu bayangkan sebelumnya.

Ingatanmu berakhir di sini.

Dari situ kamu lantas menyimpulkan, sepertinya tidak ada yang terluka dengan kisah cinta yang bahkan belum dimulai itu. Kamu lantas mengorek-ngorek ingatan di waktu-waktu sebelumnya, dan ternyata juga bukan sesuatu yang berarti apalagi menjadi pemicu sakit hati lawan jenis kepadamu.  

Itu hanya sebuah cerita tentang teman facebook yang mengagumimu hanya dari foto. Namun setelah benar-benar melihatmu, dia malah menghapus pertemanan. Setelah kejadian itu, kamu pun memutuskan untuk tidak memasang foto wajahmu di facebook lagi. Namun setelah bergabung di salah satu grup kepenulisan, kamu mengubah keputusanmu. Sebab di sana kamu didoktrin bahwa seorang penulis harus bertanggung jawab. Dan salah satu bentuk tanggungjawabnya adalah dengan menampakkan wajah asli.

Dari sini cerita lain kemudian bermula. Teman dari temanmu sepertinya menyukaimu. Dan kamu khawatir, dia menyukaimu hanya karena kagum dengan foto yang kamu pasang di facebook, mengingat kamu merasa benar-benar belum pernah sekali pun bertemu dengannya secara langsung. Tapi tiba-tiba saja seorang teman masuk ke kamarmu dan menyampaikan salam darinya.

Setelah itu kamu kemudian membatasi segala sesuatu dengannya. Tapi lelaki itu benar-benar tidak tahu malu. Dia terus-terusan meminta nomor hpmu, mengomentari postinganmu, menyiratkan perasaan suka di kata-katanya. Diam-diam kamu seperti menikmati disukai dengan cara seperti itu. Jarang-jarang ada lelaki khilaf yang terang-terangan menyukaimu. Maka ketika ke sekian kali dimintai nomor hp, kamu pun menyerah. Menuliskannya di kolom komentar, meski beberapa saat kemudian kamu menghapusnya. Separuh hatimu berharap dia sempat menyimpan nomormu, separuh lagi berharap tidak. Kamu belum benar-benar siap untuk berhubungan dengan siapapun sebelum benar-benar sah oleh agama dan negara.

Beberapa waktu setelah menuliskan nomor ponselmu, kamu sedikit gelisah. Diam-diam kamu semakin berharap lelaki itu sempat menuliskan nomor ponselmu. Kamu kemudian bertanya-tanyaa, mengapa lelaki itu tak kunjung menghubungimu. Kamu pun menyimpulkan kalau dia tidak sempat mencatat nomor tersebut. Kesimpulanmu terbukti salah, mana kala di malam lebaran, seorang dengan nomor yang belum tersimpan di hpmu mengirim ucapan selamat lebaran di whatsapp milikmu. Antara malu, bingung dan sedikit senang kamu menerima pesan darinya.

Selanjutnya kamu mulai terbiasa dengan obrolan-obrolan darinya. Berharap kalian bisa bertemu suatu hari nanti, entah sengaja atau tidak. Namun sayang, dia merantau ke provinsi lain setelah diterima sebagai tenaga pengajar di salah satu universitas swaasta di sana. Setelah berada di sana, dia sama sekali tidak pernah mengirim kabar. Dan kamu terlalu malu untuk memulai duluan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun