Mohon tunggu...
Cahaya
Cahaya Mohon Tunggu... Lainnya - Dualisme Gelombang-Partikel

Penyuka pohon johar, cahaya matahari, dan jalan setapak.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Mencandai Kematian

16 Agustus 2017   07:03 Diperbarui: 16 Agustus 2017   08:33 664
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pertama adalah teman SMA yang jatuh cinta dengan teman kuliahku, setelah melihat foto kami di akun sosial medianya. Teman SMA itu lantas meminta kontak teman yang bersamaku di foto tersebut. Tentu saja kuberikan, meski jelas sebelum memberinya aku perlu meminta izin dengan teman kuliahku itu.

Saat meminta ijin, teman kuliah ini menanyakan kepribadian teman SMA tersebut. Dia tidak mau asal-asalan menerima seseorang. Sudah cukup dirinya gagal dalam berhubungan, hanya karena perasaan suka yang menggebu di awal saja lantas menjadi hambar di akhir.

Aku tentu saja memberi gambaran yang baik-baik tentang temanku itu. Selain karena pada kenyataannya temanku itu memang anak yang baik, aku tentu melakukan itu dengan harapan agar kelak, bila ada yang menanyakan, mereka juga hanya akan menceritakan hal-hal yang baik saja tentang diriku. Manusia memang seringkali berbuat baik hanya karena ada imbalan kebaikan di baliknya.

Orang kedua yang menjadikanku makcomblang adalah sepupuku sendiri. Dia yang tinggal di kampung ternyata diam-diam menyukai tetanggaku di indekos yang kutempati pada akhir masa kuliah. Sepupu yang juga sedang mengurus tugas akhir itu memang pernah datang mengunjungi. Menemani ibu yang ingin menghadiri wisuda anaknya namun tidak begitu mengerti rute yang harus ditempuh jika menggunakan jasa transportasi udara.

Proses  check-in dan segala pemeriksaan di bandara tentu saja membingungkan perempuan yang telah memberiku dua saudara itu. Maka ibu pasti membutuhkan seseorang yang bisa menemani. Dan orang yang paling masuk akal menemani ibu adalah sepupuku itu. Sedang bapak, pengetahuannya soal dunia luar juga tidak beda jauh dengan ibu, bahkan lebih parah karena beliau juga harus mengatasi luka-luka di tangan dan kakinya akibat penyakit gula yang sudah dua tahun memoroti tubuh bapak.

Kakak perempuanku yang saat ini bekerja di kelurahan juga tidak bisa diharapkan karena dia lah yang dapat membantu mengurus bapak, menggantikan ibu.  Lalu, adikku juga saat ini sedang berada di kelas persiapan ujian akhir. Tidak mungkin dia bepergian di tengah padatnya jadwal tryout dan les sore.

Mungkin karena garis tangan sepupu yang diatur oleh pemilik takdir akan bertemu dengan tetanggaku, menjadi penyebab utama dia satu-satunya yang bisa menemani ibu. Seumpama sepupuku adalah kutub utara, dan tetanggaku kutub selatan dalam sistem magnet batang, tentu saja semesta akan mendekatkan mereka karena efek tarik-menarik di antara keduanya.

Orang ketiga yang kucomblangi adalah kakak. Waktu itu aku sudah bekerja di salah satu perusahaan retail berskala nasional di selatan pulau Kalimantan, dua kali naik pesawat agar aku bisa sampai ke sana.

Atasan yang kata teman lain paling killer di kantor, entah mengapa menjadi cukup dekat denganku. Sampai-sampai banyak teman se-departemen mengataiku pawangnya. Mungkin karena setiap beliau menegurku, aku selalu menganggapnya sebagai ajaran kebaikan. Seperti ibu yang memarahi anaknya bermain dispenser karena khawatir air panas akan membuat tangan anak melepuh. Dan barangkali saja alasan lain aku kebal dengan omelannya sebab, itu hanya satu persen dari omelan ibu yang biasa kudapati bila berada di rumah.

Tidak ada satu orang pun yang tahu kalau atasanku itu rupaya sudah cerai dengan istri yang di jawa, karena enggan mengikuti beliau pindah ke kalimantan. Aku mengetahuinya ketika menanyakan itu di saat menumpang di mobilnya karena ban motorku bocor.

"Ngapain ngurusin orang yang nggak mau mengurusimu!" seru beliau ketika kutanya kenapa menceraikan istrinya,  padahal mereka masih bisa saling bertemu. Terlebih di jaman sekarang apa-apa serba mudah. Serba instan. Tiket pesawat, peroses chek-in bisa dilakukan dalam jaringan. Melakukan panggilan video juga bisa, banyak aplikasi yang mendukung fasilitas itu, asal kuota berlimpah. Dan alasan apa pula yang membuat seorang manajer HRD miskin pulsa data.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun