Mohon tunggu...
Shilatur Rahimi
Shilatur Rahimi Mohon Tunggu... Mahasiswa - My Bio

Merhaba Everyone

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Konflik Suriah, Aktor, dan Dampak Masalahnya

10 September 2021   08:23 Diperbarui: 10 September 2021   08:53 491
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

KONFLIK SURIAH, AKTOR, DAN DAMPAK MASALAHNYA

(Analisis Teori Konflik)

 

ABSTRAK

Konflik Suriah berlangsung selama empat tahun lebih, yang dimulai dari bulan Maret 2011. Dalam konflik ini mengakibatkan banyak korban sehingga banyak dari anak-anak yang kehilangan orang tuanya, juga mengakibatkan runtuhnya ribuan rumah, sarana publik, dan infrastruktur. Tulisan ini akan membahas tentang sejarah terjadinya konflik di Suriah serta aktor yang terlibat di dalamnya dan persoalan-persoalan mengenai dampak yang terjadi di Suriah dan dunia Internasional. Tulisan ini menggunakan penelitian kualitatif yang mana penulis mengumpulkan data-datanya berasal dari kata-kata yang tertulis dengan menggunakan metode deskriptif yakni dengan cara membaca dan mencatat. Data-data mengenai pembahasan yang ada dalam tulisan ini dikumpulkan dengan menggunakan rujukan pada buku-buku dan beberapa jurnal dan web yang kemudian data tersebut dianalisis dengan tujuan penulisan. Adapun kesimpulan dari tulisan ini adalah bahwa sumber masalah atas terjadinya konflik Suriah ini bukanlah bermula dari faktor keagamaan, perbedaan madzhab, dll, namun konflik ini bermula dengan adanya kepentingan dibidang politik dan ekonomi dari sekelompok kerja remaja yang menentang pemerintahan pada masa Bashar Al-Assad dan negara-negara pendukung oposisi. Ada tiga aktor yang terlibat dalam konflik Suriah ini, yaitu Presiden Bashar Al-Assad beserta pendukungnya, oposisi Suriah, dan kelompok Jihadis. Adapun mengenai dunia Internasional, dampak dari konflik Suriah ini adalah ada dalam penanganan dan juga pengungsiannya.

Kata Kunci: Konflik, Suriah, Aktor, Dampak Masalah

 

 

 

 

PENDAHULUAN

            Akar bermulanya konflik Suriah yaitu berawal dari ketidakpuasan rakyat Suriah terhadap pemerintahan dimasa presiden Bashar Al-Assad. Bashar Al-Assad merupakan penerus rezim Assad sekaligus keturunan dari Hefedz Al-Assad.[1] Yang mana pada saat itu adanya sekelompok orang yang protes terhadap penangkapan beberapa pelajar disebuah kota yang bernama Daraa. Pada saat itu yang bertepatan pada bulan Maret 2011, ada 15 pelajar berumur kurang lebih 9-15 tahun yang menulis slogan anti pemerintah dibeberapa tembok kota (Dina Y. Sulaeman, 2013: 100), slogan tersebut berbunyi rakyat menginginkan rezim turun (Siti Muti'ah, 2012: 5). Para pelajar tersebut yang menyebabkan pergolakan yang ada di Tunisia dan menyebabkan turunnya presiden Zainal Abidin bin Ali, dan terjadinya pergolakan Mesir yang berakibatkan turunnya Presiden Hosni Mubarok. 

 

Dengan adanya aksi 15 pelajar tersebut, Jendral Atef Najib yang merupakan sepupu dari Bashar Al-Assad beserta para prajuritnya dari kalangan polisi menangkap serta memenjarakan para pelajar tersebut. namun, ada hukuman yang lebih parah dan menurut masyarakatnya berlebihan, yakni tindakan dari tentara yang menembaki para pemerotes dan dari tembakan tersebut mengakibatkan empat orang meninggal dunia. Dengan adanya tindakan dari tentara tersebut protes tidak berakhir disitu, bahkan protes semakin memanas dan meluas dari kota Daraa hingga pinggiran kota Banyas dan Latakia di Pantai Mediterania, Homs, Ar-Rasta, Hama Suriah Barat, dan Deir es Zour Suriah Timur (Siti Muti'ah, 2012: 5).

 

Protes dan demontrasi tersebut menjadi berkembang dan terjadilah perang sipil yang sangat dahsyat.[2] Perang tersebut tidak hanya menggunakan senjata konvensial seperti layaknya yang digunakan dalam peperangan lainnya, namun juga menggunakan senjata kimia.[3] 

 

Banyak pandangan mengenai peperangan yang terjadi di Suriah, ada yang berpendapat bahwa perang tersebut merupakan perang antar madzhab Syi'ah yang dipimpin oleh Bashar Al-Assad dan musuhnya berasal dari madzhab Sunni. Pendapat tersebut ditinjau dengan adanya fakta yang terjadi yakni, dua kekuatan yang sedang bertarung: Iran yang bermadzhab Syi'ah dan Arab Saudi yang bermadzhab Suni.[4] Pendapat lainnya mengenai perang tersebut adalah pada pemerintahan Assad dengan adanya dukungan dari Iran dan gerakan Hizbulloh yang mana keduanya sama-sama bermadzhab dan berhaluan pada Syi'ah dan bermarkas di Lebanon. Dari sinilah banyak pertanyaan menarik mengenai konflik yang ada di Suriah mengenai perbedaan alasan adanya perang tersebut. 

 

KAJIAN TEORI 

 

Konflik adalah peristiwa mengenai kenyataan hidup yang tidak bisa dihindari karena bersifat kreatif, namun konflik tersebut akan terjadi jika terdapat perbedaan pendapat dan tujuan yang tidak sependapat atau tidak sejalan. Adanya konflik yakni berangkat dari persoalan-persoalan yang tidak seimbang hubungannya maupun dari antar pribadi, kelompok, organisasi, dll dalam bentuk hubungan apapun itu baik kekuasaan, sosial, maupun ekonomi (Simon Fisher, 2001: 4). Adapun penyebab adanya konflik juga itu tidak pernah tunggal atau hanya satu orang saja, namun pasti berlawanan. Sebab itulah yang mengakibatkan konflik tidaklah mudah untuk diselesaikan, karena harus menyatukan perbedaan-perbedaan yang beragam, apalagi ketika terdapat banyak korban yang terlibat dalam sebuah konflik, seperti meninggal, mengungsi, ataupun kehilangan tempat tinggal.

 

Dari adanya konflik yang tidak mudah untuk diselesaikan, muncullah pendekatan-pendekatan untuk mengelola sebuah konflik. Diantara pendekatan-pendekatan tersebut, yakni pencegahan konflik (mengacu pada strategi untuk mengatasi sebuah konflik dan mencegah tingkatan kekerasan), penyelesaian konflik, pengelolaan konflik, revolusi konflik  (mengacu pada konflik terbuka tanpa adanya kekerasan untuk mencapai sebuah resolusi dari perbedaan-perbedaan sasaran yang menjadi penyebabnya), dan transformasi konflik (strategi yang paling luas cakupannya dan menyeluruh). Dalam mengelola sebuah konflik harus ada teoritis agar dapat memahami dan memecahkan sebab terjadinya konflik, diantaranya adalah teori mengenai hubungan antar masyarakat, perbedaan prinsip, kesalah pahaman antar budaya, dll (Simon Fisher, 2001: 4). Dari teoritis tersebut dapat memilih sesuai dengan peristiwa yang sedang terjadi sebagai konflik.

 

Selain dari teori-teori diatas, konflik juga dapat dianalisis dengan alat bantu yaitu dengan mengkaji kenyataan konflik dari berbagai sudut pandang (Simon Fisher, 2001: 18). Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dalam menggunakan alat bantu adalah: 1. Untuk mengenal kelompok-kelompok yang terlibat dalam konflik, tak hanya kelompok yang terkenal saja, namun semuanya yang bertujuan untuk saling memahami pandangan dan pemahaman satu sama lain, 2. Untuk memahami situasi dan kondisi sesuai dengan latar belakang dan sejarah kejadian, 3. Untuk memahami faktor yang menjadikan dari konflik (Simon Fisher, 2001: 4). Terdapat sembilan alat bantu dalam analisis teori konflik yang relevan, yaitu: tahapan konflik, runtutan kejadian, pemetaan konflik, sikap prilaku dan konteks (SPK), perumpamaan bawang bombay, pohon konflik, analisa kekuatan konflik, perumpaan pilar dan piramida.

 

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menganalisis teori konflik menurut Louis Kriesberg (Sri Yanuarti, 2003: 4) yaitu: 1. Isu atau objek yang akan menjadi konflik, 2. Hubungan kelompok yang satu dan yang lainnya mengenai suatu konflik, 3. Bentuk dan karakteristik antar kelompok, 4. Cara yang dilakukan oleh suatu kelompok untuk menyelesaikan konflik. Dalam tulisan ini, akan dijelaskan mengenai pembahasan konflik dari isu-isu penyebab konflik di Suriah, aktor-aktornya, sekaligus dampak yang akan terjadi baik bagi masyarakat maupun dunia internasional. Dari penjelasan mengenai analisis teori konflik diatas, maka dalam tulisan ini pengkajiannya menggunakan dua alat bantu yaitu tahapan dan pemetaan konflik dalam memahami konflik di Suriah.

 

PEMBAHASAN

 

Penyebab Terjadinya Konflik di Suriah

 

Untuk mengetahui sebab terjadinya sebuah konflik, maka terlebih dahulu kita harus mengetahui kronologi bagaimana konflik itu bermula. Seperti yang akan dibahas dalam tulisan ini yakni kronologi mengenai konflik di Suriah. Konflik ini terkenal dengan sebutan Arab Spring, yang dimaksut dengan Arab Spring adalah periode yang menyebabkan terjadinya kasus politik yang mana konflik tersebut tidak diharapkan, kerusuhan sosial, serta proses dan demo unjek rasa yang menyebar sangat cepat di kawasan dunia Arab dan membawa revolusi perubahan. Bermulanya konflik Suriah yakni keinginan masyarakat untuk membentuk negara yang demokratis, dan menginginkan turunnya kekuasaan rezim Assad,[5] yang awalnya adalah presiden Hafez Al-Assad yang kemudian digantikan oleh anaknya yakni Bashar Al-Assad pada tahun 2000.[6] Berawal dari adanya protes dari sekelompok pelajar yang menuliskan beberapa slogan anti pemerintah dibeberapa tembok kota (Dina Y. Sulaeman, 2013: 100), slogan tersebut berbunyi rakyat menginginkan rezim turun (Siti Muti'ah, 2012: 5). 

 

Kemudian setelah itu polisi menangkap para pelajar tersebut dan dipenjara selama satu bulan, namun selain menangkap polisi juga menyiksa mereka selama dipenjara, kejadian tersebut diketahui setelah mereka dibebaskan dari penjara. Setelah mengetahui penyiksaan tersebut, masyarakan melakukan aksi demonstrasi pada tanggal 11 Maret 2011 dikota Daraa yang memprotes adanya penyiksaan yang dilakukan oleh pihak polisi kepada para pelajar. Bagian keamanan mencoba untuk mengusir para demonstran, namun mereka tetap tak bergeming, sehingga para pasukan bagian keamaan melepaskan tembakannya pada arah demonstran.[7] Setelah itu, pada tanggal 23 Maret 2011 para demonstran kembali protes, para pasukan keamanan juga kembali menembakkan untuk membubarkan para demonstran, namun kali ini ada korban jiwa sebanyak 20 orang.

 

Dengan adanya insiden tersebut, Bashar Al-Assad sebagai presidennya mengumumkan dengan adanya pertimbangan pemerintah terhadap penerapan reformasi politik, termasuk juga menghapus pembatasan politik, dan hukum darurat Suriah yang ditetapkan selama 48 tahun. Namun pengumuman tersebut tetaplah diabaikan oleh para pihak tokoh oposisi Suriah.

 

Tak hanya berhenti disitu, aksi unjuk rasa tetap berlanjut yakni pada tanggal 25 Maret 2011 setelah shalat Jum'at, meskipun para petugas keamanan bersikeras untuk memberhentikannya, aksi tersebut semakin intens. Demonstrasi yang dilakukan oleh para tokoh oposisi Suriah mendapatkan perlawanan dari masyarakat Suriah yang pro pada pemerintah, perlawanan tersebut ditunjukkan dengan adanya demonstrasi besar-besaran di Damaskus. Pada tanggal 29 Maret, pemerintahan mengumumkan pengunduran kabinet, hal tersebut dilakukan untuk memenuhi tuntutan reformasi yang diucapkan oleh para demonstran.

 

Assad tampil untuk pertama kalinya di depan publik langsung sejak terjadinya kerusuhan di Suriah, dan menyampaikan pidato di depan dewan legislatif untuk meredamkan protes para demonstran dan juga mengklaim bahwasanya adanya protes itu karena konspirasi asing. Namun, ia juga mengakui bahwa ia khawatir dan prihatin terhadap para demonstran. Setelah pidato itu, Assad mengumumkan bahwa ia sudah membentuk sebuah komisi untuk pencabutan hukum darurat.

 

Setelah itu, demonstrasi terjadi diseluruh negeri secara sporadis, pemerintah Suriah menghubungkan konflik ini pada kongsi asing. Lalu, pemerintah membuat beberapa kerelaan yang akan ditujukan kepada masyarakat Muslim Suriah konservatif dan minoritas Kurdi. Pemerintahan Suriah berusaha untuk menjawab keresahan para masyarakat Muslim yang konservatif dengan menutup satu-satunya kasino Suriah dan membatalkan hukum 2010 pada tanggal 6 April 2011, yaitu melarang para guru perempuan untuk menggunakan niqab dan cadar yang menutupi wajah. Dan pemerintah juga mengumumkan bahwa Noruz merupakan festival tahun baru yang di rayakan oleh orang-orang Kurdi sebagai hari libur nasional.

 

Namun, protes dan aksi terus berlanjut bahkan menyebar ke kota lainnya, yang malah berakibat pada peningkatan kekerasan oleh para pasukan keamanan Suriah. Kemudian para pasukan keamanan kembali menembaki para demonstran pada tanggal 8 April 2011, yang menewaskan kurang lebih  35 orang. Kemudian terdapat  laporan susulan bahwa korban yang tewas telah berjumlah lebih dari 200 orang. Kemudian muncullah ancaman internasional terhadap pemerintah Suriah, yang menyerukan pembelaan terhadap kekerasan.

 

Kekerasan yang dilakukan oleh pasukan keamanan terus berlanjut, lalu Assad membentuk kabinet baru, dalan dalam kabinet tersebut ia berjanji untuk mencabut hukum darurat. Lalu, pejanjian tersebut terkabulkan sehingga pada tanggal 19 April kabinet mencabut undang undang darurat dan membubarkan Mahkamah Agung Keamanan Negara Suriah. Namun pemerintahan Suriah juga mengambil tindakan untuk meredamkan protes dan untuk mempertahankan kekuasaannya dengan mengeluarkan peraturan yang berisi tentang keharusan masyarakat untuk meminta izin dulu kepada pemerintah sebelum demonstrasi.

 

Namun keadaan semakin memanas sehingga para demonstran tidak hentinya untuk tetap unjuk rasa, dan para keamanan tetap melakukan kekerasan hingga pada akhirnya, pada tahun 2012 para militer keamanan sudah tidak mendapatkan jalan lagi, karena para pemberontak telah menguasai wilayah bagian utara Suriah, dan para militer sudah tampak kesulitan dalam penyediaan alat dan senjata dan juga para pasukan dari pemerintah semakin melemah. Pertempuran terus berlanjut setiap harinya diwilayah yang diperebutkan, sehingga semakin banyak memakan korban.

 

Dengan minimnya perkembangan yang terjadi di Suriah, negara-negara sekutu yang memihak pada pemerintah Suriah dan pemberontak terus meningkatkan dukungannya sehingga menyebabkan perang sipil. Upaya negara-negara seperti, Turki, Arab Saudi, dan Qatar untuk memberikan dana dan senjata pada pihak pemberontak semakin terlihat pada akhir tahun 2012 dan awal tahun 2013, namun pemerintah Suriah terus menerima senjata dari negara Iran dan juga kelompok militan Libanon yaitu Hizbullah. Para pejabat di Suriah sudah menyangkal atas penggunaan senjata kimia, karena apabila senjata kimia digunakan dalam senjata penyerangan maka kesalahan akan berada pada pasukan pemberontak. PBB menemukan bukti bahwa ada senjata kimia di beberapa lokasi di wilayah Suriah. Kemungkinan akan terjadinya intervensi militer di Suriah sudah mulai memudar pada akhir bulan Agustus, yang mana sebagian besar masyarakat Amerika dan Inggris telah menentang rencana aksi militer, sehingga upaya Inggris untuk melakukan serangan militer Suriah digagalkan oleh Perlemen pada tanggal 29 Agustus.

 

Jika ditarik kesimpulan, terdapat 10 faktor yang mengakibatkan terjadinya konflik di Suriah, yaitu: ideologi yang mencemari, rusaknya politik, ekonomi yang tidak merata, kekeringan, tidak seimbangnya pertumbuhan populasi, penggunaan media sosial yang mendukung pemberontakan Suriah, korupsi, kekerasan negara, aturan minoritas agama, dan efek tunisia.[8]

 

Aktor Yang Terlibat Dalam Konflik Suriah

 

            Terdapat tiga aktor yang terlibat dalam konflik Suriah ini, diantaranya adalah Presiden Bashar Al-Assad beserta pendukungnya, oposisi Suriah, dan kelompok Jihadis, ketiga-tiganya memiliki tujuan yang berbeda. Berikut penjelasan singkatnya.

 

  • Presiden Bashar Al-Assad beserta Pendukungnya

 

Presiden Bashar Al-Assad merupakan putra dari hafez Al-Assad yang merupakan presiden sebelumnya, ia menjalani pemerintahan brutal tersebut yakni merupakan warisan dari ayahnya[9] yakni pada tahun 2000. Ia memposisikan dirinya sebagai seorang reformis pada awal masa pemerintahannya, akan tetapi banyak kritikan tajam yang ada ketika masyarakan tidak merasakan sebuah perubahan yang segnifikan. Munculnya rezim Assad pada bulan Maret 2011 itu yang menyebabkan terjadinya konflik hingga saat ini. 

 

Pendukung Assad banyak dari orang kristen dan juga didukung oleh Ismaili. Druze, dan minoritas Alawi. Negara-negara yang mendukung adanya rezim Assad adalah Iran, Rusia dan China. Ada juga sebuah kelompok yang mendukung rezim Assad seperti kelompok Hizbullah Lebanon.

 

  • Oposisi Suriah

 

Oposisi yang melakukan pemberontakan terhadap rezim Assad terbagi menjadi dua kelompok, yaitu:

 

  • Kelompok pemberontak Suriah yakni, Syrian National Council (SNC), Free Syrian Army (FSA), Syrian National Council for Opposition Revolutionary Forces (SNCORF). Partai tersebut dibentuk dengan inisiatin negara Amerika di Doha, Qatar, yang terdiri dari 60 anggota.
  • Kelompok oposisi anti kekerasan, anti investasi asing, dan anti sektarianisme mereka semua bergabung dalam sebuah partai yang bernama National Coordination Body for Democratic Change.

  • Kelompok Jihadis

 

Kelompok jihadis ini merupakan kelompok yang memiliki hubugan dengan Al-Qaida. Awalnya, kelompok ini membantu oposisi Suriah dalam pemberontakan rezim Assad, akan tetapi dalam perkembangannya memiliki acara sendiri untuk membentuk sebuah khalifah dan tidak lagi mengikuti dan membantu para oposisi Suriah. Tokoh-tokohnya adalah, Halab Al-Shahba, Jabha Al-Nusrah, Ahrar Souria, Liwa' Al-Nasr, Dar Al-Ummah, dll.

 

Dampak Konflik Suriah

 

            Adapun hasil data dampak konflik yang diperoleh per tanggal 1 April 2014 yakni terdapat 6,5 juta warga yang sudah pergi dari tempat tinggalnya karena lamanya konflik tersebut.[10] Sejak bermulanya konflik ini pada bulan Maret 2011 sampai dengan bulan April 2013 jumlah korban yang meninggal yaitu sebanyak 150.000 jiwa. Sedangkan warga yang mengungsi sebanyak 2.4 juta orang, dan mereka mengugsi ke negara-negara tetangga. Terdapat juga beberapa krisis yang berdampak pada masyarakat sipil, diantaranya adalah:

 

  • Krisis Keamanan

 

Keamanan merupakan kebutuhan untuk masyarakat disuatu wilayah untuk terhindar dari ancaman-ancaman yang membebani ataupun mempengaruhi kehidupan mereka. Keamanan juga merupakan faktor utama seseorang untuk menetap atau tinggal di suatu daerah. Adapun konflik Suriah yang berlangsung sampai sekarang ini pun, telah menyebabkan ancaman bagi keamanan masyarakat, karena konflik ini mennggunakan ancaman kekerasan yang telah mengakibatkan banyak korban tewan. Tak hanya itu, banyak juga rumah-rumah masyarakat yang runtuh karena mereka menggunakan senjata yang sangat ganas.

 

Hal tersebut tentunya selalu menjadi kekhawatiran bagi masyarakat sipil karena sewaktu-waktu mereka sendiri pun akan  menjadi korban dari konflik bersenjata tersebut. Selain itu juga tak hanya senjata ganas saja yang mereka gunakan, namun pada tahun 2013 mereka juga menyerang menggunakan senjata kimia, dan konflik tersebutpun semakin memanas.kejadian tersebut telah menelan banyak korban yang meninggal dan luka-luka yang mana kebanyakan dari korbannya merupakan anak-anak.

 

  • Krisis Ekonomi

 

Selain dampak keamanan, dampak selanjutnya yang akan menimpak masyarakat Suriah adalah dampak ekonomi, karena ekonomi merupakan kebutuhan sehari-hari. Berbagai senjata telah bergelut dengan konflik di Suriah ini, seperti pada penggunaan senjata berat, penggunaan serangan udara bahkan hingga penggunaan senjata kimia. Dengan adanya serangan-serangan dengan menggunakan senjata tersebut, maka banyak dari infrastruktur yang rusak, seperti bangunan dalam bidang kesehatan, pendididkan, energi, air, pertanian, transportasi, rumah tangga, dll.

 

Menurut laporan dari Badan Bantuan Kebutuhan dan Kerusakan Bank Dunia yang menyatakan bahwa kerusakan tersebut ada di enam ibu kota provinsi di Suriah, yaitu Alepo, Dera, Hama, Homs, Idlib dan Latakia yang mana kerusakan tersebut jika ditotalkan maka akan mencapai kurang lebih $3,7 sampai 4,5 milyar pada bulan Desember 2014. GDP diperkirakan telah mengurang per tahun kira-kira 19% itu pada tahun 2015, itu semua menyebabkan keuangan masyarakat telah memburuk. Defisit fiskal meningkat dengan tajam dengan rata-rata 12% GDP selama periode 2011 sampai dengan 2014. Dari tahun 2014-2015 penghasilan total jatuh sampai dibawah 7% GDP karena menyusutnya penghasilan minyak dan penghasilan pajak,[11] dan pada akhir tahun 2014, menurut SCPR (Syrian Center for Policy Research) sekitar 82% orang-orang Suriah berada dalam kemiskinan, sedangkan 296 juta orang telah kehilangan pekerjaan mereka karena konflik berkepanjangan tersebut dan pengangguran telah mencapai 58%.[12]

 

  • Krisis Kemanusiaan

 

Berikut pernyataan yang menggambarkan bahwa Suriah mengalami krisis kemanusiaan, "bahwa krisis di Suriah adalah krisis kemanusiaan terbesar di masa sekarang ini yang tidak dapat disebutkan dalam dunia yang beadab" Pernyataan tersebut disampaikan disaat Forum Ekonomi Dunia di Davos, Swiss yang bertepatan dengan adanya konferensi perdamaian Suriah di Montreux, kota lain di Suriah.[13] Selain itu, konflik ini merupakan konflik yang bisa diangap berskala besar dan telah menimbukan gelombang pengungsian terbesar setelah adanya Perang Dunia II. PBB mengatakan bahwa pada bulan Juni 2013 korban meninggal di Suriah mencapai 90.000 orang. Dari tahun ke tahun, jumlah korban meninggal semakin menngkat yang mana telah mencapai 191.000 orang dan pada tahun 2014 dan 2015 korban meninggal telah mencapai 250.000 orang.[14]

 

            Selain dampak-dampak diatas, ada juga dampak yang ditimbulkan dari konflik Suriah yang berkepanjangan adalah psikologi. Dalam konflik ini, mengakibatkan banyak korban, terutama anak-anak yang mana mereka merupakan kelompok yang paling rentang menjadi korban dikarenakan mereka tidak mempunyai senjata ataupun kekuatan untuk mempertahankan diri mereka. Menurut UNICEF terdapat 652 orang anak yang tewas akibat kekerasan, lalu naik 20 persen dari tahun 2015 dengan lebih dari 250 orang korban yang di antaranya tewas di dalam sekolah dan di dekat sekolah mereka.[15] 

 

Akibat untuk anak-anak tersebut adalah cenderung mengalami situasi ketakutan dan trauma. Konflik di Suriah tersebut telah merenggut masa kanak-kanak mereka, yang mana tempat-tempat yang seharusnya dijadikan mereka sebagai tempat bermain telah dipenuh dengan mayat dan reruntuhan bangunan. Setiap saat mereka selalu melihat sendiri pembantaian dan kematian teman-teman, saudara-saudara bahkan orang tua mereka. Anak-anak paling banyak terkena senajata kimia, yang mana itu akan berdampak buruk bagi psikologi anak, hal tersebut yang akan lebih membahayakan bangsa dibandingkan kerusakan infrastruktur. Jika Kerusakan hanya ada pada infrasrtuktur, maka bangunan-bangunan tersebut masih bisa dibangun kembali setelah perang pada konflik ini selesai. Akan tetapi, jika gangguan psikologi anak yang terancam, maka butuh waktu yang cukup lama untuk menghilangkan trauma yang dirasakannya, apalagi anak-anak merupakan aset yang paling penting bagi suatu bangsa karena anak-anak tersebut yang akan meneruskan dan memimpin bangsa tersebut.

 

PENUTUP

 

Kesimpulan

 

Adapun penyebab terjadinya konflik di Suriah bukanlah berasal dari persoalan perbedaan madzhab yang bermadzhab Sunni dan Syi'ah. Penyebabnya juga bukan karena konflik pemerintahan Suriah yang tidak demokratis, akan tetapi penyebab terjadinya konflik ini yakni adanya kepentingan dalam bidang ekonomi dan politik negara-negara yang mendukung oposisi Suriah dan menuntut adanya pergantian rezim Assad. Adapun tuntutan pergantian rezim dan pengunduran diri presiden Bashar Al-Assad adalah awal mulanya penyebab terjadinya konflik di Suriah. Ada tiga aktor yang terlibat dalam konflik Suriah ini, yaitu Presiden Bashar Al-Assad beserta pendukungnya, oposisi Suriah, dan kelompok Jihadis. Adapun dampak dari konflik Suriah ini ialah banyaknya korban yang tewan dan mengungsi. Sejak bermulanya konflik ini pada bulan Maret 2011 sampai dengan bulan April 2013 jumlah korban yang meninggal yaitu sebanyak 150.000 jiwa. Sedangkan warga yang mengungsi sebanyak 2.4 juta orang, kebanyakan yang mengungsi pada saat itu adalah anak-anak dan perempuan, jadi ketika itu banyak anak-anak yang yatim ditinggal oleh ayahnya. Sedangkan warga Suriah yang kehilangan tempat tinggal dan tetap bertahan di Suriah berjumlah sekitar empat juta. Adapun dampak bagi dunia internasional yakni penanganan pengungsi.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Rujukan Buku

 

Fisher, Simon, dkk. 2001. Mengelola Konflik Keterampilan dan Strategi untuk Bertindak. Jakarta: The British Council Indonesia

 

Sulaeman, Dina Y. 2013. Praha Suriah: Membongkar Persekongkolan Multinasional. Depok: ImaN

 

Yanuarti, Sri, dkk. 2013. Konflik di Maluku Tengah: penyebab, Karakteristik, Penyelesaian Jangka Panjang. Jakarta: LIPI Press

 

Rujukan Jurnal

 

Muti'ah, Siti. 2012. Pergolakan Panjang Suriah: Masih Adakah Pan-Arabisme dan Pan-Islamisme?. Dalam Jurnal CMES. Volume. V, Nomor. 1, Edisi Juli-Desember

 

Rujukan Onine

 

https://www.kompas.com/skola/read/2020/12/02/143230769/sejarah-terjadinya-konflik-di-suriah

https://www.merdeka.com/dunia/mereka-mau-hancurkan-suriah-bukan-sekadar-tumbangkan-assad.html

https://www.bbc.com/indonesia/dunia/2013/08/130828_as_biden_suriah

https://www.dw.com/id/kepentingan-arab-saudi-dalam-perang-suriah/a-17385172

https://id.berita.yahoo.com/penyebab-perang-suriah-dan-faktor-072535472.html#:~:text=Penyebab%20perang%20Suriah%20berawal%20dari,yang%20telah%20menjabat%20sejak%201962

https://www.matamatapolitik.com/in-depth-penyebab-perang-suriah-awal-mula-pertumpahan-darah/

https://www.britannica.com/event/Syrian-Civil-War/Civil-war

https://hot.liputan6.com/read/4027626/10-penyebab-konflik-suriah-yang-sebabkan-perang-saudara

https://amp.kompas.com/internasional/read/2021/04/01/234947870/biografi-tokoh-dunia-presiden-bashar-al-assad-pewaris-kebrutalan-di

http://www.worldvision.org/news-stories-videos/

http://www.worldbank.org/en/country/syria/publication/economicoutlook-spring-2016

http://carnegie-mec.org/diwan/62347

http://www.bbc.com/indonesia/dunia/2014/01/140122_suriah_krisis_kemanusiaan

http://timteng.com/mencari-ujung-batas-konflik-Suriah/

http://internasional.kompas.com/read/2017/03/13/14542611/

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun