Mohon tunggu...
Shifa Hayati
Shifa Hayati Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswa

Nama saya Shifa Li Hayati mahasiswa IPB University dari Fakultas Ekonomi dan Manajemen departemen Ekonomi Syariah. Saat ini saya sedang aktif dalam sebuah oraganisasi serta kepanitian. Selain itu saya memiliki minat dalam bidang pelayanan sosial masyarakat dan adminstratif.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Akad Salam dalam Perbankan Syariah

29 Juli 2023   13:00 Diperbarui: 29 Juli 2023   13:15 2410
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Skema Akad Salam (Ascarya, 2017:91)

AKAD SALAM DALAM PERBANKAN SYARIAH

PENDAHULUAN

Manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan masyarakat sekitar untuk memenuhi kebutuhan hidup dan mencapai tujuan yang dimilikinya. Ajaran Islam yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW juga bersifat komprehensif dan universal yang artinya mencakup seluruh aspek kehidupan dan dapat diterapkan kapan saja. Karakteristik ini sangat diperlukan karena tidak ada ajaran lain yang datang untuk menyempurnakan.

Pada dasarnya, kehidupan di dunia ini terdiri dari dua macam yaitu hubungan vertikal dengan Tuhan Yang Maha Esa berupa ketaatan dalam melaksanakan amal ibadah dan hubungan manusia dengan manusia lainnya. Hubungan sesama manusia biasanya dalam bentuk muamalah. Manusia seringkali melakukan interaksi dalam kehidupan seperti jual beli guna meningkatkan kesejahteraan hidup. Aktivitas tersebut tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, Islam memiliki aturan dalam transaksi jual beli untuk mengatur kehidupan sosial sehingga dapat meningkatkan keharmonisan.

Jual beli merupakan proses bertemunya antara penjual dan pembeli dalam kegiatan jual beli dan terdapat barang yang diperdagangkan melalui akad ijab-kabul. Kegiatan jual beli akan sah jika beberapa aspek dapat terpenuhi, yaitu keadaan barang yang dijual, tanggungan pada barang yang dijual, dan sesuatu yang berikatan saat jual beli. Selain itu, akad jual beli, objek, serta orang yang melakukan juga menjadi hal penting yang harus diperhatikan.

Jenis akad jual beli dalam Islam sangat banyak, salah satunya yaitu jual beli dengan cara salam. Transaksi dengan salam yaitu akad pemesanan suatu barang dengan kriteria yang telah disepakati dan dengan pembayaran tunai pada saat akad dilaksanakan sedangkan barangnya diserahkan kemudian sampai batas waktu tertentu. 

Tujuan

  1. Untuk mengetahui penjelasan tentang transaksi akad jual beli salam

  2. Untuk mengetahui proses terjadinya transaksi akad jual beli salam

PEMBAHASAN

Definisi Salam

Salam secara etimologis berarti “menyegerakan atau mendahulukan”. Para ulama mazhab memberi definisi salam secara terminologis dengan nuansa yang berbeda walaupun esensinya sama yakni jual beli sesuatu yang ditetapkan sifatnya (namun belum diserahkan) dengan harga kontan.

Penjelasan Pasal 3 (“Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/19/PBI/2007,” n.d.) tentang penerapan prinsip bank syariah dalam kegiatan penggalangan dana dan penyaluran dana dan layanan bagi bank syariah menyebutkan definisi salam yaitu salam adalah transaksi jual beli barang dengan cara pemesanan dengan ketentuan tertentu dan pembayaran tunai dimuka dibayar penuh.

Secara umum Bai’ as-salam adalah jenis transaksi jual beli yang dalam hal ini pembayaran terjadi pada saat akad namun penyerahan barang terjadi dikemudian hari dengan waktu yang telah ditentukan. 

Akad salam ini dipergunakan untuk membantu produsen dalam membiayai produksi mereka sehingga dapat ditentukan secara jelas, mulai dari jenis, kualitas, dan komoditas.

Rukun Salam

Syarat salam harus memenuhi sejumlah rukun dan ketentuan syariah (Hery, 2018:57). 

Rukun Salam ada tiga, yaitu : 

  1. Pelaku, terdiri atas penjual dan pembeli 

  2. Objek akad, yaitu berupa barang yang akan diserahkan dan modal salam 

  3. Ijab Kabul 

Ketentuan syariahnya adalah sebagai berikut : 

  1. Pelaku 

Pelaku terdiri atas penjual (muslam illaihi) dan pembeli (al muslam). Ketentuan syariah untuk pelaku akad adalah cakap hukum dan baligh (berakal dan dapat membedakan). Jual beli dengan orang yang memiliki gangguan dengan akal sehatnya menjadi tidak sah dan jual beli dengan anak kecil dianggap sah apabila disertai izin dari walinya. Terkait dengan penjual, Fatwa DSN Nomor 05/DSN-MUI/IV/2000 mengharuskan agar penjual menyerahkan barang pada tepat waktunya dengan kualitas dan jumlah yang disepakati dengan syarat kualitas dari jumlah barang sesuai dengan kesepakatan dan ia tidak boleh menuntut tambahan harga. 

  1. Objek 

Akad Objek akad berupa barang yang akan diserahkan (muslam fiih) dan modal salam (ra’su maalis salam). Ketentuan syariah yang terkait dengan barang salam (Al-Muslam Fiihi) yaitu; barang tersebut harus dapat diidentifikasi, mempunyai spesifikasi dan karakteristik yang jelas seperti kualitas, jenis, ukuran, dan lain lain; barang tersebut harus dapat dikuantifikasi atau ditimbang; apabila barang tidak ada pada waktu yang telah ditentukan akad menjadi fasakh/rusak dan pembeli dapat memilih apakah menunggu sampai barang tersedia atau membatalkan akad; apabila barang yang dipesan cacat atau tidak sesuai dengan yang disepakati dalam akad, maka pembeli boleh melakukan khiar (memilih untuk menerima atau menolak); tempat penyerahan, pihak-pihak yang berkontrak harus menunjuk tempat yang disepakati dimana barang harus diserahkan, jika kedua belah pihak tidak menentukan tempat pengiriman, barang harus dikirim ke tempat yang menjadi kebiasaan, misalnya gudang sipenjual; para ulama melarang penggantian muslam fiihi dengan barang.

Ketentuan syariah terkait dengan modal transaksi bai as-salam diantaranya; modal harus diketahui jenis dan jumlahnya; modal salam berbentuk uang, barang atau manfaat. Para ulama berbeda pendapat mengenai bolehnya pembayaran dalam bentuk aset perdagangan. Beberapa ulama menganggapnya boleh; modal salam diserahkan pada saat akad berlangsung, tidak boleh hutang. Hal ini untuk mencegah praktik riba melalui mekanisme salam.

  1. Ijab Kabul/Sighat 

Sigath adalah ucapan pernyataan dan ekspresi saling ridha atau rela di antara pihak-pihak, pelaku akad yang dilakukan secara verbal, tertulis maupun korespondensi atau menggunakan cara-cara komunikasi modern. Dalam fatwanya, DSN menyatakan bahwa sepanjang disepakati oleh kedua belah pihak dan tidak dipandang merugikan kedua belah pihak, kesepakatan salam dapat dibatalkan. Pembatalan ini sangat mungkin terjadi pada saat pihak penjual gagal menghasilkan barang salam sesuai kriteria yang diinginkan oleh pembeli.

 Jenis Akad Salam

Ada dua jenis akad salam yaitu salam dan salam paralel. Berikut ini skema dan penjelasan mengenai kedua jenis akad tersebut. 

a. Salam

Hery, (2018:56) Salam adalah transaksi jual beli dimana barang yang diperjual-belikan belum ada ketika transaksi dilakukan. Pembeli melakukan pembayaran dimuka sedangkan penyerahan barang dilakukan di kemudian hari

Keterangan : 

  1. Pesanan Sesuai dengan Spesifikasi yang di inginkan 

  2. Negosiasi dan memulai akad Salam atau Ijab dan Qobul (Shighah) 

  3. Pembeli/Muslam Melakukan Bayar dimuka terhadap Penjual/Muslam’ilaih

  4. Penjual Memproduksi barang Sesuai Pesanan 

  5. Penjual Mengirim Barang / Muslam Fiih kepada Pembeli / Muslam

Setelah pembeli dan penjual menyepakati transaksi jual beli barang pesanan dengan syarat yang telah ditentukan di awal dengan menggunakan akad salam, maka pihak pembeli menyerahkan secara penuh uang tunai sebesar harga yang jual telah disepakati. Setelah barang pesanan diproses dan selesai maka pihak penjual menyerahkan barang tersebut kepada pembeli dimana lokasi penyerahan barang sesuai dengan kesepakatan awal.

b. Salam Paralel

Hery, (2018:56) Salam Paralel adalah melaksanakan dua transaksi salam yaitu antara pembeli dan penjual, serta antara penjual dengan pemasok. Hal ini terjadi ketika penjual tidak memiliki barang pesanan dan memesan kepada pihak lain untuk menyediakan barang pesanan tersebut. 

Gambar Skema Akad Salam Paralel (Ascarya, 2017:95) 
Gambar Skema Akad Salam Paralel (Ascarya, 2017:95) 

Keterangan : 

  1. Penandatanganan akad antara bank syariah dan pembeli (Nasabah 2). Nasabah 2 adalah nasabah yang akan membeli barang pada saat barang telah tersedia. 

  2. Bank membeli barang dari petani (Nasabah 1) dengan cara pesanan. Atas pembelian ini, bank membayar sejumlah harga beli yang telah disepakati pada saat awal akad salam 

  3. Setelah barang tersedia, Nasabah 1 mengirim dokumen kepada bank syariah untuk pengambilan barang. 

  4. Nasabah 1 mengirim barang kepada Nasabah 2 atas perintah bank syariah. 

  5. Nasabah 2 melakukan pembayaran kepada bank syariah setelah barang dikirim oleh Nasabah 1. Keuntungan atas transaksi salam berasal dari perbedaan antara harga jual bank syariah kepada Nasabah 2 dengan harga beli antara bank dan Nasabah 1.

Salam paralel dibolehkan asalkan akad salam kedua tidak tergantung pada akad salam yang pertama, yaitu akad antara penjual dan pemasok tidak tergantung pada akad antara pembeli dan penjual. Jika saling tergantung atau menjadi syarat (terjadi ta’allluq) maka tidak diperbolehkan. Dewan pengawas syariah Rajhi Banking dan investment corporation telah menetapkan fatwa yang membolehkan praktik salam paralel dengan syarat pelaksanaan transaksi salam kedua tidak tergantung pada pelaksanaan akad salam yang pertama (Antonio, 2015). 

Jadi, akad antara penjual dan pemasok harus terpisah dari akad antara pembeli dan penjual. Beberapa ulama kontemporer melarang transaksi salam paralel terutama jika perdagangan dan transaksi semacam ini dilakukan secara terus-menerus karena dapat menjurus kepada riba. 

Pengawasan Syariah Transaksi Salam dan Salam Paralel 

Dalam memastikan kesesuaian praktik jual beli salam dan salam paralel yang dilakukan dengan ketentuan syariah yang ditetapkan oleh DSN, DPS melakukan pengawasan syariah secara periodik. Pengawasan tersebut berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dilakukan untuk : 

  1. Memastikan barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syariah islam. 

  2. Memastikan bahwa pembayaran atas barang salam kepada pemasok telah dilakukan di awal kontrak secara tunai sebesar akad salam. 

  3. Meneliti bahwa akad salam telah sesuai dengan fatwa DSN-MUI tentang salam dan peraturan Bank Indonesia yang berlaku. 

  4. Meneliti kejelasan akad salam yang dilakukan dalam format salam paralel atau akad salam biasa. 

  5. Meneliti bahwa keuntungan bank syariah atas praktik salam paralel diperoleh dari selisih antara harga beli dari pemasok dengan harga jual kepada nasabah/pembeli akhir. 

Adanya pengawasan syariah yang dilakukan oleh DPS menuntut bank syariah untuk hati-hati dalam melakukan transaksi jual beli salam dengan para nasabah. Disamping itu, bank juga dituntut untuk melaksanakan tertib administrasi agar berbagai dokumen yang diperlukan DPS dapat tersedia setiap saat dilakukan pengawasan terhadap kesyariahan transaksi salam yang dilakukan

Hukum Salam

Jual beli salam merupakan akad jual beli yang diperbolehkan, hal ini

berdasarkan atas dalil-dalil yang terdapat dalam Alquran di antaranya:

  1. Surat Al-Baqarah: 282 yaitu:

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya”.

  1. Hadits Jual Beli Salam

“Ibn Abbas menyatakan bahwa ketika Rasul datang ke Madinah, penduduk. Madinah melakukan jual beli salam pada buah-buahan untuk jangka satu tahun atau dua tahun. Kemudian Rasul bersabda: Siapa yang melakukan salam hendaknya melakukannya dengan takaran yang jelas dan timbangan yang jelas pula, sampai batas waktu tertentu”. (Muslich, 2015: 243).

  1. Ijma’

Kesepakatan ulama’ (ijma’) akan bolehnya jual beli salam dikutip dari pernyataan Ibnu Mundzir yang mengatakan bahwa semua ahli ilmu telah sepakat bahwa jual beli salam diperbolehkan, karena terdapat kebutuhan dan keperluan untuk memudahkan urusan manusia. Pemilik lahan pertanian, perkebunan ataupun perniagaan terkadang membutuhkan modal untuk mengelola usaha mereka hingga siap dipasarkan, maka jual beli salam diperbolehkan untuk mengakomodir kebutuhan mereka. Ketentuan ijma’ ini secara jelas memberikan legalisasi praktik pembiayaan/jual beli salam. 

Fatwa Jual Beli Salam

Ketentuan fatwa DSN MUI Nomor 05/DSN MUI/IV/2000 menetapkan enam hal : 

1. Ketentuan Pembayaran 

  • Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa uang, barang, atau manfaat. 
  • Dilakukan saat kontrak disepakati (in advance). 
  • Pembayaran tidak boleh dalam bentuk ibra’ (pembebasan utang). 

2. Ketentuan Barang 

  • Harus jelas ciri-cirinya/spesifikasi dan dapat diakui sebagai utang. 
  • Penyerahan dilakukan kemudian. 
  • Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan. 
  • Pembeli tidak boleh menjual barang sebelum barang tersebut diterimanya (qabadh). 
  • Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis sesuai kesepakatan. 

3. Ketentuan tentang Salam Paralel Dibolehkan melakukan salam paralel dengan syarat akad kedua terpisah dari, dan tidak berkaitan dengan akad pertama. 

4. Penyerahan Barang 

  • a. Penjual harus menyerahkan barang tepat pada waktunya dengan kualitas dan kuantitas sesuai kesepakatan. 
  • b. Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas yang lebih tinggi, maka penjual tidak boleh meminta tambahan harga sebagai ganti kualitas yang lebih baik tersebut.
  • c. Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas lebih rendah, pembeli mempunyai pilihan untuk menolak atau menerimanya, apabila pembeli rela menerimanya, maka pembeli tidak boleh meminta pengurangan harga (diskon). Para ulama berbeda pendapat tentang boleh tidaknya muslam ilaih menyerahkan muslam fiih yang berbeda dari yang telah disepakati. 

d. Penjual dapat menyerahkan barang lebih cepat dari yang telah disepakati, dengan beberapa syarat: 

  • Kualitas dan kuantitas barang sesuai dengan kesepakatan, tidak boleh lebih tinggi ataupun lebih rendah. 

  • Tidak boleh menuntut tambahan harga 

e. Jika semua/sebagian barang tidak tersedia tepat pada waktu penyerahan atau kualitasnya lebih rendah dan pembeli tidak rela menerimanya, maka pembeli memiliki dua pilihan: 

  • Membatalkan kontrak dan meminta kembali uang. Pembatalan kontrak dengan pengembalian uang pembelian, menurut jumhur ulama, dimungkinkan dalam kontrak salam. Pembatalan penuh pengiriman muslam fihi dapat dilakukan sebagai ganti pembayaran kembali seluruh modal salam yang telah dibayarkan. 

  • Menunggu sampai barang tersedia. 

5. Pembatalan Kontrak. Pada dasarnya pembatalan salam boleh dilakukan, selama tidak merugikan kedua belah pihak. 

6. Perselisihan. Jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, persoalannya diselesaikan melalui Badan Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

KESIMPULAN

Kesimpulan

  1. Transaksi akad jual beli salam adalah salah satu jenis akad jual beli dalam ekonomi islam, dimana pembeli membayar terlebih dahulu di awal pembelian suatu barang dengan spesifikasi dan kualitasnya jelas, lalu barangnya baru akan diserahkan pada oleh penjual pada saat tertentu di kemudian hari. 

  2. Proses terjadinya transaksi akad jual beli salam adalah pembeli dan penjual menyepakati transaksi jual beli barang pesanan dengan syarat yang telah ditentukan di awal dengan menggunakan akad salam, maka pihak pembeli menyerahkan secara penuh uang tunai sebesar harga jual yang  telah disepakati. Setelah barang pesanan diproses dan selesai maka pihak penjual menyerahkan barang tersebut kepada pembeli dimana lokasi penyerahan barang sesuai dengan kesepakatan awal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun