Jual beli salam merupakan akad jual beli yang diperbolehkan, hal ini
berdasarkan atas dalil-dalil yang terdapat dalam Alquran di antaranya:
Surat Al-Baqarah: 282 yaitu:
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya”.
Hadits Jual Beli Salam
“Ibn Abbas menyatakan bahwa ketika Rasul datang ke Madinah, penduduk. Madinah melakukan jual beli salam pada buah-buahan untuk jangka satu tahun atau dua tahun. Kemudian Rasul bersabda: Siapa yang melakukan salam hendaknya melakukannya dengan takaran yang jelas dan timbangan yang jelas pula, sampai batas waktu tertentu”. (Muslich, 2015: 243).
Ijma’
Kesepakatan ulama’ (ijma’) akan bolehnya jual beli salam dikutip dari pernyataan Ibnu Mundzir yang mengatakan bahwa semua ahli ilmu telah sepakat bahwa jual beli salam diperbolehkan, karena terdapat kebutuhan dan keperluan untuk memudahkan urusan manusia. Pemilik lahan pertanian, perkebunan ataupun perniagaan terkadang membutuhkan modal untuk mengelola usaha mereka hingga siap dipasarkan, maka jual beli salam diperbolehkan untuk mengakomodir kebutuhan mereka. Ketentuan ijma’ ini secara jelas memberikan legalisasi praktik pembiayaan/jual beli salam.
Fatwa Jual Beli Salam
Ketentuan fatwa DSN MUI Nomor 05/DSN MUI/IV/2000 menetapkan enam hal :
1. Ketentuan Pembayaran
- Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa uang, barang, atau manfaat.
- Dilakukan saat kontrak disepakati (in advance).
- Pembayaran tidak boleh dalam bentuk ibra’ (pembebasan utang).
2. Ketentuan Barang
- Harus jelas ciri-cirinya/spesifikasi dan dapat diakui sebagai utang.
- Penyerahan dilakukan kemudian.
- Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan.
- Pembeli tidak boleh menjual barang sebelum barang tersebut diterimanya (qabadh).
- Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis sesuai kesepakatan.