Setiap keluarga akan tentunya memiliki pola pengasuhan berbeda ketika mendidik anaknya. Setiap
pengasuhan yang dilakukan orang tua akan memberikan pengaruh terhadap perilaku dan karaker
anak. Sehingga pola pengasuhan orang tua terhadap anak itu sangat penting untuk dilakukan dalam
pembentukan karakter anak, apalagi jika dilakukan mulai dari usia dini. Agar karakter dan perilaku anak
akan menjadi lebih baik dalam menentukan kehidupan masa depannya.
Namun, masih banyak terjadi di sekitar kita hal hal buruk yang menimpa sebuah keluarga terutama
terjadi pada anak. Orang tua yang seharusnya menjaga dan merawat, dan memberi kasih sayang penuh
terhadap anaknya. Hal ini yang dewasa ini kenal dengan parenting. Parenting hadir sebagai bentuk
pola asuh dari orang tua kepada anak. Perilaku pola asuh orang tua dapat dikenali lewat perbuatan
dan ucapan terhadap anaknya, misalnya serba melindungi, mengatur, mengkritik, berubah,
mengabaikan, menentang, memerintah, memarahi, mengharuskan anaknya untuk menurut, tidak
membiarkan anak memenuhi kebutuhan sendiri, sehingga akan menjadikan anak selalu tergantung
terhadap orang tuanya atau tidak mandiri. Pola pengasuhan tersebut jika dilakukan secara terus
menerus bahkan berlebihan akan meracuni mental dan perilaku anak dan merupakan pola asuh yang
tidak sehat.
Setiap keluarga memiliki pola asuh yang berbeda-beda. Pola asuh merupakan interaksi seorang anak
dengan orang tuanya yang meliputi kebutuhan fisik dan kebutuhan psikologis serta sosialisasi yang
berlaku di masyarakat agar seorang anak dapat hidup selaras dengan lingkungannya. Pola asuh juga
meliputi pola interaksi terhadap orang tua dan anaknya dalam rangka pendidikan karakter, jadi pola
asuh yang diperankan orang tua dalam mengembangkan karakter anak sangatlah penting (Ayun,
2017). Pola asuh merupakan hal yang penting dalam tumbuh kembang anak, karena mengikuti di
setiap usia sejak kita kecil. Pola asuh yang baik akan menimbulkan hubungan yang baik pula antara
orang tua dan anak. Namun, berbeda dengan orang tua yang memiliki perilaku toxic parenting karena
akan membuat anak membenci orang tuanya, walaupun apa yang diminta oleh orang tuanya adalah
demi kebaikan anak itu sendiri. Seringkali banyak sekali dijumpai orang tua yang memiliki kepentingan
sendiri dalam mendidik anak-anaknya. Padahal pendidikan dalam keluarga merupakan pendidikan
utama yang harus diberikan orang tua kepada anaknya sebelum anak tersebut mendapatkan
pendidikan diluar lingkungannya.
Toxic dalam bahasa indonesia berarti racun, sedangkan parenting adalah pengasuhan. Jadi Toxic
parenting adalah pengasuhan beracun, maksudnya yaitu pola pengasuhan yang dilakukan oleh
keluarga terutama orang tua yang salah atau keliru, dimana para orang tua tanpa sadar melakukan
pola asuh tersebut sehingga dapat melukai psikologis anak. Menurut sebuah penelitian oleh Rianti dan
Dahlan (2022) toxic parenting biasanya akan terjadi berulang seperti mata rantai. Toxic parenting yang
dilakukan oleh orang-orang bisa jadi merupakan korban dari toxic parenting dari orang tua mereka
sebelumnya. Pengalaman toxic parenting pun lama kelamaan akan menumpuk, sehingga mereka
tanpa sadar akan melakukan hal yang sama di kemudian hari terhadap anaknya.
Sikap orang tua yang egois, selalu menekan, mengkritik, menyuruh anak, membatasi anak itu
merupakan alasan yang sering dilakukan para Toxic parents. Misalnya, orang tua yang Toxic parents
sering sekali memaksakan kehendak menyuruh anaknya belajar dengan giat agar masuk sekolah yang
telah ia pilihkan dengan alasan agar masa depan anak tersebut menjadi lebih baik. Padahal anak-anak
juga mempunyai pilihan sendiri terhadap dirinya, ia juga ingin bersosialisasi dengan lingkungannya.
Selain itu, demi membahagiakan orang tuanya, anak harus melakukan apa yang disuruh orang tuanya
tanpa memikirkan keadaan anaknya bahagia atau tidak. Banyak sekali pengaruh yang akan terjadi dari
perilaku Toxic parents diantaranya adalah gangguan mental. Seorang anak akan merasa trauma sebab
harus selalu melakukan sesuatu sesuai keinginginan dari orang tuanya. Perilaku Toxic parents juga akan
merusak komunikasi antara orang tua dan anaknya karena kebanyakan anak-anak yang sudah
mengalami hal tersebut pasti akan diam saja dan menuruti segala perintah yang harus dilakukan
olehnya. Maka dari itu orang tua perlu memahami pola asuh yang baik agar terhindar dari perilaku toxi
parents yang dapat membahayakan masa depan anak.
Keluarga sebagai lini terdepan dalam memantau perkembangan anak yang dapat membentuk
kepribadian anak agar anak dapat memiliki moral, akhlak dan etika yang baik. Karena keluarga
merupakan pondasi awal bagi anak sehingga segala pembentukan watak, moral, tingkah laku dan
pendidikan anak dimulai dari keluarga. Bagaimana cara orang tua mengasuh, memelihara kehidupan,
kesehatan dan membesarkan anak dengan ketulusan dan penuh cinta kasih adalah pola pengasuhan
positif yang akan membawa dampak baik bagi kehidupannya kelak. Peran keluarga dalam mengasuh
anak akan menentukan pola sikap pribadi anak dalam menentukan kehidupannya, dimana proses
pendidikan yang di peroleh anak, tidak hanya dalam sekolah melainkan pada semua faktor yang bisa
dijadikan sumber pendidikan bagi anak.
Dengan itu, pola asuh orang tua sangat berpengaruh dalam membentuk kepribadian, pendidikan dan
semua aspek perkembangan anak. Hubungan antara orang tua dan anak menjadi sangat berpengaruh
bagi perkembangan anak dan peningkatan pengetahuan serta informasi, penguasaan kompetensi,
keterampilan, dukungan emosi dan banyak pengaruh lainnya sejak anak masih usia dini. Sebuah
hubungan yang memiliki kualitas baik akan memberikan pengaruh yang positif bagi anak contohnya
perilaku prososial, kesejahteraan, penyesuaian dan transmisi nilai. Namun sebaliknya hubungan orang
tua dan anak dengan kualitas buruk akan memberikan dampak negatif terhadap perilaku dan
perkembangan anak.
Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 di Indonesia, prevalensi penduduk yang
mengalami gangguan mental emosional berumur 15 tahun ke atas secara nasional adalah 6,0% (37.728
orang dari 703.946). Dalam jurnal Department Of Health South East dijabarkan mengenai Kesehatan
Jiwa pada Anak & Young People (BMA, dalam Puspita 2019), gangguan perilaku: 6 % dari 5-16 tahun
memiliki gangguan perilaku yang lebih sering terjadi pada anak laki-laki.
Menurut (Oktariani 2021) keluarga toxic memberikan efek jangka panjang bagi anak, terutama pada
sisi psikologis yang dapat mengakibatkan trauma. Terlebih lagi, trauma ini justru berpotensi kepada
penerapan pola hidup toxic tersebut kepada keluarga yang akan anak ini bangun di masa mendatang.
Berdasarkan penelitian oktariani (2021) kesehatan mental anak yang dibesarkan dengan orang tua
yang toxic akan mengalami gangguan ketika anak beranjak tumbuh dewasa, perilaku yang akan muncul
pada anak yang memiliki toxic parent, adalah Memiliki kecemasan tinggi, perasaan ketakutan dan tidak
aman yang sangat besar terhadap lingkungan. Merasa kesepian dan tidak ada yang memahami dan
mengerti dirinya, Sering bersikap tidak konsisten, kesulitan membangun prinsip dan nilai hidup.
Dorongan agresif keluar, ingin menentang aturan sosial, melawan figur dominan. Mengembangkan
pertahanan diri yang sangat kuat sehingga menutupi diri mereka yang sesungguhnya/tidak mengenal
diri sendiri. Kesulitan mengekspresikan emosi, respon emosi terkadang tidak sesuai dengan stimulus
yang diberikan. Tidak memiliki tujuan pribadi yang jelas. Tujuan mereka seringkali untuk
membahagiakan orangtua mereka. Merasa tidak bisa membangun kedekatan emosioal dengan orang
lain. Kesulitan beradaptasi dengan lingkungan sosial. Kesulitan berempati dan memberikan kasih
sayang yang tepat kepada orang lain. Terlalu patuh atau sebaliknya, menjadi sangat memberontak
kepada orang lain. Memiliki ketergantungan yang kuat pada orang selain dirinya. Selalu menyalahkan
orangtua ketika bertemu dengan masalah-masalah dalam hidup. Dalam level yang lebih berat akan
munculnya gangguan kecemasan, gangguan fisik, dan depresi.
Referensi
Ayun, Q. (2017). Pola Asuh Orang Tua dan Metode Pengasuhan dalam Membentuk Kepribadian Anak.
IAIN Salatiga, 5(1), 103-121.
Kepmenkes, R. I. (2013). Riset Kesehatan Dasar Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Oktariani. 2021. Dampak Toxic Parents dalam Kesehatan Mental Anak. Jurnal Penelitian Pendidikan,
Psikologi Dan Kesehatan, Vol. 2 (No. 3), 215-222.
Puspita, S. M. (2019). Kemampuan Mengelola Emosi Sebagai Dasar Kesehatan Mental Anak Usia Dini.
SELING: Jurnal Program Studi PGRA, 5(1), 85-92.
Riant, Dahlan A. 2022. Karakteristik Toxic Parenting Anak dalam Keluarga. DIAJAR (Jurnal Pendidikan
dan Pembelajaran), Vol. 1 No. 2, 190 – 196
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H